Hangout

Fudhail bin Iyadh, Wali Sufi dan Perampok yang Amanah

Di masa mudanya yang kelam, wali sufi Fudhail bin Iyadh adalah seorang perampok. Yang mengherankan, meski seorang perampok, Fudhail muda juga seorang yang terbiasa melalukan puasa sunnah dan shalat dengan sangat khusyu.

Suatu hari sebuah kafilah besar melintas di ‘wilayah kekuasaan’ kelompok Fudhail. Seseorang di dalam kafilah tersebut telah mendengar tentang keberadaan Fudhail dan kelompoknya sebagai perampok terkenal di wilayah itu.  Melihat kedatangan para perampok menyambangi kafilahnya, si lelaki itu berpikir bagaimana ia bisa menyelamatkan harta bendanya.

“Aku akan menyembunyikan tas ini,” katanya dalam hati. “Agar tak ketahuan dan harta bendaku aman.”

Lelaki itu keluar dari tendanya, bertemu dengan Fudhail di dekat tenda pemimpin perampok tersebut. Melihat pakaian yang dikenakan Fudhail, lelaki itu menyangka Fudhail seorang asketis (seorang fakir, darwish atau sufi). Dipercayakannya tasnya yang berisikan emas permata kepada Fudhail.

“Pergilah,” kata Fudhail,” letakkan tasmu di sudut tenda.”

Lelaki itu mematuhi Fudhail, kemudian menghampiri kafilahnya yang tengah dikumpulkan para anak buah Fudhail. Semua barang sudah dijarah, dan semua teman seperjalanannya dalam keadaan terikat, tangan dan kaki mereka. Lelaki itu melepaskan ikatan mereka dan mengumpulkan apa yang masih tersisa. Lalu ia kembali ke tenda Fudhail untuk mengambil tasnya yang berisi emas dan permata. Ia melihat Fudhail berkumpul dengan para penyamun tersebut, bahkan membagi-bagikan hasil jarahan mereka.

“Ah, ternyata aku menitipkan tas kepada seorang perampok,” gumam laki-laki itu, kaget.

Melihat lelaki itu diam ketakutan di kejauhan, Fudhail segera memanggilya.

“Apa yang kau inginkan?” tanya lelaki itu saat mendekat dengan penuh ketakutan.

“Ambil tasmu yang kau letakkan di tendaku, lalu pergilah!” kata Fudhail.

Meski terkejut, lelaki itu segera mengambil tendanya, lalu cepat-cepat pergi.

Para anak buah Fudhail kontan protes. “Di kafilah itu kami tidak menemukan uang satu dirham pun. Mengapa kau mengembalikan tas yang isinya bisa sama dengan sepuluh ribu dirham?”

Fudhail menjawab tenang. “Tadi laki-laki itu berprasangka baik kepadaku, dan aku selalu berprasangka baik kepada Allah, bahwa Dia akan menganugerahkan bagiku jalan tobat. Aku membenarkan prasangka baiknya, agar Allah pun membenarkan prasangka baikku.”

***

Esok harinya, manakala kawanan itu menjarah harta kekayaan kafilah lain yang melintas wilayah mereka, seorang lelaki dari kafilah itu bertanya kepada para perampok yang sedang berkerumun makan bersama.

”Siapa pemimpin kalian?” tanya lelaki itu.

“Ia tidak bersama kami,” kata seorang kawanan Fudhail. “Ia ada di balik pohon di tepi sungai itu, sedang shalat.”

“Tapi ini kan bukan waktu shalat?” kata lelaki dari kafilah yang telah dirampok itu.

“Ia sedang melaksanakan ibadah sunnah,” seorang perampok menjawabkan.

“Dan ia tidak makan enak bersama kalian?” lelaki itu lenjut bertanya.

“Ia sedang berpuasa.”

“Tapi ini kan bukan bulan Ramadhan?” lelaki dari kafilah itu tampak heran.

“Ya..puasanya sunnah juga.”

