Kanal

Harga CPO Naik Terus, Minyak Goreng Diramal Makin Mahal Hingga Akhir Tahun

Kalangan pedagang gorengan (UMKM), pemilik warung dan ibu rumah tangga harus lebih sabar menghadapi kenaikan harga minyak goreng. Apalagi kenaikan ini bakal terjadi hingga akhir tahun.

Direktur TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim memprediksikan, harga CPO di pasar global bakalan terus naik. Berdampak pula kepada kenaikan harga minyak goreng. Karena CPO adalah bahan baku utama minyak goreng.  

Menurutnya, ada dua faktor utama yang memantik kenaikan harga CPO. “Pertama, krisis energi berdampak kepada tingginya harga minyak dunia. Dampaknya CPO ikut naik. Kedua, belum seimbangnya supply and demands. Lebih banyak permintaan,” kata Ibrahim.

Menjelang natal dan tahun baru, kata dia, biasanya berdampak kepada kenaikan permintaan. Alhasil harga CPO diekspektasikan masih akan mengalami penguatan hingga RM5.400 per ton, sampai akhir tahun.

Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategi (PIHPS) Nasional, Kamis (4/11/2021), harga minyak goreng kemasan bermerek 1 tembus Rp18.050 per kg. Naik Rp200 per kg dibanding akhir Oktober (26/10/2021),

Kenaikan harga minyak goreng ini, dipicu harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang meroket. Lantaran harga di pasaran cukup tinggi, industri sawit lebih tertarik menggenjot ekspor, ketimbang menjualnya di dalam negeri.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan mengakui, kenaikan harga minyak goreng dalam negeri, lebih banyak dipengaruhi perkembangan harga CPO di pasar global.

Dia meminta para pengusaha sawit lebih mengutamakan pasokan domestik, ketimbang ekspor.  “Pada dasarnya pemerintah lebih mengutamakan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri. Ekspor tidak ditutup, tapi mengutamakan kebutuhan dalam negeri,” ujar Oke.

Dia memastikan, hingga saat ini, kebutuhan minyak sawit di dalam negeri sudah terpenuhi. Karena itu, belum ada rencana pengurangan jatah ekspor CPO untuk dialihkan ke kebutuhan domestik.

Menurut Oke, mekanisme yang sudah ada saat ini sudah bisa memenuhi kebutuhan minyak sawit dalam negeri. Produksi sawit nasional pada 2020, mencapai 48 juta ton. Dari situ, kebutuhan domestik mencapai 20 juta ton dengan rincian biodiesel 10 juta ton, minyak goreng sekitar 5 juta ton, lainnya 5 juta ton. “Selama ini kebutuhan domestik selalu terpenuhi, jadi belum mengurangi jatah ekspor,” kata Oke.

Mengutip data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi CPO pada 2019 sebanyak 47,18 juta ton. Pada 2020 turun tipis menjadi 47,03 juta ton, dan proyeksi akhir tahun ini 47,47 juta ton atau naik 0,39 persen.

Untuk kebutuhan domestik seperti sektor makanan termasuk minyak goreng, kosmetik, industri oleokimia, dan biodiesel, realisasi pada 2019 mencapai 16,747 juta ton. Sedangkan pada 2020 naik menjadi 17,349 juta ton, dan di akhir tahun ini diprediksi menjadi 18,673 juta ton atau naik 7,63 persen.

Sementara jumlah minyak sawit yang diekspor menunjukkan masih lebih besar ketimbang domestik secara total, meski trennya terus turun dari tahun ke tahun. Pada 2019, ekspor minyak sawit yang di dalamnya termasuk CPO, refined (seperti minyak goreng), lauric, biodiesel, dan oleokimia mencapai 37,43 juta ton.

Pada 2020, total ekspor minyak sawit beserta turunannya berkurang menjadi 34 juta ton, dan pada akhir tahun ini ekspor diperkirakan naik 1,2 persen menjadi 34,43 juta ton.

Proyeksi kenaikan ekspor minyak sawit tahun depan dipengaruhi oleh produk turunannya seperti refined 25,5 juta ton atau bakal naik 21 persen dibandingkan 2020, biodiesel naik menjadi 127 ton atau 299 persen, dan oleokimia naik menjadi 4,09 juta ton atau 5,75 persen.

Untuk ekspor CPO, GAPKI justru memproyeksikan akan turun di akhir tahun. Data menunjukkan, ekspor CPO pada 2019 sebesar 7,39 juta ton, pada 2020 turun menjadi 7,17 juta ton. Hingga akhir tahun ini, diperkirakan hanya 3,27 juta ton atau 54,37 persen.

Penurunan jatah ekspor CPO ini, sejalan dengan perintah Jokowi yang ingin minyak sawit lebih banyak diolah di dalam negeri ketimbang diekspor.

Harga CPO untuk pengiriman Januari 2022 di Bursa Derivatif Malaysia, berada di level RM4.970 per ton. Mengalami kenaikan dibandingkan September 2021 yang mencapai RM4.500-an per ton.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button