Market

Indonesia tak Menarik Lagi, Duit Asing Rp21,46 Triliun Minggat dalam Sepekan

Dalam sepekan, Bank Indonesia (BI) mencatat modal asing minggat dari Indonesia sebesar Rp21,46 triliun. Dana itu ‘mencelat ‘ dari pasar keuangan domestik, yakni dari pasar surat berharga negara (SBN) dan pasar saham.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menyatakan, aliran modal asing yang hengkang itu, terdiri dari pasar SBN sebesar Rp10,87 triliun dan dari pasar saham Rp10,60 triliun. “Dengan demikian, secara keseluruhan tercatat aliran modal asing keluar bersih Rp20,80 triliun di pasar SBN dan aliran modal asing masuk bersih Rp28,30 triliun di pasar saham sejak 1 Januari sampai 9 Maret 2022,” kata Erwin, Jumat (11/3/2022).

Sementara itu, premi risiko investasi atau credit default swap (CDS) Indonesia 5 tahun turun ke level 106,04 basis poin (bps) per 10 Maret 2022 dari 114,91 bps per 4 Maret 2022, sejalan dengan meredanya sentimen risk off di pasar keuangan global. Sedangjkan kurs dibuka pada level (bid) Rp14.270 per dolar AS pada Jumat pagi, menguat dari level Rp14.275 per dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (10/3/2022). Sementara dolar AS turut menguat ke level 98,51.

Selain itu, imbal hasil alias yield SBN Indonesia tenor 10 tahun stabil pada level 6,72 persen. Adapun, imbal hasil tersebut masih cukup jauh dari yield obligasi AS tenor 10 tahun yang tercatat naik ke level 1,986 persen.

Kepada Inilah.com, Jumat (11/3/2022), Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira membeberkan sejumlah analisa kenapa dana asing super jumbo meninggalkan Indonesia. Untuk saat ini, para pemilik duit asing sangat mempertimbangkan faktor resiko dari perang Rusia-Ukraina yang terus meningkat. “Sehingga banyak yang menarik dananya dari instrumen SUN,” ungkap Bhima.

Di pasar modal, lanjut Bhima. investor asing lebih tertarik masuk ke saham-saham berbasiskan komoditas, sebagai efek naiknya harga minyak mentah dan batu bara. “Namun demikian, kebijakan seperti DMO di sawit dan batubara, mungkin bisa menjadi penghambat laju net inflow, jika pemerintah memperbesar kuota penuhi alokasi di dalam negeri,” ungkapnya.

Faktor lain, lanjut Bhima, volatilitas masih bisa terjadi di pasar keuangan, khususnya menjelang pengumuman penyesuaian suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed). “Apakah The Fed akan lakukan tapering off secara signifikan. Nah, berita ini yang sedang ditunggu investor global,” pungkasnya.

Ke depan, lanjutnya, Bank Indonesia (BI) segera melakukan penyesuaian suku bunga. Sehingga risiko yang naik, bisa terkompensasi dengan kupon Surat Berharga Negara (SBN) yang dikerek tinggi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button