Kanal

Dua Wanita Dicor Semen: Pembunuh Makin Sadis, Gangguan Jiwa Kian Kronis?

Pembunuhan sadis kembali terjadi. Kali ini muncul dua wanita dibunuh dengan cara dicor semen di Bekasi Utara. Sebelumnya ada pembunuhan berantai oleh Wowon Cs dan pelaku mutilasi M Ecky Listiantho. Mereka melakukan pembunuhan dengan sadis. Apakah mereka memiliki gangguan kejiwaan?

Kasus terakhir yang mencuri perhatian publik adalah pembunuhan dua wanita HP (47) dan YP (48) yang dicor semen di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat. Selain mayat dua perempuan, polisi juga menemukan seorang lelaki berinisial P yang diduga pengontrak rumah dengan kondisi luka di bagian tangan.

Terduga pelaku sudah meninggal karena bunuh diri di lokasi kejadian. Baik pelaku maupun kedua korbannya ternyata saling mengenal dan teman satu sekolah saat SMP. Polda Metro Jaya masih mendalami motif pembunuhan dua wanita ini dan akan mendalami motif secara digital forensik dan keterangan para saksi. “Saya juga berharap pada rekan-rekan media segera terungkap, motif masih didalami dalam proses penyidikan,” ujar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko Trunoyudo, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Rabu (1/3/2023).

Sebelumnya kasus pembunuhan yang tak kalah sadis dilakukan tiga pelaku, yakni Wowon Erawan alias Aki (60), Solihin alias Duloh (63), dan Dede Solehudin (35). Kasus ini bermula dari temuan tiga dari lima orang yang tinggal di sebuah kontrakan di Ciketingudik, Bantar Gebang, Kota Bekasi, dinyatakan meninggal dunia. Semula mereka diduga mengalami keracunan.

Polisi menemukan sejumlah muntahan makanan di dekat tubuh para korban yang ditemukan tergeletak di dalam rumah. Korban yang meninggal atas nama AM (35), RAM (21) dan MR (19) diketahui memiliki hubungan darah yakni ibu dan anak. Mereka tercatat sebagai warga Cianjur dan telah dimakamkan di kampung halamannya.

Belakangan dari penyeledikan polisi Wowon Cs ini telah membunuh 9 orang. “Mereka melakukan serangkaian pembunuhan atau serial killer,” ujar Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Fadil Imran di Markas Polda Metro Jaya.

Kasus pembunuhan berujung mutilasi yang dilakukan Ecky Listiantho (34) terhadap Angela Hindriati Wahyuningsih (54) juga tak kalah menggemparkan. Ecky membunuh Angela di apartemennya pada 25 Juni 2019 dini hari dengan cara dicekik. Jasad Angela didiamkan selama satu bulan usai dibunuh. Sekitar bulan Agustus 2019, Ecky kembali ke apartemen dengan membawa gergaji besi untuk memutilasi jasad Angela dan membawanya ke rumah kontrakannya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Aksi Ecky terbilang sadis karena potongan tubuh korban yang dimutilasi tersimpan dalam 2 boks kontainer di kontrakannya. Diduga Angela dibunuh Ecky yang sudah beristri karena ngotot ingin minta dinikahi. Ecky juga diduga tertarik dengan harta yang dimiliki korban.

Sebenarnya masih banyak kasus pembunuhan sadis yang terjadi di Tanah Air sebelum-sebelumya. Para pelakunya tak segan-segan menghabisi orang lain tampa ampun. Bahkan korbannya lebih dari satu, dan menutupi kejahatannya tanpa rasa takut.

Gangguan kejiwaan

Dalam kasus pembunuhan sadis yang membuat bergidik ini seringkali pelakunya dianggap memiliki gangguan jiwa karena kebanyakan orang normal tidak pernah membayangkan melakukan hal yang seperti itu. Menurut Psychology Today, pembunuh kebanyakan adalah orang yang memiliki masalah mental dan sakit secara emosional. Penyebabnya beragam bisa jadi karena kesedihan yang mendalam, depresi, atau rasa putus asa. Perasaan tersebut bisa muncul akibat pengalaman buruk yang beruntun atau terus menerus disertai dengan sedikitnya pengalaman baik yang dialami.

Dalam beberapa kasus pembunuhan, terutama pembunuhan berantai menunjukkan gejala psikosis, (gangguan membedakan imajinasi dengan realita) sementara yang lain didiagnosis dengan gangguan bipolar (perubahan drastis pada suasana hati) yang parah. Namun, sangat sedikit pembunuh berantai yang dianggap cukup sakit jiwa untuk dinyatakan gila secara hukum.

