Saturday, 28 June 2025

Hampir Seperempat Pemilih AS Lebih Mendukung Hamas Ketimbang Israel

Hampir Seperempat Pemilih AS Lebih Mendukung Hamas Ketimbang Israel


Sebuah survei baru yang dilakukan Pusat Kajian Politik Universitas Harvard dan lembaga survei The Harris Poll mengungkapkan, hampir seperempat pemilih Amerika lebih mendukung kelompok bersenjata Hamas daripada Israel dalam perang di Gaza.

Jajak pendapat yang dilakukan antara 15-16 Januari 2025, mengambil sampel 2.650 pemilih terdaftar. Dukungan terhadap Hamas dari pemilih AS ini cukup mengagetkan mengingat kelompok bersenjata di Palestina tersebut telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Departemen Luar Negeri AS.

Survei tersebut, mengutip The New Arab (TNA), mengungkap adanya perpecahan yang mencolok dalam opini publik Amerika, khususnya lintas partai. Di kalangan Demokrat, 75 persen menyatakan dukungan untuk Israel, sementara 25 persen lebih cenderung mendukung Hamas. Sementara pemilih Partai Republik menunjukkan dukungan yang sangat besar terhadap Israel, dengan 81 persen setuju, sedangkan 19 persen masih menyatakan dukungan terhadap Hamas. 

Ini berarti jika digabung dua partai itu hampir seperempat pemilih mendukung Hamas. Apalagi dukungan untuk Hamas lebih menonjol di kalangan pemilih muda berusia 25 hingga 34 tahun. Sekitar sepertiga responden dari kelompok ini lebih menyukai Hamas daripada Israel. 

Jajak pendapat Harvard dan Harris juga menemukan bahwa banyak warga Amerika memuji pemerintahan mantan Presiden Donald Trump karena menjadi perantara perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

Mayoritas responden (57 persen) meyakini upaya diplomatik Trump menjadi pendorong gencatan senjata, dibandingkan dengan 43 persen yang menganggap Presiden Biden sebagai tokoh utama dalam kesepakatan itu. Perpecahan ini lebih relevan di kalangan pemilih Republik, dengan 84 persen mengaitkan gencatan senjata dengan negosiasi Trump, sementara hanya 25 persen Demokrat yang setuju.

Pendekatan Trump terhadap konflik Israel-Palestina sering kali ditandai dengan dukungan kuat terhadap kebijakan Israel, termasuk keputusan pemerintahannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Dalam sebuah pernyataan setelah gencatan senjata, ia menggambarkan perjanjian tersebut sebagai langkah pertama menuju perdamaian abadi di Timur Tengah. Namun, warisannya di Timur Tengah juga mencakup kebijakan yang telah banyak dikritik, seperti keputusannya untuk secara sepihak mencabut sanksi terhadap kelompok pemukim Israel di Tepi Barat yang diduduki.

Tim transisi Trump juga dilaporkan telah melontarkan gagasan mendeportasi warga Palestina di Gaza ke Indonesia sebagai bagian dari upaya rekonstruksi di wilayah kantong tersebut dalam rencana pascaperang.

M Dindien Ridhotulloh