News

Dituduh Kejagung Tak Transparan Soal Kuota Impor Garam, Kemenperin Angkat Bicara

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memberikan keterangan kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi perkara dugaan korupsi impor garam industri di Gedung Bundar, Jakarta, Jumat (7/10/2022) (Foto: Antara)

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan, penetapan kebutuhan impor garam sudah transparan dan sesuai prosedur. Besaran kuota dihitung berdasarkan surat pengajuan dari asosiasi industri maupun survei bersama kementerian dan lembaga terkait. Pernyataan ini sekaligus menepis tudingan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyebut penentuan kuota impor garam tidak transparan dan untuk kepentingan pribadi.

Mungkin anda suka

“Artinya, penetapan kebutuhan impor garam untuk industri sudah transparan dan sesuai prosedur, dan menggambarkan kebutuhan sektor industri manufaktur secara keseluruhan, baik yang membutuhkan garam dari impor maupun dari lokal seperti sektor industri tekstil, penyamakan kulit, dan lainnya,” kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif lewat keterangannya di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, Kejagung menduga Kemenperin menaikkan kuota impor garam demi mengeruk keuntungan pribadi. Kejagung tengah melakukan penyidikan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016-2022.

“Diduga dalam menentukan kuota impor yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional, terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jumat (7/10/2022).

Ketut menyampaikan dugaan tersebut didapat usai pihaknya memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Susi diperiksa sebagai saksi dan dicecar tim penyidik sebanyak 43 pertanyaan.  “Saksi (Susi) memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi dan penentuan alokasi kuota impor garam,” tuturnya.

Penjelasan Kemenperin

Febri yang juga Staf Khusus Menteri Perindustrian Bidang Pengawasan tersebut menyampaikan, transparansi dilakukan termasuk dalam penetapan kuota impor, yang pembahasannya dilakukan lintas kementerian dan lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta koordinasi dengan Bareskrim Polri dan melakukan rapat terbatas dengan Wakil Presiden.

Hal itu misalnya tercermin dalam rekomendasi dari Kemenperin maupun Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan sebesar 3,16 juta ton pada 2018. “Jadi, di bawah angka kebutuhan 3,7 juta ton. Sedangkan realisasi impor pada 2018 itu sebesar 2,84 juta ton,” ungkap Febri.

Febri menjelaskan, penggunaan garam impor diverifikasi oleh lembaga independen pada saat verifikasi untuk kebutuhan tahun berikutnya. Selain itu, perusahaan menyampaikan laporan kepada Kemenperin setiap triwulan.

“Realisasi impor pada kenyataannya selama ini selalu lebih kecil daripada PI yang diterbitkan karena industri pun tidak akan melakukan impor jika memang tidak memerlukan impor. Sedangkan PI tersebut merupakan rencana dari industri,” paparnya.

 

Wiguna Taher

 

Back to top button