Arena

Jerman Bakal Bersikap Keras terhadap Pro-Palestina di Euro 2024?


 

Euro 2024, turnamen sepak bola terbesar di Eropa sudah dimulai sejak Jumat (15/6/2024) kemarin di Jerman. Turnamen akan berlangsung selama sebulan, dengan 51 pertandingan yang akan dimainkan di 10 kota. Perhelatan sepak bola ini dibayangi keprihatinan terhadap perang di Gaza.

Beberapa hari menjelang turnamen, politisi Jerman dan penyelenggara turnamen telah meyakinkan publik bahwa negaranya siap dan mampu menangani turnamen tersebut, termasuk keamanannya. Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser mengatakan pekan lalu bahwa dia berharap Euro akan menghadirkan waktu yang lebih santai di tengah gejolak dunia.

Menurut laporan The New Arab (TNA), Jerman merupakan sekutu setia Israel, yang aksi genosidanya di Gaza telah menewaskan lebih dari 40.000 warga Palestina hanya dalam delapan bulan. Kemarahan masyarakat atas pembelaan dan dukungan Jerman terhadap pembunuhan tersebut, yang diwujudkan dalam bentuk demonstrasi atau bentuk protes lainnya, telah dibungkam secara brutal oleh pasukan keamanan Jerman. Meski suasana ketakutan sangat terasa, namun protes masih terus terjadi.

Euro adalah turnamen pan-Eropa, namun menarik ratusan juta penonton dari seluruh dunia. Momen ini bisa berpotensi besar bagi penggemar si bola bundar memanfaatkannya untuk melakukan protes. Penggemar sepak bola Eropa tersentuh oleh pemandangan mengerikan yang terjadi di Gaza. Sempat terjadi beberapa protes termasuk yang terbaru terlihat pada pertandingan kualifikasi Euro 2025 Wanita Skotlandia vs. Israel di Glasgow bulan lalu. 

Bagaimana Aturan UEFA?

Peraturan stadion dan turnamen dari asosiasi sepak bola nasional Eropa (UEFA) tidak secara eksplisit melarang bendera Palestina, Israel, atau lainnya di dalam atau di dekat stadion. Namun peraturan UEFA melarang ekspresi pesan ‘politik’ di dalam stadion, khususnya pesan propaganda yang diskriminatif, di luar stadion, melarang demonstrasi politik dan/atau agama di tempat yang disebut zona bersih di sekitar lokasi turnamen.

UEFA di masa lalu telah menyetujui ekspresi solidaritas terhadap Palestina di pertandingan-pertandingan Eropa. Badan sepak bola tersebut dilaporkan mendenda para aktivis sebesar 3.000 euro setelah mereka menyerbu lapangan pada final Liga Champions Wanita di Bilbao bulan lalu dan mengibarkan bendera bertuliskan pesan “Hentikan Genosida” dan “UE jangan menjadi aksesori”. 

Komunikasi mereka seputar keputusan baru-baru ini tentang penggunaan bendera dan spanduk Palestina yang memuat pesan solidaritas terhadap Gaza juga tidak jelas. Pada bulan Oktober, ratusan penggemar klub Skotlandia Celtic membawa dan mengibarkan bendera Palestina pada pertandingan Liga Champions melawan Atletico Madrid, yang bertentangan dengan perintah klub. 

UEFA menjatuhkan denda besar kepada klub tersebut, yang diberitakan secara luas di media sebagai hukuman atas pengibaran bendera Palestina. Namun, UEFA kemudian mengatakan kepada BBC bahwa denda tersebut dikenakan karena alasan lain. 

Jerman harus melindungi hak untuk melakukan protes atau mengibarkan bendera dan spanduk, kata perwakilan Amnesty International kepada The New Arab. “Baik UEFA maupun pihak berwenang Jerman harus benar-benar menghormati hak para penggemar atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai di dalam dan di sekitar stadion, termasuk dalam kaitannya dengan Palestina,” kata Steve Cockburn, Kepala Hak Buruh dan Olahraga Amnesty International.

Amnesty International “sangat mendesak pemerintah Jerman dan UEFA untuk menahan diri dari mengeluarkan larangan menyeluruh terhadap protes solidaritas dengan Palestina atau simbol-simbol tertentu seperti bendera dalam konteks ini.”

Jauh dari stadion, peraturan mengenai pengibaran bendera Palestina tampak lebih jelas. Orang yang bertanggung jawab mengatur “Fan Mile” untuk turnamen di Berlin mengatakan kepada media Jerman bahwa hanya bendera negara peserta turnamen yang boleh dikibarkan.

“Tentu saja, semua bendera nasional dari negara-negara yang berpartisipasi diperbolehkan. Kami meminta Anda meninggalkan semua bendera lainnya di rumah,” kata Moritz van Dulmen, direktur pelaksana Kulturprojekte Berlin milik negara .

Jerman Bakal Keras Terhadap Pro-Palestina?

Ketidakpastian mengenai bagaimana polisi Jerman akan menanggapi solidaritas Palestina semakin memprihatinkan mengingat sikap keras kepala yang mereka tunjukkan di musim liga domestik. Sebuah laporan yang dirilis pada akhir Mei oleh Dachverband der Fanhilfen (DdF), sebuah organisasi payung kelompok penggemar sepak bola Jerman, menemukan bahwa polisi Jerman telah melakukan kekerasan berlebihan sekitar dua lusin kali pada musim lalu. 

Kekerasan yang dilakukan termasuk penggunaan semprotan merica dan gas air mata terhadap penonton. Pengguaan kedua bahan ini dilarang oleh UEFA dan badan sepak bola dunia FIFA. Mereka juga  melakukan penggerebekan di rumah para penggemar.

Penggemar dan pemain sepak bola Eropa memang tak segan-segan berpolitik, termasuk dalam penolakannya terhadap genosida di Gaza. Penggemar Skotlandia telah menunjukkan keberanian mereka dalam mendukung Palestina, seperti yang ditunjukkan protes Celtic dan kualifikasi Euro Wanita. Termasuk para penggemar serta pemain Turki yang menunjukkan dukungan vokal dan hampir terus-menerus untuk Palestina, dengan bendera yang dikibarkan oleh para penggemar di kualifikasi Euro Wanita.

post-cover
Penggemar klub sepak bola Skotlandia Celtic telah terang-terangan mengibarkan bendera perjuangan Palestina (Foto: Getty)

UEFA dan otoritas Jerman kemungkinan besar tidak akan memberikan izin kepada penggemar dan pemain dari luar negeri, kata Tobias den Haan dari Pusat Dukungan Hukum Eropa kepada TNA.

“Saya pikir Jerman belum tentu akan bersikap lebih baik terhadap wisatawan atau penggemar sepak bola yang ingin menunjukkan solidaritas terhadap Palestina,” kata Tobias den Haan dari Pusat Dukungan Hukum Eropa sekaligus Monitor Project Officer ELSC untuk Jerman kepada The New Arab.

“Kami tahu bagaimana UEFA dan FIFA telah bertindak sejauh ini di seluruh dunia dalam menanggapi orang-orang yang menunjukkan solidaritas terhadap Palestina di stadion, dan saya pikir Jerman juga akan melakukan hal yang sama.”

Back to top button