Market

Gelar Seminar Remaja, Lakpesdam PWNU DKI Cegah Intoleransi Atas Nama Agama

Di Indonesia telah banyak kelompok yang melakukan tindakan intoleran atas nama agama terhadap non-muslim. Celakanya, ayat-ayat Alquran menjadi dasar dan nilai tertinggi perbuatan terorisme sekelompok orang tersebut.

Merespons fenomena itu, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PWNU DKI Jakarta menggelar seminar remaja ‘Pencegahan Radikalisme dan Ekstremisme Beragama pada Kaum Remaja Usia Sekolah’ di Aula SMK Nurul Islam Malaka Jaya, Jakarta Timur, Selasa (1/11/2022).

Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama Lakpesdam dengan SMK Nurul Islam Malaka Jaya. “Mengenal lebih dalam soal penafsiran Alquran terkait ayat-ayat yang terkesan radikal menjadi sangat penting, agar seseorang tidak terdorong melakukan tindak kekerasan atas nama agama,” kata Ustaz Ahmad Jayadi Nursali, salah satu pembicara.

Tampil sebagai Keynote Speaker Dedi Slamet Riyadi, Kasubdit Bina Paham Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik Kementerian Agama (Kemenag). Pembicara lainnya adalah KH. Khalilurrahman, Ketua Lakpesdam PWNU DKI Jakarta.

Kiai Khalil menegaskan, pendidikan merupakan tembok penting untuk mencegah radikalisme dan ekstremisme di kalangan remaja. “Lalu, peran teman sebaya dan lingkungan juga memberi pengaruh besar,” ujarnya.

Ia pun membeberkan lima konsep strategi pencegahan radikalisme. Pertama, kenali dan pahami radikalisme dan ekstremisme. Kedua, belajar agama dari ustaz atau kiai yang berpaham aswaja (ahlu sunnah waljamaah).

“Mengaji pada ustaz atau kiai yang moderat dan tidak malu bertanya dalam menerima paham keagamaan yang radikal,” ujarnya.

Ketiga, bimbingan dan doa orang tua. “Mintalah arahan, nasehat dan doa ortu,” tuturnya.

Keempat, selektif dalam berteman atau bergaul. “Pilih teman yang menggerakan hatimu untuk cinta pada agama, bangsa dan negara,” papar Kiai Khalil.

Kelima, selektif dalam bermedia sosial. “Pilih media social yang menyejukkan hati dan membangkitkan semangat belajar, berprestasi dan berinovasi,” paparnya.

Sementara Dedi Slamet menekankan pentingnya pemahaman pada nash-nash Alquran yang tidak diartikan secara harafiah. “Jangan diartikan secara tekstual, hingga akan terjadi penggunaan dalil yang tidak tepat,” timpal dia.

Dalam konteks tindakan intoleransi atas nama agama, Ustaz Ahmad Jayadi menyatakan hal senada. Ia mengkaji  pemikiran Ibnu Taimiyah dan Quraish Shihab tentang ayat-ayat pemicu tindakan radikal tersebut. Terkhusus, surat al-Taubah (9): 5 dan 29 seperti yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah dan Quraish Shihab.

Ia pun menjelaskan terkait pengertian radikalisasi dan deradikalisasi, mengumpulkan ayat al-Qur’an yang seringkali ditafsirkan secara radikal, memaparkan penafsiran masing-masing mufassir, menganalisis studi komparatif, yakni perbandingan antara penafsiran Ibnu Taimiyah dan Quraish Shihab.

Dengan begitu, ia menjawab bagaimana penafsiran Ibnu Taimiyah dan Quraish Shihab tentang QS. Al-Taubah ayat 5 dan 29. “Dalam menafsirkan Alquran keduanya tidak menafsirkan secara tekstual, melainkan dengan menjadikan asbab nuzul sebagai alat untuk memahami maksud ayat tersebut,” tuturnya.

Asbab al-Nuzul ayat tentang izin penyerangan terhadap kaum muslim, sambung Ustaz Ahmad adalah peristiwa penyerangan terlebih dulu yang dilakukan kaum Nashrani yang ada di Romawi.

“Dengan demikian, konteks pelaku penyerangan adalah kaum Nashrani dan Yahudi yang tidak beragama dengan benar, yang sikap dan perilakunya akan berakibat mengganggu ajaran Islam dan mengganggu kelangsungan hidup masyarakat Islam,” ujarnya.

Di atas semua itu, dia menegaskan, keduanya sama-sama menyimpulkan umat muslim tidak boleh menyerang kaum musyrikin tanpa alasan. “Kecuali, ada penyerangan terlebih dulu yang dilakukan kaum musyrik itu,” imbuhnya.

Seminar ini diikuti para peserta, terdiri dari guru-guru agama se-Jakarta Timur, siswa-siswi SMK Nurul Islam, dan para siswa SMK lainnya. Di penghujung acara, peserta juga ditantang untuk menjawab kuis berupa pertanyaan-pertanyaan dari tim Lakpesdam PWNU DKI Jakarta.

Seminar diakhiri dengan penandatanganan nota kesepahaman alias Memorandum of Understanding (MoU) yang berisi butir-butir terkait pencegahan radikalisme dan ekstremisme. MoU diteken oleh perwakilan guru-guru agama se-Jakarta Timur, perwakilan siswa-siswi SMK se-Jakarta Timur dan pihak Lakpesdam PWNU DKI Jakarta.

Back to top button