Pemerintah konsisten mempertahankan surplus neraca perdagangan yang pada Desember 2024 tercatat ke-56 bulan, sejak Mei 2020. Nilai surplusnya mencapai US$2,24 miliar, setara Rp35,84 triliun (kurs Rp16.000/US$).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, angka surplus neraca dagang pada Desember 2024 berasal dari total ekspor yang mencapai US$23,46 miliar dan impor senilai US$21,22 miliar. “Artinya neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan secara bulanan surplus selama 56 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” kata Amalia.
Menurut dia, surplus yang diperoleh tersebut ditopang oleh kinerja sektor nonmigas berupa pengolahan bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta sektor besi dan baja.
“Dari transaksi perdagangan sektor nonmigas, pendapatan yang diperoleh negara, lebih tinggi. Yakni 4 miliar dolar AS, namun tereduksi defisit perdagangan sektor migas sebesar 1,76 miliar dolar AS,” papar Amalia.
Kata Amalia, jika dibandingkan secara bulanan (month to month), surplus neraca perdagangan pada Desember 2024 mengalami penurunan US$2,13 miliar dibandingkan Desember 2023 (year on year/yoy) yang turun US$1,05 miliar.
Menurutnya, jika ditarik dalam periode satu tahun, keuntungan dagang Indonesia pada 2024, mencapai US$31,04 miliar. Terdiri dari ekspor US$264,7 miliar, dan impor US$233,66 miliar.
Ia menjelaskan, pada 2020 yang merupakan tahun dimulainya surplus konsisten Indonesia, keuntungan dagang yang didapat negara US$21,62 miliar. Pada 2021 sebesar US$35,42 miliar, tahun 2022 sebesar US$54,24 miliar, serta 2023 sebesar US$36,89 miliar.
Dikatakan Amalia, BPS mencatat negara yang memberikan surplus dagang terbesar ke Indonesia pada 2024, yakni Amerika Serikat (AS), India, dan Filipina yang didominasi ekspor mesin dan peralatan, minyak dan gas, tekstil, alas kaki, besi baja, serta olahan makanan dan minuman.