Lelaki yang terheran-heran itu menuju Fudhail. Dilihatnya Si Pimpinan Perampok itu tengah shalat dengan kekhusyuan yang belum pernah dlihatnya, bahkan dari ulama mana pun. Lelaki itu pun menunggu hingga Fudhail selesai shalat, lalu segera bertanya,” Apa yang berlawanan tidak bisa bercampur, kata mereka. Bagaimana seseorang bisa berpuasa dan merampok, shalat dan membunuh orang Muslim pada saat bersamaan?”

“Apa kau tahu Alquran?” tanya Fudhail kepada laki-laki itu.

“Aku tahu,” jawab lelaki itu.

“Nah, bukankah Yang Mahakuasa berfirman,”Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk”?”  (QS At-Taubah:102).

Keheranan, laki-laki itu tak kuasa berkata apa-apa.

Dikatakan, ‘sudah dari sononya’ Fudhail sangat sopan dan berbudi luhur. Ia tak pernah mengambil barang-barang milik wanita dalam suatu kafilah. Ia juga tak pernah mengambil barang orang-orang yang hanya punya sedikit harta. Ia selalu meninggalkan korbannya dengan sedikit menyisakan harta mereka.

***

Dalam “Hilyah Al-Awliya wa Thabaqat Al-Asyfiya” karya Abu Nu’aim Al-Ishfahaniy (wafat 430 H) diceritakan sebagai berikut:

Suatu saat, setelah Fudhail bin Iyadh bertobat, ia mendatangi para anak buahnya. Kedatangan Fudhail bermaksud menghapuskan janji-janji yang telah disepakatinya dahulu, yang menyangkut pekerjaan rutin mereka, merampok dan menyamun.

Seluruh anak buah Fudhail menyetujui penghapusan janji-janji tersebut, kecuali seorang perampok Yahudi dari Abiward.

“Sekarang kita bisa dengan mudah mengejek pengikut Muhammad ini,” kata Si Yahudi, berbisik kepada temannya sambil menahan tawa. “Wahai Fudhail,” kata dia,” Aku bersedia menghapuskan janji setia di antara kita. Namun syaratnya, kau harus meratakan bukit itu.”Si Yahudi menunjuk sebuah bukit pasir.

“Bukit itu tidak mungkin dapat ku ratakan oleh manusia kecuali dengan waktu yang sangat lama”, gumam Fudhail bin Iyadh dalam hati.

Namun demikian, demi menghapuskan perjanjian itu, Fudhail bin Iyadh kemudian menyetujui permintaan anak buahnya tersebut. Hingga berhari-hari Fudhail bin Iyadh belum juga mampu untuk meratakannya.

Pada suatu pagi, ketika Fudhail bin Iyadh yang telah lelah mencangkul bukit tersebut, datang sebuah badai angin yang dengan sekejab dapat meratakan bukit tersebut. Si Yahudi yang melihat kejadian tersebut panik bukan main seraya berkata, “Sesungguhnya aku telah bersumpah tidak akan pernah menghapuskan perjanjian itu kecuali engkau dapat memberikan untukku uang”.

“Masuklah ke dalam rumahku dan ambillah segenggam uang yang berada di bawah permadaniku. Dengan begitu, aku akan menghapuskan seluruh perjanjian tersebut”, lanjut si Yahudi.

Demi menghapuskan perjanjian tersebut, Fudhail bin Iyadh kembali menuruti permintaan si Yahudi tersebut. Dengan langkah yang sedikit tidak seimbang akibat kelelahan, Fudhail bin Iyadh berjalan dan memasuki rumah si Yahudi.

Si Yahudi hanya bisa menahan tawa ketika melihat Fudhail bin Iyadh, yang notabene dahulu adalah pemimpinnya, mau menuruti segala perintahnya.

“Dasar Fudhail, tidak akan engkau jumpai uang di sana, sebab aku telah memasukkan ke dalam permadaniku segumpalan tanah”, gumam si Yahudi dalam hati.

Tatkala Fudhail bin Iyadh mulai memasukkan tangannya ke dalam permadani tersebut, tanpa disangka yang diperoleh Fudhail bin Iyadh adalah segenggam uang emas sesuai dengan permintaan si Yahudi.

“Dengan uang emas yang kuserahkan ini, sudah berarti menghapuskan perjanjian tersebut”, kata Fudhail bin Iyadh.

