News

Jalan Sesat Kominfo Soal Penghentian Siaran Televisi Analog

Rabu, 26 Okt 2022 – 19:02 WIB

Jalan Sesat Kominfo Soal Penghentian Siaran Televisi Analog - inilah.com

Yogi Hadi Ismanto, Direktur PT Lombok Nuansa Televisi atau Lombok TV (kanan) dan Gede Aditya Pratama, Kuasa Hukum Lombok TV (kiri). (Foto: Inilah.com/Ahmad Munjin)

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) bakal menghentikan siaran televisi analog alias analog switch off (ASO) pada Rabu (2/11/2022) secara bertahap. Padahal, dasar penghentian tersebut, yakni pasal 81 ayat 1 Peraturan Pemerintah No 46/2021 diputus oleh Mahkamah Agung (MA) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat pada 28 Juli 2022.

“Konsekuensinya, ASO merupakan perbuatan melawan hukum dari pemerintah. Sebenarnya, putusan Mahkamah Agung itu langsung berlaku. Ini kan sudah dinyatakan bahwa norma mengenai sewa slot multipleksing itu sudah dinyatakan tidak berlaku dan tidak memiliki kekuatan hukum. Harusnya pemerintah setop, tidak ada lagi yang namanya bersiaran dengan cara sewa slot,” kata Gede Aditya Pratama, Kuasa Hukum PT Lombok Nuansa Televisi (Lombok TV) saat jumpa media di Jakarta, Rabu (26/10/2022).

Dengan berlakunya ASO, menurut Gede, seharusnya tak ada lagi TV yang bisa bersiaran secara analog. “Tetapi di saat bersamaan, TV eksisting yang bukan penyelenggara multipleksing juga tidak bisa bersiaran digital. Sebab, mereka tidak dapat menyewa slot multipleksing dari penyelenggara multipleksing akibat Putusan MA tersebut,” timpal dia.

Dengan putusan MA tersebut, sambung dia, Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) baik pemegang Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) digital maupun IPP analog yang bukan penyelenggara multipleksing tidak dapat lagi melakukan siaran digital.

Sebelumnya, Kominfo telah menetapkan lima grup LPS sebagai penyelenggara multipleksing (MUX) untuk implementasi ASO. Kelima LPS adalah Media Group, Surya Citra Media (SCM), Trans, Media Nusantara Citra (MNC) dan Rajawali Televisi (RTV).

Akibat dari pemberlakuan ASO, lanjut Gede, televisi analog tidak dapat bersiaran. Pada saat yang sama, bersiaran digital pun, juga tidak bisa karena tidak dapat menyewa slot multipleksing lagi.

“Yang bisa bersiaran hanya penyelenggara multipleksing di wilayah siarannya saja yang ditetapkan sebagai penyelenggara MUX. Di tempat lain, di wilayah siaran lain di Indonesia yang dia tidak ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing bagaimana? Ya enggak bisa juga,” tukas Gede.

Kondisi itu, kata dia, jelas merugikan semua pihak. “Saya yakin baik dari pihak televisi swasta nasional maupun televisi lokal, saya yakin dengan adanya putusan MA ini, mereka akan mengerucut sama, bahwa sebaiknya ASO ini dilaksanakan setelah adanya revisi Undang-Undang Penyiaran atau Undang-Undang Cipta Kerja,” tuturnya.

Gede menjelaskan, Pasal 81 ayat (1) PP Nomor 46/2021 sudah dibatalkan oleh MA. “Sehingga, dengan dibatalkannya ayat 1, maka otomatis ayat 3 menjadi kehilangan norma hukum dan tidak dapat diterapkan,” ucapnya.

Sementara Yogi Hadi Ismanto, Direktur Lombok TV merespons terkait langkah hukum yang akan ditempuh bila Pemerintah tetap melaksanakan ASO tanpa terlebih dulu merevisi UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja dan mengabaikan Putusan MA. “Jangan berandai-andai dulu, kami belum memikirkan langkah hukum berikutnya,” ucapnya.

Akan tetapi, Yogi mengutip Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro yang pada Selasa (2/8/2022) menyatakan, “Pada dasarnya semangat dari UU Cipta Kerja adalah menciptakan iklim usaha yang pasti, kondusif dan adil bagi seluruh pelaku usaha. Namun, PP No 46/2021 sebagai peraturan pelaksana dari UU Penyiaran juncto UU Cipta Kerja malah menciptakan ketidakpastian, kekacauan dan diskriminasi bagi pelaku usaha penyiaran televisi, karena PP No. 46/2021 telah mengatur hal-hal yang bertentangan dengan UU Penyiaran juncto UU Cipta Kerja yaitu soal penyewaan slot multipleksing.”

Jadi, dia menegaskan, kalau pemerintah memaksakan ASO tanpa terlebih dahulu merevisi UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja, hal tersebut bertentangan dengan semangat UU Cipta Kerja  yang menjamin kepastian, keadilan, dan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi seluruh pelaku usaha.

“Setidaknya ASO harus ditunda, menunggu revisi UU Penyiaran yang masuk Prolegnas Prioritas 2023 atau revisi UU Cipta Kerja sebagaimana diamanatkan oleh MK,” imbuhnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button