Kanal

Di Beranda Istana Alhambra (34 – Sidang Tesis)

Alhamdulillah menjelang dua tahun Aku kuliah di Universitad de Madrid, Tesis yang menjadi persyaratan akhir kuliah S2 Ku rampung. Setelah mendapatkan persetujuan pembimbing, Aku langsung mendaftarkannya secara administratif untuk diujikan.

Tidak lebih dari satu minggu jadwal ujian sudah muncul di website fakultas, lengkap dengan nama-nama dosen pengujinya. Tiga orang dosen senior yang sangat disegani baik oleh lingkungan kampus maupun masyarakat ilmiah di Spanyol muncul sebagai calon penguji.

Ujian Tesis di kampusku hanya dilakukan sekali, dosen maupun mahasiswa yang tertarik boleh menghadirinya. Ujian seperti ini biasanya dihadiri oleh para mahasiswa yang sedang menyusun tesis dengan judul terkait atau mereka yang menekuni bidang penelitian serupa, sebagai sarana memperkaya wawasan.

Teman-teman diskusiku yang tertarik tentang Timur Tengah dan Dunia Islam semuanya berjanji akan hadir, juga dosen-dosen yang mengajar tentang Arab dan Islam. Sementara ini, kalau bicara Dunia Islam di kampusku, selalu diasosiasikan dengan Arab atau Timur Tengah. Sedikit sekali yang mengerti tentang Indonesia atau Islam di Asia Tenggara.

Hari yang kunanti-nanti itu akhirnya tiba. Menempati auditorium kecil yang berada di fakultas, sidang ujian akhir untuk program S2 digelar.

Prosesi formal mengawali ujian dilakukan secara sederhana, Pembimbing yang bertindak sebagai Pimpinan Sidang sekaligus sebagai moderator mengenalkan nama dan asalku, kemudian memberikan pengantar singkat tentang Tesis yang Aku ambil, ditambah sedikit komentar personalnya terkait menariknya riset dan kesimpulan yang Aku buat.

Katanya, riset ini penting bukan saja bagi para dosen dan Fakultas yang mereka kelola, akan tetapi juga penting bagi masa depan hubungan Spanyol dengan negara-negara Arab di Afrika Utara yang menjadi tetangganya dan Dunia Islam secara keseluruhan.

Aku diberi kesempatan untuk memaparkannya dalam waktu tiga puluh menit, selanjutnya setiap penguji diberikan kesempatan untuk bertanya masing-masing maksimal tiga puluh menit juga. Ujian menggunakan tiga Bahasa;  Spanyol, Inggris, dan Bahasa Arab.

Dari tiga dosen penguji, satu orang beragama Islam, sedangkan satu orang beragama Katolik, dan satunya lagi mengaku sekuler alias tidak beragama, walau tetap menghormati orang yang beragama sebagai bagian dari prinsip toleransi yang ia amalkan.

Aku mempelajari secara mendalam karakter, kebiasaan, dan selera calon pengujiku sebagai bagian dari persiapan ujian, disamping terkait dengan materi formal yang harus Aku presentasikan.

Aku memulai presentasi dengan menggunakan Powerpoint,  disamping menyajikan penjelasan berupa kalimat, Aku sisipkan sejumlah gambar yang menarik, ditambah suara pada bagian-bagian tertentu. Sisipan suara ini penting ketika Aku harus menjelaskan bahwa orang Spanyol belajar musik dari orang Arab.

Kemiripan irama yang dikaitkan dengan gambar-gambar gitar Spanyol lama menyerupai gitar Arab yang masih tidak berubah sampai sekarang. Seteleh presentasi dilanjutkan dengan tanya-jawab.

X: “Apa yang baru dari tesis saudara ?”, tanya penguji pertama yang paling senior.

A: “Saya menemukan rahasia kemajuan Islam di Andalausia”.

X: “Bisa saudara jelaskan ?”.

A: “Pandangan keagamaan yang moderat, toleran, dan terbuka, sehingga Ummat Islam waktu itu tidak memiliki hambatan untuk berinteraksi dengan bangsa lain, termasuk mengakomodasi seni dan budayanya. Pandangan ini membuka jalan bagi Ummat Islam waktu itu, untuk menerima ilmu pengetahuan, sain, dan teknologi, dari bangsa-bangsa lain, seperti: China, India, Persia, dan Yunani. Karena itu, dapat saya katakana bahwa pandangan terbuka, moderat, dan toleran dalam beragama merupakan prinsip unggul, bukan sebaliknya sebagai sikap lemah seperti anggapan banyak orang Islam saat ini.

X: “Apakah semua itu terjadi di Andalusia ?”.

A: “Sebetulnya, dimulainya di Bagdad oleh Dinasti Abbasyiyah yang ditandai dengan dibentuknya Baitul Hikmah, yang berawal dari gagasan Khalifah untuk menterjemahkan berbagai macam buku yang berasal dar berbagai macam bangsa dan negara yang berbeda-beda ke dalam Bahasa Arab.

