Tuesday, 02 July 2024

Diam-diam Jokowi Teken PP 25/2024, Eks Dirjen Minerba Pertanyakan Nasionalisme

Diam-diam Jokowi Teken PP 25/2024, Eks Dirjen Minerba Pertanyakan Nasionalisme


Menyangkut ormas mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diatur PP Nomor 25 Tahun 2024 Mineral dan Batubara (Minerba) baru diteken Presiden Jokowi pada 30 Mei 2024, menabrak UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.

Dalam UU Minerba disebutkan bahwa IUP hanya bisa diberikan kepada perorangan, koperasi atau badan usaha berbadan hukum.

“Jadi UU itu sendiri sudah memberikan kemungkinan berusaha bagi setiap perusahaan yang berbadan hukum. Jadi kalau ormas punya perusahaan berbadan hukum, otomatis berhak mengajukan IUP. Oleh sebab itu, menurut kami PP ini hanya tipu-menipu penguasa kepada ormas. Barangkali, seolah-olah memberi imbal jasa atas dukungan politik yg berkuasa,” ungkap mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba, Dr Simon F Sembiring, Jakata, Sabtu (1/6/2024).

Simon mengungkapkan, pandangan pemerintah membuka peluang bagi PT Freeport Indonesia (PTFI/Freeport) dan lainnya, untuk diperpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sampai cadangan mineral habis, jelas menyalahi UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.

“Harusnya UU-nya juga diubah, bukan PP. Cadangan tidak pernah tahu keseluruhan pada masa 8 tahun eksplorasi pertama. Jadi masa produksi 30 tahun, sudah cukup alasan, tidak ada keharusan memperpanjang. Kalau eksplorasi pada saat masa produksi, itu menjadi investasi yang dapat dikonsolidasi menjadi cost atau biaya, sehingga bisa mengurangi profit yang berakibat mengurangi pajak, alias mengurangi penerimaan negara,” beber Simon.

Berhasil atau tidaknya suatu investasi, menurutnya, tidak ada risiko, seperti awal eksplorasi sebelum produksi. Jika tidak menemukan cadangan, semua investasi yang lah dikeluarkan menjadi risiko perusahaan.

Oleh karena itu, lanjut Simon, sejak Perpu 37 Tahun 1960, UU Nomor 11 Tahun 1967, UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020, masa produksi punya makna yang sangat mendasar. 
“Sebagai pengejawantahan pasal 33 UUD 1945 yang memberikan masa operasi produksi yang sangat rasional,” paparnya.

Saat ini, kata Simon, penekanan pemerintah bukan lagi kedaulatan negara atau rakyat. Namun bergeser kepada kedaulatan pemodal atau investor.

“Freeport memasuki masa produksi pada 1973. Kalau diperpanjang sampai dengan 2061, maka masa produksinya 87 tahun. Kita kembali ke VOC dan kemerdekaan kita. Jadi itu semu dan menunjukkan bahwa bangsa kita sendiri yang menjajah Indonesia,” kata Simon.

Simon mengatakan, saat ini, masyarakat sangat berharap adanya rasa nasionalisme dari para pemegang kekuasaan di negeri ini:

“Kita doakan saja agar para politikus, pemimpin negeri ini masih ada 40 persen idealismenya, tidak gila kekuasaan dan menumpuk kekayaan tujuh keturunan sehingga semakin merusak kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkas Simon.

Sedangkan, Sekretaris Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Hengki Seprihadi, berencana mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA).

Rencananya,CERI akan mengajak Koalisi Penjaga Sumber Daya Alam, berjuang agar PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dibatalkan MA.

Untuk melakukan gugatan tersebut, kata Hengki, CERI akan memberikan kuasa ke pengacara kondang, Dr Augustinus Hutajulu SH, Mkn.

“Sesuai dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, PP tidak boleh bertentangan dengan UU di atasnya,” ungkap Hengki.