News

WN China Ditangkap Imigrasi Usai Berbisnis Ponsel HDC di Bali

Aparat kantor Imigrasi Denpasar menahan seorang warga negara asing (WNA) asal China yang memasarkan telepon seluler (ponsel) palsu alias Handphone Copy Draw (HDC) di Bali.

“Yang melapor kepada kami itu baru satu orang pekerja konter ponsel,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali Anggiat Napitupulu di Denpasar, Senin (11/9/2023).

WNA China bernama Chen Yutong itu ditahan untuk menjalani pemeriksaan mendalam di ruang detensi Kantor Imigrasi Denpasar pada Kamis (31/8/2023) setelah ditangkap di Jakarta pada Selasa (29/8/2023).

Imigrasi menangkap pelaku setelah sebelumnya sempat buron. Namun Imigras langsung berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi di Jakarta untuk melacak keberadaan pelaku.

Pria 50 tahun asal Provinsi Zhejiang, China itu memasarkan 10 ponsel pintar salah satu merek ternama namun mesin di dalam ponsel itu menggunakan merek lain. Satu unit ponsel dijual miring yakni dengan harga Rp5 juta.

Dalam menjalankan aksinya, ia menyasar satu per satu toko pulsa dan ponsel di Denpasar dan menipu satu orang pekerja konter ponsel.

Berdasarkan data Imigrasi, Chen masuk Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta Jakarta pada 8 April 2023.

Ia masuk ke Indonesia menggunakan visa kunjungan namun ternyata pelaku menjual ponsel palsu.

Setelah tiba di Jakarta, ia kemudian terbang ke Bali untuk berlibur sekaligus melakukan penipuan dengan menjual ponsel canggih palsu.

Sedangkan izin tinggal pelaku sudah habis pada 5 Agustus 2023 dan belum pernah melakukan perpanjangan izin tinggal selama di Indonesia.

“Pelaku tidak bisa berbahasa Indonesia dan Inggris jadi dalam menjalankan aksinya dia menggunakan penerjemah google,” imbuhnya.

Imigrasi Denpasar sudah menyerahkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada Kejaksaan Negeri Denpasar untuk mendalami kasus penipuan WNA China itu.

Pihaknya menjerat Chen dengan pasal 122 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman pidana penjara selama maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp500 juta.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button