Market

Iuran Tapera Dikumpulkan untuk Amankan Kas Negara, Anak Buah Sri Mulyani ‘Ngeles’ Begini


Ketika penerimaan negara sedang seret, Presiden Jokowi tiba-tiba meneken PP 21/2024 yang isinya merevisi PP 25/2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), pada 20 Mei 2024. Apakah ini cara negara menyedot uang rakyat demi menyelamatkan anggaran atau APBN?

Direktur Sistem Manajemen Investasi, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Saiful Islam buru-buru membantahnya. Program Tapera tidak ada kaitannya dengan kemampuan pemerintah dalam menggenjot penerimaan pajak.

“Simpanan peserta Tapera tidak digunakan untuk kegiatan pemerintah, dan dana Tapera tidak masuk dalam APBN,” kata saiful, Jakarta, Jumat (31/5/2024).

Saiful menambahkan, UU Tapera sudah disepakati antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2016. Sehingga terlalu berlebihan jika dikaitkan dengan penerimaan negara.

“Kita ingin pastikan program Tapera ini bukan program baru ini, jadi ini program ditetapkan tahun 2016 terkait perumahan,” paparnya.

Pemerintah, kata Saiful justru membantu menambah dana untuk memenuhi ketersediaan perumahan melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

“Sementara Tapera, simpanan masuk by NIK by Address dan historical dari masing-masing dana tersebut,” pungkasnya.

Aturan Tapera diterbitkan Jokowi bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional ini, menimbulkan penolakan di mana-mana. Kaum pekerja dan buruh yang gajinya pas-pasan. kompak dengan pengusaha pun kompak menyuarakan penolakan.

Alasannya sederhana, baik pekerja maupun pemberi kerja (pengusaha) bebannya sudah berat karena harus menanggung iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Mulai 2027, 3 persen dari pendapatan pekerja dan buruh yang sesuai Upah Minimum Regional (UMR) dipotong 3 persen.

Di mana, sebesar 2,5 persen ditanggung pekerja dan buruh, sisanya yang 0,5 persen ditanggung perusahaan atau pemberi kerja. Sedangkan pekerja mandiri atau freelancer tetap wajib membayar iuran Tapera 3 persen secara mandiri.

Wajar jika pekerja, buruh dan pengusaha keberatan dengan program Tapera. Saat ini, beban iuran ketiganya sudah berat untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, program Tapera tidak bisa meyakinkan pekerja atau buruh bisa memiliki rumah setelah pensiun.

 

Back to top button