Motif para pembunuh seperti serial killer, masih menurut Psychology Today, tidak selalu karena alasan gangguan kejiwaan. Ada faktor lain seperti keuntungan finansial sampai keinginan untuk menguasai yang membuat pelaku menjadi pembunuh. “Penting untuk diingat bahwa terlepas dari motif spesifik pembunuh berantai melakukan pembunuhan, mereka melakukannya karena mereka ingin dan mau melakukannya,” jelas kriminolog dan profesor di University of Miami, Prof Dr Scott Bonn.

Untuk mengetahui apakah pelaku pembunuhan memiliki kecenderungan gangguan jiwa, perlu dicari dan digali motif pembunuhan yang dia lakukan. Karena ada yang spontan membunuh tanpa perencanaan, misalnya karena marah, tersinggung, dan yang lainnya, ada pula yang dengan perencanaan.

Ada beberapa masalah yang bisa saja dimiliki profil psikologis pelaku pembunuhan. Faktor-faktor tersebut, di antaranya bisa saja kematangan, stabilitas emosi, keterampilan sosial, dan faktor lainnya. Bisa pula masalah kemampuan kendali diri, atau dorongan agresivitasnya. Bisa pula kemungkinan gangguan kejiwaan seperti psikopat atau sadisme. Namun hal tersebut harus dibuktikan dengan pemeriksaan psikologi yang lengkap.

Psikopat dan sadisme

Kecenderungan para pembunuh sadis juga memiliki gangguan kepribadian seperti psikopat atau sadisme. Bicara soal psikopat maupun perilaku sadisme memang menyeramkan. Karena, percaya atau tidak, mereka yang memiliki kepribadian psikopat atau sadisme memang ada di kehidupan nyata, atau mungkin di sekitar Anda.

Sebenarnya kedua gangguan kepribadian tersebut terdapat perbedaan. Psikopat atau yang secara medis dikenal dengan kepribadian antisosial merupakan gangguan kepribadian yang ditandai dengan kurangnya empati pada orang lain. Psikolog Ikhsan Bella Persada, M. Psi., menyebutkan, psikopat masuk ke dalam gangguan kepribadian yang perilaku emosionalnya bisa mengganggu relasi dengan orang lain. Penderita gangguan ini juga cenderung tidak memiliki rasa bersalah dan takut untuk melakukan tindak kriminal.

“Sebagai contoh, seorang psikopat bisa saja membunuh orang lain tanpa sebab, tanpa rasa empati, tidak muncul rasa puas ketika menyakiti orang lain, dan tidak memiliki rasa bersalah saat menyakiti orang lain,” ujar Ikhsan, mengutip Klikdokter. Untuk menentukan seseorang memiliki kepribadian psikopat atau tidak, perlu dilakukan serangkaian tes. Salah satunya disebut dengan The Hare Psychopathy Checklist.

Sementara sadisme mirip dengan psikopat. Hanya saja sadisme merupakan gangguan kepribadian yang membuat seseorang merasa senang dan sangat puas ketika melihat orang lain kesakitan atau menyakiti orang lain.

“Perilaku sadisme itu merasakan kepuasan ketika kita menyakiti atau melukai orang lain, bahkan menyadari bahwa si korbannya merasakan sakit. Jadi dirinya sangat menikmati ketika orang lain menangis, meminta tolong, bahkan berteriak kesakitan,” lanjut Ikhsan.

Mirip dengan psikopat, orang dengan sadistik tidak punya rasa empati ketika menyakiti orang lain. Perilaku sadisme juga tidak hanya melakukannya pada manusia, tapi juga pada binatang di sekitarnya. Misalnya, mereka sengaja membunuh, memukul, atau menyiksa hewan peliharaan atau binatang yang ditemui di jalan.

Mana yang lebih berbahaya? Keduanya berbahaya dan bisa sangat merugikan diri sendiri dan tentu saja orang lain. Meski begitu, psikopat masih jauh lebih berbahaya ketimbang sadisme. Kalau sadisme itu perilaku menyakiti orang lain dan punya perasaan puas sementara psikopat, bisa menyakiti orang lain tanpa sebab dan tidak pernah merasa puas. Jadi, kemungkinan untuk melakukan tindak kriminal lagi akan sangat tinggi.

Memang sulit untuk mendeteksi apakah seseorang mengidap gangguan kesehatan mental kronis sehingga berpotensi melakukan pembunuhan. Bisa jadi para pembunuh itu berada di sekitar kita. Waspadalah!

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button