News

DPR Nilai Pelabelan BPA pada Galon Harus Prioritaskan Dampak Lingkungan

DPR Nilai Pelabelan BPA pada Galon Harus Prioritaskan Dampak Lingkungan

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mengingatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait rencana menerbitkan Peraturan Pelabelan Bisfenol A (BPA) pada produk air minum dalam kemasan (AMDK) galon.

Mungkin anda suka

Sebab rencana Pelabelan Bisfenol A (BPA) pada produk air minum belum BPOM komunikasikan ke DPR. Bahkan Komisi IX DPR sendiri hingga kini belum mendapatkan penjelasan secara langsung terkait rencana tersebut.

Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengatakan, BPOM harus menjelaskan soal rencana aturan tersebut. Sebab aturan yang akan mewajibkan pelabelan BPA AMDK galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC) itu juga berdampak bagi lingkungan.

“Harus ada kajian mendalam dari BPOM karena kemasan air minum sekali pakai menimbulkan limbah plastik yang tidak terkendali,” kata Daniel kepada wartawan, Jumat (29/7/2022).

Menurut Daniel, rencana revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label dan Pangan Olahan khusus pada aturan label berisiko mengandung BPA pada galon berbahan polikarbonat harus dikoordinasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.

Koordinasi ini penting agar nantinya dilakukan kajian secara mendalam terhadap dampak lingkungan, khususnya dari sisi sampah plastik galon sekali pakai dari rencana kebijakan BPOM.

“KLHK harus melakukan koordinasi dengan BPOM dalam hal memberikan kajian terhadap dampak lingkungan dari kemasan air galon sekali pakai,” jelas Daniel.

Soal dampak lingkungan ini, lanjutnya, BPOM dan KLHK harus melihat dari kepentingan bisnis yang diduga melatarbelakangi rencana kebijakan BPOM.

“Soal lingkungan harus prioritas utama diatas kepentingan bisnis,” tegas Daniel.

Aturan Pelabelan Tidak Logis

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI, Lucy Kurniasari juga turut mendesak BPOM menunda penerbitan Peraturan Pelabelan Bisfenol A (BPA) pada produk AMDK galon.

“BPOM harus menunda rencana tersebut. BPOM harus terlebih dahulu melakukan kajian yang objektif atas dampak bila rencana tersebut dikeluarkan BPOM,” kata Lucy kepada wartawan.

Anggota DPR RI Fraksi Demokrat itu menyatakan, hal yang wajar apabila publik turut mengkritisi rencana BPOM menerbitkan aturan pelabelan BPA pada produk AMDK.

Apalagi, selama ini penggunaan produk air minum dalam kemasan tidak ada masalah. Dia menyinggung bagaimana sikap BPOM sebelumnya terkait hal ini.

“Selama ini produk AMDK galon guna ulang tidak ada masalah. Bahkan BPOM menyatakan AMDK galon guna ulang aman untuk dikonsumsi. Karena itu, tidak ada alasan yang cukup logis bagi BPOM untuk melaksanakan rencana pelabelan tersebut,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Lucy, rencana peraturan label BPA dikhawatirkan sebagai ajang persaingan usaha. Padahal, BPOM sebagai pengawas makanan dan obat-obatan sesuai aturan tidak diperbolehkan terlibat dalam persaingan usaha antar perusahaan air minum dalam kemasan.

“Kalau hal itu yang terjadi, BPOM tidak diperkenankan terlibat. BPOM harus berada di luar persaingan usaha, agar rencana peraturan label BPA tidak terkesan pesanan sehingga merugikan dunia usaha khususnya air minum dalam kemasan galon guna ulang,” jelas Lucy.

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) sebelumnya mencemaskan rencana pelabelan BPA oleh BPOM pada AMDK galon. Sebab kebijakan tersebut berdampak langsung pada eksistensi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Selain itu merembet pada pebisnis kelas kecil yang kini banyak terjun ke industri pengisian air minum.

Pada tahap awal, pelabelan BPA akan berdampak langsung terhadap bisnis industri besar, mengingat galon yang digunakan dalam pengisian ulang diproduksi oleh korporasi kelas atas. Namun dalam jangka panjang kebijakan ini berpotensi mereduksi skala bisnis UMKM.

Apalagi, menurut IKAPPI sebagaimana disampaikan Sekjen Reynaldi Sarijowan, saat ini banyak masyarakat telah membuka usaha pengisian air minum dalam kemasan galon.[ipe]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button