Market

Gelar FGD, Satgas UUCK Undang Akademisi Lakukan Penyempurnaan

Wakil Ketua III Satgas UU Cipta Kerja (UUCK), Raden Pardede menyebut perlunya perubahan dalam UUCK yang baru. Harus ada pembahasan ulang terkait komponen upah minimum.

“Kita ingin mendiskusikan secara awal prinsip yang akan dimasukan dalam Peraturan Pemerintah. Akan dijelaskan secara runtut kenapa harus dilakukan review ulang terkait formula dari Kemenaker karena komponen dari upah minimum mengalami perubahan dalam UUCK yang baru,” kata Raden saat memberikan sambutan di Focus Group Discussion (FGD) bertema Penyempurnaan Ketentuan Upah Minimum dalam Peraturan Turunan UU Cipta Kerja di Jakarta, Senin (10/4/2023).

Dalam FGD yang dihadiri sejumlah pimpinan Satgas UU Cipta Kerja, perwakilan dari Kemenaker, dan juga sejumlah akademisi dari universitas dan lembaga think tank, membahas berbagai persoalan mendasar, terkait urgensi masalah pengupahan.

“Mulai dari ketimpangan upah berbagai wilayah, penetapan upah minimum, formula penetapan, implementasi struktur skala upah, hingga rekomendasi-rekomendasi perbaikan terkait upah bagi tenaga kerja di Indonesia,” kata Raden.

Raden juga menyampaikan, pemerintah harus bisa merumuskan formula pengupahan yang menjadi jalan tengah bagi pihak-pihak yang terkait seperti halnya pengusaha dan juga pekerja. “Tugas kita adalah menentukan formula seperti apa yang bisa diterapkan sehingga bisa diterima oleh pengusaha dan pekerja,” ujarnya.

Ekonom dari lembaga Center for Strategic and International Studies (CSIS), Adenova Fauri menyampaikan poin penting yang harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan upah, yaitu produktivitas pekerja. “Upah ditentukan oleh produktivitas, jika produktivitas meningkat maka upah akan lebih besar,” ucap Adenova.

Temuan di lapangan, kata Adenova, masih terjadi hal yang bertentangan dengan pernyataannya itu. “Terdapat pekerja yang sudah bekerja dalam jangka waktu yang lama (di atas 2 tahun) memiliki upah yang cenderung sama dengan pekerja baru (baru bekerja di bawah 2 tahun),” kata Adenova.

Sementara Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI), Abdillah Hasan mengusulkan pelibatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam implementasi upah minimum menjadi sesuatu yang penting dilakukan karena akan menambah aspek pengawasan melalui kontrol kepala daerah kepada pengusaha di daerah.

“Implementasi upah minimum harus melibatkan secara penuh Kemendagri, karena yang memberikan sanksi adalah Kemendagri sendiri,” kata Abdillah.

Ekonom Universitas Indonesia (UI), Turro Selrits Wongkaren menerangkan, upah minimum diberikan pada pekerja tahun pertama. Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan berbeda antar wilayah dan tidak secara eksplisit dimasukan ke dalam formula.

“Beberapa catatan yang dapat saya simpulkan pada formula upah minimum di UU Cipta Kerja terbaru adalah tidak memperhitungkan secara eksplisit perbedaan wilayah yang dimana masih banyak ditemukan ketimpangan antara wilayah satu dengan yang lain,” kata Turro.

Menurut Turro, Pemerintah tidak bisa hanya berfokus kepada isu upah minimum. Ada isu-isu besar lain yang jangan sampai terlupakan. Misalnya, jaminan sosial yang tidak kalah penting dan krusialnya.

Kepala Pokja Monitoring dan Evaluasi Satgas UU Ciptaker, Edy Priyono yang hadir dalam FGD, menyampaikan, kendala yang memantik munculnya banyak masalah dari formula pengupahan, adalah tidak jalannya struktur skala upah. “Problem kita adalah tidak berjalannya struktur skala upah,” ujarnya.

Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja, Arif Budimanta mengatakan, problem upah minimum (UM) ini harus segera bisa diselesaikan dengan peraturan baru yang hadir.

Berdasarkan hasil sosialisasi Satgas UU Cipta Kerja, lanjut Arif, isu soal UM ini menjadi isu yang kerap muncul dismpaikan oleh tenaga kerja. “Dari hasil sosialisasi yang dilakukan Satgas UUCK, selalu muncul masalah terkait UM,” papar mantan anggota DPR asal PDI Perjuangan itu.

Terakhir, Raden berharap, peraturan formula pengupahan dapat segera di sempurnakan sehingga tidak ada lagi permasalahan-permasalahan yang muncul di lapangan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button