News

Indeks Persepsi Korupsi Anjlok, Pemerintah Harus Turun Tangan Benahi Sistem

Minggu, 05 Feb 2023 – 02:25 WIB

Kpk Lukas Enembe

Mungkin anda suka

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan. (foto: Inilah.com)

Pegiat antikorupsi Aulia Postiera menanggapi perihal indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia 2022 yang mengalami penurunan. Dia menilai hal tersebut perlu menjadi sorotan pemerintah.

Aulia menjelaskan ada 11 bentuk korupsi yang diukur oleh Transperancy International Indonesia (TII) untuk menentukan IPK.

Adapun 11 bentuk korupsi yang dimaksud Aulia ialah suap, penyalahgunaan dana publik, impunitas, kemampuan pemerintah memberantas korupsi dan menegakkan integritas yang efektif di sektor publik, serta birokrasi dan beban birokrasi yang berlebihan sehingga dapat meningkatkan peluang korupsi.

Bentuk korupsi lainnya adalah penunjukkan meritokratis versus nepotistik dalam badan publik, penuntutan pidana yang efektif untuk pejabat korup, undang-undang tentang pengungkapan keuangan dan pencegahan konflik kepentingan pejabat publik, serta perlindungan bagi pelapor, jurnalis, dan penyelidik yang melaporkan kasus suap dan korupsi.

Lebih lanjut, dia menambahkan, kebijakan publik dan kepentingan pribadi, serta akses masyarakat sipil ke informasi tentang urusan publik juga merupakan bentuk korupsi yang dipertimbangkan TII.

“Terdapat 11 bentuk korupsi yang diukur dalam CPI (Corruption Perception Index), yang secara umum terkait dengan penegakan hukum, demokrasi (ruang kebebasan sipil) dan korupsi pada sektor politik dan bisnis,” kata Aulia kepada Inilah.com, Sabtu (4/2/2023).

Dia menegaskan IPK Indonesia yang turun empat poin pada 2022 ini merupakan yang terburuk dalam 20 tahun terakhir

“Seharusnya hal ini menjadi concern pemerintah untuk segera melakukan perbaikan-perbaikan di berbagai sektor,” tambah mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Dia menilai pemerintah bisa melakukan beberapa langkah untuk meningkatkan IPK seperti perbaikan dan penerapan prinsip-prinsip antikorupsi pada sistem politik, serta penegakan aturan konflik kepentingan antara pejabat.

“Dalam hal demokrasi, saya sependapat dengan rekomendasi dari TII, bahwa pemerintah seharusnya menjamin kebebasan sipil dan membuka ruang aspirasi publik dalam penyusunan regulasi hingga implementasi pembangunan,” tutur Aulia.

“Selain itu, perbaikan pada sektor penegakan hukum adalah hal yang mutlak harus dilakukan. Penegakan hukum yang transparan dan berkeadilan menjadi kunci utama keberhasilan pemberantasan korupsi,” tandas dia.

Sebelumnya, TII merilis IPK Indonesia yang menunjukkan kemerosotan empat poin dari 38 di tahun sebelumnya menjadi 34 pada 2022.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button