Melihat hal tersebut, si Yahudi hanya bisa terdiam. Ia tidak menyangka, keajaiban kembali mendatangi Fudhail bin Iyadh. Dengan sedikit terbata-bata, si Yahudi berkata, “Islamkanlah aku, wahai Fudhail bin Iyadh”.

Dengan penuh kegembiraan, Fudhail bin Iyadh kemudian menuntun si Yahudi untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

***

Fudhail dan Al-Quran

Fudhail meriwayatkan dari Rasulullah SAW, “Allah tidak akan menyia-nyiakan seorang hamba yang bangun shalat di tengah malam lalu membaca surat al-Baqarah dan Ali Imran, dan sebaik-baiknya perbendaharaan seorang Mukmin adalah al-Baqarah dan Ali Imran.”

Ia pernah bertutur, “Para qari al-Rahman ialah mereka yang memiliki kelembutan dan ketundukan, sedangkan para qari penguasa ialah mereka yang yang memiliki kesombongan, ujub, dan suka meremehkan orang lain.”

Menurut Fudhail, pembawa Al-Quran adalah pembawa bendera Islam. Tidak patut baginya untuk bermain-main seperti orang-orang yang suka bermain-main dan menganggur, juga tidak lalai sebagaimana orang yang biasa lalai.

Fudhail sebagai ahli hadits

Fudhail bin ‘lyadh adalah seorang cerdas, kuat hapalannya, dan juga wara’. Tiga sifat ini merupakan modal utama seorang ahli hadits. Dia paham betul tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa berdusta kepadaku secara sengaja, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari)

Menurut Ibnu Sa’ad, Fudhail adalah seorang yang tsiqah, pemilik keutamaan, wara’, ahli ibadah, dan banyak menyimpan Hadits. Sementara bagi Imam Nawawi, hadis yang diriwayatkan oleh Fudhail itu Shahih.

Suatu ketika, dia melihat sekelompok ahli hadits bercanda sambil tertawa-tawa. Maka, ia menegur mereka, “Hati-hatilah, wahai pewaris Nabi.” Lalu ia berkata, “Kalian adalah imam yang diikuti.”

Di antara hadits yang diriwayatkannya ialah, “Di antara yang didapati manusia dari ucapan kenabian pertama kali ialah, “Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” Ia meriwayatkan juga dan Sayyidah Aisyah bahwa ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahii ‘alaihi wa sallam membalas kezhaliman sama sekali selama tidak berkenaan dengan pelanggaran terhadap apa yang dilarang Allah. Tetapi, bila satu dari larangan-larangan Allah diterjang, maka beliau orang yang paling marah dalam masalah ini. Dan tidaklah beliau diharuskan memilih antara dua pilihan, melainkan memilih yang paling ringan dari keduanya selama itu tidak akan menjadi dosa.” (HR. Muslim)

Fudhail ahli tasawuf

Menurut Fudhail, orang yang mengenal Allah dan jalan mahabbah tanpa disertai rasa takut, maka ia akan hancur dengan kegembiraan dan kesenangan. Orang yang mengenal Allah tanpa mengetahui jalannya, ia akan menyimpang dan bertambah jauh dari-Nya. Dan orang yang mengenal Allah melalui jalan keduanya (ma’rifah dan suluk), maka Allah akan mencintainya, mendekatinya, memuliakannya, dan menunjukinya [jalan menuju ke sisi-Nya.

Ketika Abdullah bin Malik bertanya kepadanya, “Bagaimana cara keluar dari persoalan yang membelit?” Ia menjawab dengan sebuah pertanyaan, “Coba jawab, apakah orang yang taat kepada Allah Ta ‘ala dicelakakan oleh kemaksiatan seseorang?”

“Tidak,” jawab Abdullah.

“Apakah orang yang bermaksiat kepada Allah akan mendapat manfaat dari ketaatan seseorang?” tanyanya lagi.

“Tidak,” Abdullah kembali menjawab.

“Itulah jalan keluar, kalau memang engkau mau,” lanjut Fudhail. Lalu ia membaca ayat, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang murni (bersih dari syirik). ” (QS. az-Zumar: 2-3). [dari berbagai sumber]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button