Wednesday, 03 July 2024

Jika Israel Dikeluarkan dari FIFA, Perdamaian di Gaza Dinilai Bisa Segera Tercapai

Jika Israel Dikeluarkan dari FIFA, Perdamaian di Gaza Dinilai Bisa Segera Tercapai


Tamir Sorek, profesor liberal arts yang mengkhususkan diri dalam sejarah Timur Tengah di Penn State University, mengemukakan pandangannya mengenai situasi saat ini antara Israel dan Palestina dalam konteks sepak bola dan sanksi internasional. 

Dalam tulisan kolom di laman haaretz, ia berpendapat langkah Palestina untuk mencoba menangguhkan keanggotaan Israel dalam Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) memiliki signifikansi yang mendalam, bukan hanya sebagai aksi politik tetapi sebagai bentuk sanksi budaya yang bisa memberikan dampak luas.

Sorek menyoroti bagaimana sejarah dan situasi politik serupa telah memainkan peran dalam mempengaruhi opini publik dan kebijakan di masa lalu, khususnya mengacu pada era Apartheid di Afrika Selatan. 

Dalam konteks tersebut, partisipasi dalam kegiatan olahraga internasional dan sanksi yang menyertainya bisa menjadi alat yang efektif untuk mempengaruhi perubahan sosial dan politik.

Menurut Sorek, boikot terhadap tim nasional sepak bola Israel bukan hanya sekedar tindakan diplomatik, tetapi juga mengirim pesan yang kuat bahwa tindakan yang diambil oleh pemerintah Israel dalam konflik dengan Palestina memiliki konsekuensi global. 

“Boikot tim nasional sepak bola Israel mengirim pesan bahwa bisnis tidak seperti biasa, bahwa ada harga yang harus dibayar atas kejahatan Israel terhadap kemanusiaan dan bahwa rezim apartheid adalah tidak sah,” tulisnya.

Ini merupakan upaya untuk menekankan bahwa kebijakan apartheid dan tindakan yang melanggar hak asasi manusia tidak bisa diterima oleh masyarakat internasional.

Survei di Afrika Selatan tahun 1989 menunjukkan hanya empat persen warga Afrika Selatan kulit putih yang mendukung pengakhiran rezim apartheid. 

Meskipun terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kasus tersebut, peran penting tekanan internasional dalam mengubah sikap orang-orang yang cinta damai dan enggan mengubah ketidakseimbangan kekuasaan tetap relevan.

Reaksi awal dari media dan sebagian besar masyarakat terhadap penangguhan ini mungkin akan ditandai dengan teriakan “antisemitisme!”, namun dalam jangka panjang, kita mungkin melihat pemimpin Israel yang berjanji akan mengembalikan negara itu ke arena sepak bola internasional, sekaligus menggantikan pendudukan, visi mesianik, dan kecemasan eksistensial dengan kegiatan menyenangkan bersama keluarga dan teman-teman serta sorakan gembira atas gol yang tercipta.

Dengan latar belakang akademis yang kaya dan pengalaman dalam mempelajari dinamika konflik Timur Tengah, pandangan Sorek memberikan perspektif mendalam mengenai cara pandang internasional terhadap konflik Israel-Palestina dan bagaimana olahraga, khususnya sepak bola, dapat menjadi arena pertarungan simbolis dan literal dalam konflik tersebut.