Market

Ekonom: Tumpang Tindih RUU PPSK Bikin Investor Aset Kripto Kabur

Coba-coba mengatur perdagangan aset kripto, RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) justru banyak tumpang tindihnya. Dikhawatirkan investor kripto malah kabur.

Direktur Eksekutif Central of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Padmanegara menilai keberadaan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan sebagai pengawas perdagangan aset kripto, perlu disinkronkan dengan RUU PPSK.

“Bappebti sudah memiliki peraturan sebagai payung hukum bursa berjangka aset kripto. Idealny, RUU PPSK disinkronkan dengan Peraturan Bappebti (Perba) no 8 Tahun 2021, karena sama-sama bicara aset kripto,” papar Bhima dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (2/11/2022)

Dirinya berharap, jangan sampai muncul dualisme regulator aset kripto di tanah air. Yakni, antara Bappebti Kemendag dengan otoritas lainnya. Hal ini bisa menghambat perkembangan aset kripto. “Investor kripto bisa pindah,” kata Bhima.

Dalam draf RUU PPSK, kata Bhima, transaksi aset kripto dibawah pengawasan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya, bakal terjadi pergeseran aset kripto yang semula komoditas menjadi mata uang atau currency.

“Ini sudah kita sampaikan ke panitia RUU PPKS kalau di sejumlah pasalnya, hanya ada BI dan OJK. Ya udah enggak apa-apa kalau ingin ada payung hukum untuk aset kripto. Tapi harusnya cantumkan Bappebti,” ungkapnya.

Selanjutnya, Bhima menyebut sejumlah pasal dalam RUU PPSK yang perlu dievaluasi. Yakni, pasal 205 menyatakan bahwa pihak yang menyelenggarakan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), wajib menyampaikan data dan informasi ke BI dan OJK, sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing. “Seharusnya ditambahkan Bappebti di dalamnya,” ungkap Bhima.

Ada pula pasal 207 dan pasal 208 dalam RUU PPSK, menurut Bhima, perlu memasukkan Bappebti, mendampingi BI dan OJK.

Back to top button