Kanal

Jenderal Dudung Sepertinya Tak Bisa Lepas dari Kontroversi

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman kembali menjadi sorotan publik setelah muncul video mengembuskan kata-kata provokatif yang memantik emosi para prajurit TNI. Jenderal Dudung memang tak pernah lepas dari kontroversi dan kehebohan.

Kontroversi terakhir terkait munculnya cuplikan rekaman rapat berisi perintah dari Jenderal Dudung. Dalam rekaman berdurasi 2 menit 51 detik tersebut, Dudung memberi perintah agar prajurit TNI AD bergerak untuk merespons pernyataan anggota Komisi Pertahanan DPR Effensi Simbolon.

“Silahkan kalian tergerak,” kata Dudung dalam rekaman tersebut, Rabu, 14 September 2022. “Berdayakan itu FKPPI dan segala macam, untuk tidak menerima penyampaian Effendi Simbolon.”

Pernyataan Dudung tersebut merespons Effendi Simbolon yang mempertanyakan ketidakhadiran KSAD dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR. Pernyataan Effendi kemudian merembet ke soal disharmoni di tubuh TNI terutama antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dengan Jenderal Dudung. Dia bahkan mengatakan sikap TNI melebihi ormas dan menggunakan kata gerombolan. “Jadi tidak ada kepatuhan,” kata Effendi.

Kontroversi Sebelumnya

Peristiwa ini melengkapi sederet kontroversi sebelumnya dari jenderal bintang empat kelahiran Bandung, 19 November 1965 itu. Publik masih belum lupa ketika November 2020, Dudung yang kala itu menjabat sebagai Pangdam Jaya memerintahkan anak buahnya mencopot baliho Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Shihab. Peristiwa ini terjadi saat Habib Rizieq hendak pulang dari Arab Saudi.

Sikap kerasnya kepada FPI berlanjut. Ketika itu sebagai Pangdam Jaya, Dudung dengan tegas meminta membubarkan organisasi yang dipimpin oleh Habib Rizieq itu bila diperlukan. :Jangan seenaknya sendiri, seakan akan dia paling benar. Tidak ada itu. Jangan coba-coba pokoknya. Kalau perlu FPI bubarkan saja itu. Bubarkan saja,” ucap Dudung.

Usai pernyataan Dudung tersebut, selang 10 hari kemudian, pemerintah kemudian membubarkan FPI melalui Surat Keputusan Bersama enam menteri dan kepala lembaga yang diumumkan pada Rabu, 30 Desember 2020.

Setelah perseteruan dengan FPI mereda, Dudung kembali disorot tak lama setelah dilantik menjadi Pangkostrad. Di depan para personel Yon Zipur 9 Kostrad dan Ibu Persit dalam kunjungan kerja di Bandung ia meminta para prajurit menghindari fanatik belebihan pada suatu agama.

“Bijaklah dalam bermain media sosial sesuai dengan aturan yang berlaku bagi prajurit. Hindari fanatik yang berlebihan terhadap suatu agama karena semua agama itu benar di mata Tuhan,” ucapnya.

Ucapannya itu menuai kritik. Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia KH M Cholil Nafis menyebut persepsi ‘semua agama benar’ adalah kurang tepat. “Dalam keyakinannya masing-masing pemeluk agama tetap yang benar hanya agama saya. Nah, dalam bingkai NKRI kita tak boleh menyalahkan agama lain apalagi menodai. Toleransi itu memaklumi bukan menyamakan,” tulis KH Cholil Nafis.

Dudung vs Effendi Simbolon

Kasus terakhir ini tentang komentar Dudung memberi perintah agar prajurit TNI AD bergerak merespons pernyataan anggota Komisi Pertahanan DPR Effensi Simbolon menjadi sorotan tajam publik. Aksi ini dinilai tak pantas dilakukan seorang KSAD.

Analis Militer dan Pertahanan, Connie Rahakundini menyayangkan sikap dan tindakan Jenderal Dudung dan Dispenad yang berbohong di hadapan publik terkait alasan gerakan dan reaksi para prajurit terhadap pernyataan anggota DPR, Effendi Simbolon.

“Ini jelas-jelas tidak spontan, kita dengarkan sendiri, ini diperintahkan oleh KSAD. Ini bukan kemarahan TNI, tetapi kemarahan Kepala Staf Angkatan Darat dan para personel angkatan Darat,” ujar Connie saat dikonfirmasi Inilah.com, Selasa (20/9/2022).

