Ulama Nahdlatul Ulama (NU), Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha, memberikan jawaban diplomatis saat ditanya tentang standar ‘gus’ dalam sebuah pengajian di Auditorium Kahar Muzakkir, Universitas Islam Indonesia (UII), Kamis (5/12) kemarin. Pertanyaan itu merujuk pada kontroversi viral seorang penceramah bergelar gus yang menggunakan kalimat kurang pantas dalam ceramahnya.
Seorang jemaah bertanya, “Hari ini berita viral soal Gus yang berceramah dengan kalimat kurang baik. Bagaimana sebenarnya standar atau sejarah panggilan Gus itu, Gus?”
Ulama asal Rembang sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA itu menjawab santai sambil tersenyum, “Memang saya termasuk Gus yang asli, itu jelas kalau itu. Pak Rektor ini ngundang saya enggak salah, benar-benar pemateri yang baik,” ucapnya yang disambut tawa jamaah.
Sindiran Terselubung dan Kisah Nabi Musa
Namun, alih-alih menjawab lebih jauh, Gus Baha menyebut pertanyaan tersebut bersifat provokatif. Ia mengutip kisah dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali tentang Nabi Musa AS yang tidak dikabulkan doanya karena adanya seorang provokator di majelisnya.
“Kata Allah, di komunitas kamu itu ada tukang adu-adu, provokator. Maka kamu doa kaya apa tetap enggak akan Saya ijabahi,” kata Gus Baha, menirukan dialog dalam kisah tersebut.
Nabi Musa pun meminta Allah menunjukkan siapa provokator itu. Namun, Allah menolak, karena menunjuk seseorang sebagai provokator juga termasuk perilaku namimah (adu domba).
“Saya mengharamkan namimah. Kalau Saya menunjuk orang itu berarti Saya juga nammah. Jadi Allah mengabaikan sekian peristiwa nammah,” lanjut Gus Baha.
Dengan dalil tersebut, Gus Baha menegaskan bahwa ia memilih untuk mengabaikan pertanyaan provokatif seperti itu.
“Memang saya ini gus asli, itu jelas sekali (bukan naturalisasi),” katanya lagi sambil tersenyum lebar.
Gus Baha Tak Ikut Polemik Media Sosial
Gus Baha mengaku tidak aktif di media sosial dan hanya mendengar laporan tentang isu-isu yang ramai diperbincangkan. Ia menekankan pentingnya menjaga etika dalam berbicara, terutama bagi pemuka agama yang menjadi panutan masyarakat.
“Saya berharap kita semua bisa saling menjaga dan tidak terjebak dalam adu domba yang hanya memperkeruh suasana,” pungkasnya sebelum menjawab pertanyaan jemaah lainnya.
Jawaban Gus Baha tersebut dinilai warganet sebagai sindiran halus terhadap polemik yang sedang melibatkan penceramah kondang Miftah Maulana Habiburrohman atau Gus Miftah. Meski begitu, Gus Baha memilih untuk tidak membahas lebih jauh atau menyinggung langsung siapa pun secara spesifik.