News

Elektabilitas Tokoh Perempuan Menguat, Sebagian Publik Anggap Lelaki Lebih Layak Presiden

Minggu, 04 Sep 2022 – 09:05 WIB

Tahapan Pemilu 2024 Rdewrm Prv - inilah.com

Pengendara sepeda motor melintas di dekat mural bergambar Presiden RI dari masa ke masa di Kedung Halang, Kota Bogor, Jawa Barat. Foto: Ilustrasi/Antara

Survei terbaru dari Lembaga Kedai Kopi yang dipaparkan pada Sabtu (3/9/2022), mengungkapkan elektabilitas tokoh-tokoh perempuan seperti Ketua DPR Puan Maharani, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan eks Menteri KKP Susia Pudjiastuti menguat. Namun, sebagian publik atau 36,6 persen dari 1.197 responden menganggap laki-laki lebih kompeten menjadi presiden.

Direktur Eksekutif Kedai Kopi, Kunto Adi Wibowo mengungkapkan, hasil survei yang digelar selama 3-18 Agustus 2022 dengan responden berusia 17-65 tahun, mengungkap elektabilitas Puan mencapai 9,6%, Megawati Soekarnoputri 0,7%, Susi Pudjiastuti 0,6%, Khofifah Indar Parawansa 0,6%, Tri Rismaharini 0,5%, dan Sri Mulyani 0,2%.

“Dari hasil survei tersebut, nampak elektabilitas calon presiden perempuan makin menguat, terutama untuk Puan Maharani,” kata Kunto dalam acara diskusi Polemik MNC Trijaya, Jakarta, Sabtu (3/9/2022).

Ketika survei dilanjutkan dengan pertanyaan tertutup terhadap 19 nama tokoh yang diprediksi akan maju dalam Pilpres 2024, hasilnya, Puan Maharani memiliki tren penguatan elektabilitas sebesar 11,3%, Susi Pujiastuti 1,6%, Tri Rismaharini 1,4%, Khofifah Indar Parawansa 1,3%, dan Sri Mulyani 0,6%.

“Peluang perempuan di Pilpres 2024 makin terbuka lebar dengan konsistensi angka keterpilihan capres perempuan di dalam simulasi sepuluh nama sampai dengan empat nama,” ujar Kunto.

Temuan lainnya, kata dia, ialah 53,8% responden dalam survei ini mengaku pilihan presiden mereka memungkinkan untuk berubah pada Pilpres 2024 mendatang. Kunto memerinci 43,2% diantaranya mengatakan akan mengubah pilihannya setelah penetapan capres dan cawapres, 22,4% setelah kampanye dimulai, 19,4% di hari pemilu dilaksanakan, dan 11,9% pada saat masa tenang kampanye.

Menurut dia, tingginya kecenderungan perubahan pilihan ini disebabkan oleh partai politik yang belum memastikan capres dan cawapres yang akan diusung. “Angka keterpilihan ini masih dinamis dan masih terbuka peluang bagi tokoh-tokoh calon pemimpin bangsa untuk lebih mengarus-utamakan pendidikan politik dengan isu dan program yang nyata,” tandas Kunto.

Hasil survei juga mengungkapkan sebanyak 36,6% responden menganggap perempuan tidak bisa menjadi presiden karena laki-laki dinilai lebih berkompeten. Sebanyak 25,2% responden menilai presiden perempuan menyalahi kodrat dan ajaran agama sementara 13,9% responden menganggap perempuan kurang tegas untuk menjadi presiden.

Di sisi lain, Kunto juga menemukan hasil survei yang mengungkapkan 62,3% kelompok generasi Z dengan rentang usia 17 sampai 24 tahun setuju pada presiden perempuan. Selanjutnya 53,5% generasi milenial, 53,7% generasi X, dan 53,7% generasi boomers juga menyetujui adanya presiden perempuan di Indonesia.

“Kami temukan bahwa generasi yang lebih muda ternyata lebih terbuka pada gagasan kepemimpinan perempuan dibanding mereka yang lebih tua,” pungkas Kunto.

Back to top button