Market

Harga CPO 2022 Diramalkan US$1250/Ton, Siap-siap Minyak Goreng Semakin Mahal

Tahun ini, harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), rata-rata di atas US$1.000 per ton. Harga minyak goreng sudah mahal. Tahun depan harga CPO diprediksi naik signifikan hingga US$1250/ton. Siap-siap minyak goreng tambah mahal.

Togar Sitanggang, Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) harga CPO masih akan tinggi sampai dengan semester 1 Tahun 2022. Togar memprediksi, harga CPO berkisar US$1.000–US$1.250 per ton sepanjang 2022.

Dorab Mistri, analis komoditas Godrej International Limited, mengatakan, operasional perkebunan sawit di Malaysia akan mulai normal pada 2022. Masalah kekurangan tenaga kerja yang disebabkan pandemi COVID-19 bakal teratasi pada awal 2022. Alhasil, produksi CPO Malaysia diperdiksi meningkat dari 18 juta ton (2021) menjadi 19 juta ton pada 2022. “Akan tetapi, efek tenaga kerja terhadap produksi baru akan terasa pada kuartal dua tahun 2022,” ungkap Dorab.

Selain Malaysia, Dorab meramalkan, produksi CPO di Indonesia mengalami kenaikan 1 juta ton pada 2022. Dari sisi permintaan, terjadi peningkatan permintaan terhadap sumber energi. Permintaan terhadap energi naik pada 2021/2022 sebanyak 2 juta ton. “Permintaan terhadap energi akan terus mengalami kenaikan 2 juta ton pada tahun 2021/2022,” ungkap Dorab.

Menurutnya, penggerak utama pertumbuhan energi ada biodiesel. Permintaan terhadap minyak nabati untuk makanan juga naik tiga juta ton setiap tahun. Pada saat pandemi COVID-19, permintaan tersebut turun dua juta ton. Akan tetapi, permintaan mengalami peningkatan dua juta ton pada saat ini.

Satu pemahaman dengan Dorab, CEO Oil World Thomas Milke memprediksi, produksi CPO Indonesia mengalami penimgkatan 1,7juta-1,9 juta ton pada 2022. Namun begitu, kenaikannya tidaklah sebesar pada 2018. Dengan kata lain, pertumbuhan produksi CPO sempat stagnasi selama 2 tahun.

Selain CPO, produksi minyak nabati lainnya juga diperdiksi meningkat. Pada tahun 2022, produksi minyak nabati dunia naik 25 juta ton dengan mencatatkan rekor sebesar 611 juta ton.

Sementara, James Fry dari LMC International mengatakan, pandemi COVID-19 yang menghantam China dan India sejak 2020, mengakibatkan penurunan permintaan minyak nabati. Akan tetapi permintaan terhadap minyak nabati kembali pulih pada 2021/2022. “Hal ini terjadi karena permintaan terhadap minyak nabati lebih kuat dibanding yang diperkirakan. Sedangkan produksi minyak nabati dalam negeri tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan,” imbuhnya.

James memprediksikan, harga CPO dengan menganalisa data Oceanic Nino Index (ONI). Fry melihat adanya kemiripan antara grafik ONI dengan grafik perubahan produksi CPO Indonesia. Menurut analisis dia, peningkatan grafik ONI berkorelasi positif dengan pertumbuhan produksi CPO.

Berdasarkan plotting pertumbuhan CPO di Indonesia dan Malaysia dari tahun ke tahun, serta perubahan kumulatif pada produksi sejak akhir 2019, dan awal pandemi pada 2020, James menyimpulkan, diperlukan 12 bulan sebelum produksi minyak sawit Asia Tenggara dapat melampaui produksinya di akhir 2019.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button