Hangout

Main Lato-lato Haram? Ini Penjelasannya dalam Islam

Bermain lato-lato tengah digandrungi di Indonesia khususnya di kalangan anak-anak. Saking merasuknya permainan ini, orang yang sedang bermain lato-lato hampir selalu dijumpai di setiap lingkungan. Di kalangan anak-anak, pihak sekolah melarang siswa membawa permainan itu ke lingkungan sekolah.

Di Cirebon, Jawa Barat, misalnya, terhitung sejak Senin, 9  Januari 2023, Dinas Pendidikan (Disdik) kabupaten setempat, menerbitkan surat edaran terkait larangan membawa permainan lato-lato ke sekolah dikarenakan suara yang ditimbulkan bising serta membahayakan bila terlepas.

Pelarangan ini menimbulkan kontroversi  di masyarakat dalam menyikapinya. Bahkan simpang siur dan mengaitkannya dengan hukum Islam. Lantas bagaimana  Islam melihat permainan lato-lato ini?

Perlu diketahui, Islam mengatur semua tindak tanduk manusia. Termasuk aktivitas permainan lato-lato yang terlihat remeh. Namun demikian, tindakan manusia dalam bingkai Islam diklasifikasi menjadi dua, pertama, bersifat ibadah. Kedua bersifat muamalah.

Sementara itu, lato-lato masuk kategori muamalah, yang kaidah umumnya dalam aktivitas muamalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkannya, sebagaimana Imam al-Syaukani menjelaskan dalam kitab Fathul Qadir [1/64]:

“Sesungguhnya hukum asal dari segala ciptaan adalah mubah, sampai tegaknya dalil yang menunjukkan berubahnya hukum asal ini.”

Dengan demikian permainan lato-lato hukumnya boleh, tetapi yang perlu digaris bawahi adalah kebolehan itu terletak pada permainan itu sendiri, bukan pada dampaknya. Dengan kalimat lain, hukum lato-lato bisa saja berubah jika memiliki efek buruk semisal melalaikan salat atau membuat orang terganggu dan bahkan ada unsur judinya.

Syekh Musthafa al-Bugha mengatakan bahwasanya semua permainan yang dibangun atas dasar berpikir maka hukumnya boleh. Hanya saja, kebolehan dalam hukum bermain bisa saja berubah menjadi makruh apa bila mengandung efek (buruk), (Fiqhul Manhaji ala Mazhabil Imam asy-Syafi’i, 8/166). 

Selaras dengan di atas, Imam al-Suyuthi menyitir hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Sirrin menyebutkan, bahwa segala permainan yang mengandung taruhan, berdiri, dan berteriak atau keburukan, maka termasuk perjudian, sebagaimana ditegaskan dalam kitab al-Dur al-Mantsur fi Tafsir bil-Ma’tsur [3/170].

“Diriwayatkan oleh Ibnu Abi al-Dunya dan Abu Syaikh dari Ibnu Sirin, beliau berkata: permainan yang di dalamnya mengandung (disyaratkan dari pihak yang menang atau kalah) taruhan, berdiri, berteriak, keburukan maka termasuk perjudian.”

Dari hadis di atas bisa diperas nilainya bahwasanya yang dilarang dari permainannya bukanlah permainan itu sendiri, melainkan dampak efeknya semisal mengganggu orang lain baik lantaran berteriak maupun lainnya. Senapas dengan itu, hadis Nabi Muhammad SAW yang sangat umum bahwa mengganggu diri (apa lagi) orang lain dilarang, baik lantaran permainan maupun lainnya.

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain”. (HR: Ibnu Majah dan al-Daraquthni)

Oleh karena itu, bagi para gamer lato-lato boleh saja memainkannya dengan catatan tidak mengandung taruhan, melalaikan kewajibannya apa lagi kewajiban syariat semisal belajar dan salat, dan mengganggu orang lain. Apa lagi saat ada orang sakit gigi, karena bunyi yang ditimbulkan dari benturan lato-latonya lumayan kencang. Jika sampai ada unsur-unsur di atas maka hukum main lato-lato menjadi makruh bahkan haram, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Terkait dengan aturan yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Cirebon tentang larangan membawa lato-lato ke sekolah, berbagai alasan yang diajukan harus dipahami secara proporsional. Pertama, yang dilarang adalah bukan bermain lato-lato secara mutlak melainkan membawa (dan memainkan) lato-lato di sekolah.

Selain jam itu, sudah dipasrahkan seutuhnya kepada pribadi anak/walinya. Pihak Dinas Pendidikan sama sekali tidak melarangnya, silahkan bermain! Jadi, jangan terlalu lebay bagi yang kontra dengan aturan tersebut seolah-olah Dinas Pendidikan melarang selamanya di mana dan kapan pun, tidak!

Kedua, larangan itu diberlakukan demi kondusifitas dan keamanan anak saat jam pelajaran (sekolah). Ini artinya, sudah menjadi kewajiban pihak Dinas Pendidikan untuk memperhatikan pendidikan bangsa, yang mencakup segala situasi dan kondisi sekolah termasuk melarang membawa lato-lato (bermain) ke atau di sekolah selama jam pelajaran.

Terakhir, seharusnya Dinas Pendidikan konsekuen dengan aturan yang dibuat, dalam hal ini adalah membawa lato-lato, bahwasanya jangan hanya melarang membawa lato-lato melainkan segala hal yang sekiranya mengganggu terhadap kondusifitas pelajaran, termasuk HP, dll.[mohammad soleh shofier, islam.co]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button