Connie menyayangkan karakteristik jiwa prajurit yang jujur dinodai oleh tindakan KSAD yang turut diperkuat oleh Dispenad yang mengatakan bahwa reaksi prajurit merupakan sebuah spontanitas. “Yang membuat saya merasa sedih, ini masuk ke ranah manusia yang disempurnakan, siapa mereka? Tentara dididik, dibina, dilatih untuk menjadi manusia sempurna. Kebohongan haram hukumnya,” sebutnya.

“Jadi pembelajaran, apakah dibenarkan seorang kepala staf menginstruksikan ini kepada anak buahnya yang otomatis diperintah. Padahal ini pelanggaran kalau dari hukum tentara,” tambah Connie.

Diketahui, Kepala Dinas Penerangan TNI AD Kolonel Arh Hamim Tohari menyebut video prajurit TNI yang beredar di tengah masyarakat merupakan reaksi spontan. “Video dari prajurit maupun masyarakat yang beredar mungkin saja terjadi sebagai reaksi spontan atas pernyataan seorang tokoh di ruang publik yang dianggap memancing kegaduhan,” jelas Hamim, Rabu, 14 September 2022.

Menurut Connie, sikap Jenderal Dudung merupakan pelanggaran dalam hukum militer. Dia terindikasi melakukan subordinasi mengerahkan prajurit tanpa izin Panglima TNI dan Presiden selaku Panglima Tertinggi. “Panglima Tertinggi (Presiden Jokowi) harus menindak Dudung sebagai kepala staf. Dia tak boleh menyalahgunakan kewenangannya, penggunaan (kekuatan pasukan) ini untuk membuat gerakan,” ujarnya.

Tindakan Dudung, lanjut Connie, menunjukkan Dudung sebagai KSAD tidak memahami komando di TNI. “Apakah KSAD tahu atau tidak, penggunaan itu tidak ada di tangan beliau itu di tangan Panglima TNI dan Presiden sebagai Panglima Tertinggi. Itu pun atas izin Kemenhan dan Komisi I,” tambahnya.

Sementara Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai tindakan Jenderal Dudung Abdurachman yang mengarahkan anggotanya untuk merespons pernyataan anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon, bertentangan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum.

Dalam rapat dengar pendapat Komisi I bersama Kementerian Pertahanan dan Panglima TNI Effendi melontarkan isu disharmoni di tubuh TNI. Menurut mereka, pernyataan Effendi bersifat konstitusional dan dijamin Undang-Undang. Hal ini juga menjadi bagian dari fungsi pengawasan Komisi I yang salah satu mitranya adalah TNI.

“Tindakan KSAD atas pandangan seorang anggota DPR merupakan bentuk pembangkangan terhadap otoritas sipil. Tindakan itu tidak dibenarkan dengan dalih apapun. Sikap tersebut adalah cermin dari tentara berpolitik dan tidak menghormati supremasi sipil, bukan tentara profesional,” kata Koalisi Sipil dalam pernyataan tertulisnya.

Koalisi yang terdiri dari 17 LSM ini mendesak DPR dan Presiden segera mengevaluasi Jenderal lulusan Akademi Militer (Akmil) 1988 itu. Menurut mereka, sikap Dudung merupakan bentuk pembangkangan terhadap otoritas sipil.

Polah Jenderal Dudung terakhir ini menuai reaksi cukup keras hingga desakan mengevaluasi posisinya. Hal ini mengingat sebagai KSAD, dirinya ditugaskan melakukan pembinaan dan kesiapan operasional AD sesuai dengan pasal 16 UU 34/2004 tentang TNI.

Dalam pasal 16, tugas kepala staf, memimpin angkatan dalam pembinaan kekuatan dan kesiapan operasional angkatan serta membantu panglima dalam penggunaan komponen kekuatan. Kepala staf sesuai fungsinya melakukan pembinaan bukan penggunaan kekuatan. Memerintahkan para pamen, para pati yang kita dengar dari intruksinya sudah masuk kepada penggunaan kekuatan.

Kini sudah menjadi tugas Panglima Tertinggi, Menteri Pertahanan, Panglima TNI serta tiga kepala staf angkatan TNI menetralkan situasi demi kondusivitas bangsa dan mengembalikan TNI sebagai angkatan bersenjata yang bisa melindungi setiap WNI dan bangsa. Jangan sampai pula kehebohan seperti ini mengganggu kepercayaan rakyat mengingat sejumlah hasil survei menyatakan bahwa TNI merupakan lembaga negara paling dipercaya saat ini.

Lalu apakah kontroversi dan kehebohan Jenderal Dudung bakal berhenti? Sepertinya tidak. Ini melihat rekam jejaknya yang kerap menuai kontroversi sejak menjabat Pangdam Jaya. Kecuali anak Bandung ini mau mengubah sikap lebih bijaksana dan berhati-hati dalam memberikan pernyataan di hadapan publik.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button