News

Dubes Najib: Kejayaan Islam Akan Dimulai dari Indonesia

Duta Besar RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO, Muhammad Najib yakin bahwa wajah Islam Indonesia yang moderat, ramah, toleran, dan rahmatan lil alamin bisa menjadi instrumen diplomasi maupun sebuah kemasyhuran Islam di tingkat global saat ini dan selanjutnya.

“Sementara ini wajah Islam di pentas global itu identik dengan wajah muslim Arab. Karena itu kita harus menggeser, mengubahnya sehingga wajah Islam Indonesia mewarnai wajah Islam di tingkat global,” ucapnya mengutip dalam akun Youtube acara Moderasi Indonesia untuk Dunia, dikutip inilah.com Rabu (11/1/2023).

Politikus Partai Amanat Nasinal (PAN) itu berharap dengan menampilkan wajah Islam Indonesia yang ‘adem’ bisa menekan tindakan terorisme yang mengatasnamakan agama palagi di dunia barat yang kental dengan Islamofobia. Posisinya sebagai Dubes RI untuk Spanyol juga mendorong untuk segera menemukan bentuk toleransi yang dikemas dari Indonesia untuk ditampilkan secara global.

Mendorong segera tercapainya penguatan wajah Islam Indonesia yang damai di kancah internasional, Najib berharap akan bisa melibatkan kader diaspora Indonesia yang berada di luar negeri. Ikhtiar ini setidaknya memiliki dua tujuan, yaitu mengkampanyekan wajah Islam Indonesia di kancah global dan menjaga WNI di luar negeri dari doktrinasi paham-paham radikal.

Cordoba Dubes Ri - inilah.com
Dubes Muhammad Najib bersama Ketua Yayasan Masjid Granada, Omar Farouk del Pozo (foto: Kemlu.go.id)

“Kita punya kewajiban, kewajiban moral, religius, kewajiban politik untuk melindungi mereka. Sehingga mereka tidak dimanfaatkan dan disalahgunakan,” kata Najib.

Di sisi lain tantangan global yang ada saat ini berkembang adalah di mana nilai-nilai Islam banyak ditemukan di Barat tapi masih menjauh dari nilai implementasi penerapan Islam.

“Umat Islam masih jauh tertinggal, walaupun pembicaraan tentang Islam semakin hari semakin semarak. Tapi implementasinya, apalagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masih jauh panggang dari api,” ungkap Dubes Najib.

Keresahan itulah yang kemudian Dubes Najib tuangkan ke dalam buku “Mengapa Umat Islam Tertinggal?” yang dibuat sebanyak lima jilid.

Jilid 4 Cover - inilah.com
Cover buku “Mengapa Umat Islam Tertinggal?: Tawaran Indonesia Untuk Dunia Islam” (Foto: Dok.Pri)

“Buku itu ditulis dengan ruh yang agak berbeda dengan semangat Jamaluddin Al-Afghani. Semangat saya lebih pada upaya untuk introspeksi diri dari kesalahan umat-umat Islam selama ini dan apa sebetulnya yang menyebabkan umat Islam tertinggal,” urai Najib.

“Ruhnya untuk semangat introspeksi diri,” tekannya.

Ia menambahkan bahwa ada salah satu contoh yang bisa diambil untuk menunjukkan bahwa umat Islam kurang melakukan muhasabah diri, sehingga kesalahan yang dilakukan terus berulang hingga saat ini.

“Contoh paling sederhana, fenomena Abdullah bin Saba’. ini adalah fenomena sejak zaman para sahabat. Kalau saya baca sejarah, ia katanya merupakan seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam dan kemudian menjadi sumber fitnah karena mengadu domba umat Islam hingga terjadi bencana pembunuhan Utsman bin ‘Affan,” papar Najib.

Cerita semacam ini sampai sekarang terus berulang, meski dengan bentuk yang berbeda.

“Pertanyaannya dari saya, yang banyak membaca buku sejarah, apakah sehebat itu Abdullah bin Saba’? Atau di balik, apakah sebodoh itu para sahabat?” kata Najib.

Kalau dengan logika sederhana, sambungnya, Abdullah bin Saba’ tidak begitu pandai karena ia bergerak seorang diri. Dengan logika yang sama, kata Najib, para sahabat pun tidak sebodoh itu hingga bisa diadu domba.

“Kenapa perlu introspeksi? Karena dari bacaan dan temuan saya, para sahabat waktu itu ketulusannya dalam berjuang sudah berubah, Motivasinya dalam berjuang sudah bukan lagi lillahi ta’ala, melainkan mengejar harta dan tahta,” terang Najib.

“Namun harta dan tahta yang diraih untuk mereka sendiri kemudian tidak cukup, mereka ingin itu diwariskan kepada keluarganya, kepada anak-anaknya,” sambungnya.

Hal semacam inilah yang kemudian diulang oleh sejarah bahkan hingga saat ini.

“Karena itu, apabila motivasi-motivasi duniawi jangka pendek yang bersifat pribadi untuk urusan keluarga ini terus dilanjutkan, tidak mungkin Islam bisa maju. Bahkan hal itu bisa mengundang bencana,” ujarnya.

Oleh karena itu, semangat introspeksi diri harus dilakukan untuk memutus mata rantai bencana dalam dunia Islam.

“Ini panggilan moral, panggilan politik, panggilan religius keagamaan,” kata Najib.

Teknologi dan sains

Menurut Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Komaruddin Hidayat, biang kerok penyebab Islam tertinggal adalah tradisi keilmuan saintifik-empiris yang terhambat, lalu lebih terfokus pada bidang keilmuan fiqih dan tasawuf yang lebih diorientasikan pada peribadatan bersifat vertikal yang tertuju pada Tuhan semata.

Ia mencontohkan ketika musim pandemi COVID-19 umat Islam hanya berfokus pada sisi keilmuan Fiqih tapi tak ada negara Islam yang meriset atau mengembangkan vaksin. Maka tak heran menurutnya ilmu sains menjadi lebih populer.

“Dalam konteks global, sains berkembang luar biasa banyak wilayah tadinya agama sekarang diambil alih oleh science of happines, science of wellbeing dengan big data, algoritma menjadikan sains jadi populer karena kebenarannya bisa diverifikasi sedangkan agama spekulatif,” kata Komaruddin dalam sebuah diskusi virtual.

“Karena sains itu lebih universal sedangkan agama puncaknya adalah keyakinan,” sambungnya.

Dunia Islam dikatakan Komaruddin menggunakan sains sebatas untuk keperluan peribadatan, misalnya ilmu astronomi hanya untuk menentukan awal bulan Ramadan serta menentukan arah kiblat untuk sholat. Ada lagi penjelasan lain tentang kemandegan sains dalam Islam. Yaitu energinya habis untuk berkonflik sesama umat Islam sendiri, ditambah lagi dengan kehadiran imperialisme Eropa yang semakin membuat dunia Islam terpuruk.

Negara-negara di kawasan Asia-Afrika yang merdeka pasca Perang Dunia lambang benderanya mengisyaratkan dan mengabadikan semangat perlawanan terhadap kekuasaan penjajah.

“Jadi, sulit diharapkan untuk membangun peradaban unggul dari sebuah bangsa yang tertindas dan terlibat konflik berkepanjangan,” kata Komaruddin.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button