News

Drama Persidangan dalam Syair Kematian Sang Ajudan Jenderal

Minggu, 27 Nov 2022 – 15:08 WIB

Sidang Bharada E (5) - inilah.com

Bharada E dalam persidangan lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/20/2022). (Foto: Inilah.com/Agus Priatna)

Guliran sidang perkara pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel masih menjadi perhatian publik. Bersyair-syair drama yang muncul dalam serial persidangan kasus berdarah yang menjadi aib Polri itu, sejak surat dakwaan lima terdakwa dibacakan pada awal Oktober 2022. Khususnya ketika para saksi dihadirkan dengan terdakwa. Isak-tangis dan upaya menyelamatkan diri terbungkus dalam elegi tepat di bawah hidung Dewi Keadilan.

Elegi tersebut muncul pertama kali ketika persidangan dengan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), bergulir dengan agenda mendengarkan surat dakwaan jaksa pada Selasa (18/10/2022) yang lalu. Bharada E yang dalam surat dakwaan disebut menembak tiga hingga empat kali Brigadir J, menyampaikan permohonan maaf kepada kedua orang tua seniornya itu.

“Untuk keluarga almarhum Bang Yos, Bapak Ibu, Reza, serta seluruh keluarga besar Bang Yos, saya memohon maaf,” kata Bharada E, membacakan surat permohonan maaf.

Pernyataan tersebut menjadi kali pertama yang disampaikan Bharada E secara terbuka dalam persidangan yang digelar semi tertutup itu. Dalam surat dakwaan pula penuntut umum menyebutkan, Bharada E tidak berupaya mencegah niat Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam Polri ketika itu, menghabisi nyawa ajudan.

“Saya hanyalah seorang anggota yang tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah dari seorang jenderal,” tutur jejaka berusia 24 tahun.

Kolaborator keadilan yang awalnya dipersepsikan sebagai pahlawan dalam skenario Ferdy Sambo, turut bersimpuh di hadapan kedua orang tua korban, Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak, yang dihadirkan dalam pekan selanjutnya. Pertemuan antara pembunuh dan keluarga korban sontak diwarnai situasi haru dan getir, khususnya bagi sang ibunda yang beberapa kali histeris memberi kesaksian karena kehilangan putra sulung secara tragis.

“Dengan mata terbuka anak saya dihabisi, anak saya dicabut nyawanya,” kata Rosti dengan suara tinggi dan tertahan karena menangis, dalam persidangan pada Selasa (25/10/2022).

Menurut dia, Brigadir J merupakan sosok panutan dalam keluarga karena menjadi tulang punggung dan bertanggung jawab terhadap adik-adiknya. “Anak saya dihabisi, anak saya dicabut nyawanya. Nyawa itu adalah hak Tuhan,” tambah Rosti.

Situasi serupa kembali muncul ketika kali pertama terdakwa Ferdy Sambo menjalani persidangan bersama-sama istri, Putri Candrawathi. Ketika itu Putri sempat mencium tangan Sambo sebelum mendengarkan kesaksian keluarga Brigadir J. Keduanya kompak mengenakan busana serba hitam, kontras dengan pihak keluarga yang hadir bersaksi berpakaian putih.

Samuel Hutabarat dalam memberi kesaksian, sempat meminta Ferdy Sambo dan Putri untuk melepas masker. Saat itu, Samuel juga meminta Ferdy Sambo, sebagai lelaki memosisikan diri sebagai ayah yang kehilangan putra lantaran tewas dibedil. “Pak FS ini adalah seorang ayah bagi anak-anak. Saya pun seorang ayah bagi anak-anak saya. Jadi bagaimana kebalikannya peristiwa ini? Pak Ferdy Sambo jadi saya, saya jadi Pak Ferdy Sambo,” tutur sosok yang berprofesi sebagai petani.

Pada kesempatan itu pula, Rosti meminta pasutri yang duduk dalam kursi terdakwa bertobat kepada Tuhan. Dia juga berharap Sambo dan Putri bisa jujur dalam menjalankan persidangan dan membersihkan nama putranya yang disebut-sebut tewas lantaran melecehkan Putri. Ny Putri Sambo tidak diam seribu bahasa dan mau merespons pernyataan Rosti sebagai sesama ibu.

“Saya dan Bapak Ferdy Sambo tidak sedetik pun menginginkan kejadian seperti ini terjadi dalam kehidupan keluarga kami yang membawa duka. Saya juga sebagai seorang ibu. Bisa merasakan bagaimana di hati ibu sebagai ibu dari almarhum Yoshua,” tutur Putri, sambil menangis.

Peristiwa pelecehan tetap dipertahankan Ferdy Sambo dan istri dalam persidangan dengan agenda pembuktian atau mendengarkan saksi-saksi dari penuntut umum. Dalam surat dakwaan terhadap para terdakwa yakni Richard Eliezer, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf, disebutkan peristiwa pembunuhan terjadi lantaran Ferdy Sambo mendidih emosinya mendengar cerita sepihak pelecehen di Magelang yang disampaikan Putri.

Bersaksi Palsu

Upaya membongkar narasi pelecehan setidaknya kentara ketika persidangan menghadirkan asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Susi, sebagai saksi yang beberapa kali ditegur majelis hakim dan penuntut umum lantaran memberi keterangan yang tidak logis, bahkan terkesan disetir. Sampai-sampai majelis meminta penuntut umum untuk menjerat Susi karena bersaksi palsu. Khususnya terkait keganjilan peristiwa pelecehan di Magelang.

Dalam kesaksian Susi terungkap bahwa Putri tidak melahirkan anak bungsu tetapi mengadopsi. Terungkap pula bahwa seluruh ajudan Ferdy Sambo yang lelaki mengawal Putri. Ketika dihadirkan bersaksi untuk kedua majikan, Selasa (8/11/2022), Susi tampak menghampiri Putri dan memeluknya. Entah apa yang keduanya katakan, tetapi Putri sempat berbicara sambil menyentuh wajah Susi dengan kedua tangannya.

Susi juga menghampiri Sambo untuk mencium tangannya kemudian mereka berdua saling memeluk sebelum sidang dimulai. Saat ini, proses sidang pemeriksaan saksi masih terus berlanjut. Terakhir, para ajudan dan anggota kepolisian dari Polres Metro Jakarta Selatan memberikan kesaksian untuk menerangi kasus kematian Brigadir J yang sudah tewas terkubur dan tidak bisa bersuara mempertanyakan mengapa nyawanya mesti dihabisi sang jenderal.

Back to top button