Market

Duit Pungutan Ekspor Sawit BPDP-KS Larinya ke Pengusaha Ketimbang Petani

Dana pungutan ekspor minyak sawit serta turunannya yang dikelola Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) disoal. Porsi besarnya untuk oligarki ketimbang petani sawit.

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Nasional, Mansuetus Darto menegaskan, pemanfaatan dana BPDPKS untuk program biodiesel dipertanyakan. Karena tidak memiliki payung hukum yang kuat terutama dalam Undang-Undang Perkebunan yang hanya mengamanahkan penggunaan dana sawit untuk petani.

Darto mengungkapkan, pengaruh oligarki dan orang kuat dalam bisnis biodiesel dapat dilihat dalam penentuan alokasi prioritas penggunaan dana sawit yang ditentukan oleh komite pengarah dalam BPDPKS. “Di mana keanggotaan komite pengarah memasukkan keterwakilan dari kalangan pengusaha sawit yang juga beroperasi pada bisnis biodiesel sebagai tenaga profesional,” kata Darto dalam peluncuran buku ‘Kekuatan Oligarki dan Orang Kuat dalam Bisnis Biodiesel’ di Kekini Workspace, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Penulis buku, Ferdy Hasiman menyinggung dana sawit Rp137,283 triliun yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) periode 2015-2021. Sementara, perwakilan petani yang menguasai 41 persen kelapa sawit Indonesia, dalam struktur BPDPKS hampir tidak dilibatkan. Dia menyebut, alokasi dana sawit dalam periode enam tahun itu untuk subsidi biodiesel mencapai Rp 110,05 triliun (80,16 persen).

Sementara alokasi untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR) sebesar Rp6,59 triliun (4,8%), serta program penelitian dan pengembangan Rp389,3 miliar, program pengembangan SDM sebesar Rp199,01 miliar, program sarana dan prasarana Rp21,1 miliar, serta Rp318,5 miliar untuk program promosi, advokasi, dan kemitraan sawit. “Kebijakan biodiesel lebih banyak menyasar korporasi sawit dan selalu diberi infrastruktur politik oleh negara melalui kebijakan politik, dan ini yang disebut kekuatan oligarki dan bisnis orang kuat,” kata Ferdy.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button