Saturday, 28 June 2025

IDAI: Angka Anak Penderita Asma Terus Meningkat, tapi Fasilitas Kesehatan Minim

IDAI: Angka Anak Penderita Asma Terus Meningkat, tapi Fasilitas Kesehatan Minim


Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan keprihatinannya atas tren peningkatan kasus asma pada anak di Indonesia, di tengah keterbatasan fasilitas kesehatan dan akses terhadap pengobatan yang memadai.

Hal ini diungkap Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI, Dr. Wahyuni Indawati. Ia menyebutkan, jumlah penderita asma secara global terus bertambah dan memicu tingginya angka kematian.

“Angka pengidap asma bervariasi di tiap negara, tetapi diperkirakan sekitar 20 persen. Secara absolut, jumlah ini bisa mencapai 300 juta orang di seluruh dunia,” ujar Wahyuni dalam temu media secara daring, Jumat (30/5/2025).

Wahyuni menambahkan sebagian besar kasus asma justru terjadi di negara-negara maju, dan penyakit ini menyumbang angka kematian yang cukup besar secara global setiap tahunnya.

Menurut data dari World Health Organization (WHO) dan Global Asthma Network, jumlah penderita asma mencapai 300 juta, diperkirakan akan melonjak menjadi 400 juta orang pada tahun 2025.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), sekitar 8,5 persen dari total populasi atau kurang lebih 12 juta orang menderita asma.

“Kalau kita lihat berdasarkan kelompok usia, memang kelihatannya angkanya kecil, kurang dari 5 persen. Tapi jika dikalikan dengan jumlah penduduk anak-anak di Indonesia, hasilnya tetap signifikan,” jelas Wahyuni.

Selain itu, Wahyuni juga menyoroti pasien anak dengan asma berisiko tinggi mengalami kekambuhan, bahkan mencapai angka 50 persen.

“Ditambah lagi bahwa pada pasien-pasien dengan asma ini seringkali terjadi kekambuhan atau relapse, yang angkanya juga cukup tinggi, bisa mencapai sampai dengan 50 persen,” paparnya.

Sayangnya, tantangan tidak berhenti pada tingginya angka kasus saja. Ketersediaan obat-obatan khusus untuk asma seperti inhaler atau obat hirup juga dinilai masih minim.

Wahyuni menyebutkan distribusi obat tersebut belum merata, sehingga memperburuk risiko kematian akibat serangan asma yang tidak tertangani dengan cepat.

“Kita tahu bahwa obat-obat asma ini terutama adalah obat-obat yang memiliki spesifikasi khusus, yaitu obat-obat yang berupa hirupan. Nah ini seringkali akses terhadap obat-obat tersebut tidak merata, sehingga berpengaruh terhadap tingginya angka kematian akibat asma,” katanya.

Harris Muda