Lembaga ini kemudian berkembang menjadi semacam perguruan tinggi, karena di dalamnya terjadi upaya memahami buku-buku yang telah diterjemahkan tersebut. Proses selanjutnya, upaya mengajarkan ilmu-ilmu itu kepada masyarakat luas. Terakhir, para ilmuwan di sana mengintegrasikan ilmu-ilmu yang didapat, sehingga kemudian muncul berbagai penemuan baru.”

X: “Lalu Apa hubungannya dengan Andalusia ?”, tanyanya lagi mengejar.

A: “Penguasa di Andalusia menduplikasi Baitul Hikmah di Cordoba, Toledo, Sevilla, dan kota-kota besar lain di Andalusia. Setelah berkembang, terjadi interaksi antara para ilmuwan di Bagdad dan Cordoba. Mereka saling mengunjungi, bertukar pemikiran dalam berbagai forum ilmiah, juga saling mengirim buku karena bahasa mereka sama, yaitu Bahasa Arab.”

X: “Cukup!”, komentarnya puas.

Moderator memberikan kesempatan pada penguji berikutnya untuk bertanya;

W: “Melanjutkan pertanyaan sebelumnya, menurut buku-buku yang saya baca, hubungan antara penguasa di Cordoba dan di Bagdad pada waktu itu tidak bagus, untuk tidak menggunakan istilah ‘bermusuhan’, bagaimana menjelaskannya ?”.

A: “Kalau yang dimaksud hubungan politik, maka bisa Saya katakana bahwa hubungan dua dinasti ini tidak pernah akur. Semula, Dinasti Abbasiyah di Bagdad berusaha menjatuhkan Dinasti Umayyah di Cordoba. Akan tetapi, setelah upaya ini berkali-kali gagal, kemudian terjadi semacam gencatan senjata jangka panjang.

Akan tetapi di luar politik, ternyata punya logika tersendiri, interaksi para ilmuwannya termasuk kegiatan ilmiah yang saling mempengaruhi dan saling menopang berkembang. Juga di bidang ekonomi khususnya perdagangan dan bidang seni music, bangunan, dan kaligrafi”.

W: “Orang Eropa menyebut Andalusia sebagai wilayah Iberia yang berlokasi di Eropa bagian Barat Daya yang kini lebih dikenal dengan sebutan Spanyol dan Portugal, adakah pengaruhnya terhadap bangsa Eropa lain ?”.

A: “Sangat besar, orang-orang Eropa banyak yang datang ke Cordoba, baik untuk urusan ekonomi maupun politik. Karena itu mereka menyaksikan kota-kota di Andalusia lebih modern, lebih maju, dan rakyatnya lebih makmur dari negara mereka sendiri. Karena itu, mereka kemudian  mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar di Andalusia. Menurut Wikipedia, tiga kota termodern di dunia tahun 1.000 M adalah, Cordoba di Andalusia, Bagdad di Irak, dan Kaifeng di China”.

W: “Saudara menyebut tiga kota besar termodern tentu maknanya bisa terindah, terbesar, terbersih, terbanyak penduduknya, karena begitulah ciri-ciri kota yang disebut modern pada waktu itu. Apakah saudara dapat menjelaskan bagaimana kota-kota di Eropa seperti Roma dan Konstantinopel yang sebelumnya menjadi kota-kota termodern di dunia bisa terkalahkan ?”.

A: “Pada waktu itu masyarakat Eropa mengalami masa kegelapan, yang disebabkan ilmu dimonopoli oleh penguasa politik dan penguasa agama. Bahkan raja berkolaborasi dengan pendeta untuk memonopoli kekuasaan dan kekayaan. Karena itu, ilmu dan harta hanya berputar di elite politik dan elite keagamaan, sementara rakyat mayoritas bodoh dan miskin. Inilah yang mendorong munculnya Gerakan Protestan dalam bidang agama dan Renaissance dalam bidang ilmu”.

W: “Saya akan memfokuskan perhatian pada bidang ilmu karena saya tidak tertarik pada isu agama. Bisakah saudara menjelaskan bagaimana hubungannya Renaissance dengan Andalusia ?”.

A: “Awalnya anak-anak muda yang berasal dari berbagai negara Eropa dikirim ke Andalusia untuk menimba ilmu. Dari sini muncul ilmuwan-ilmuwan baru yang tercerahkan, sebagian dari mereka kemudian menterjemahkan buku-buku yang dibacanya, sebagian bahkan menyadurnya ke dalam bahasa yang dikenal oleh masyarakatnya, sehingga ilmu yang berkembang di dunia Islam mulai masuk dan mempengaruhi cara berfikir orang Eropa.

Proses ini berlangsung ratusan tahun, sampai meletup ke permukaan dalam bentuk Revolusi Industri di Inggris pada tahun 1760 M dan Revolusi Sosial di Perancis pada tahun 1789 M”.

W: “Mumtas”, katanya puas dengan menggunakan Bahasa Arab.

Moderator memberikan kesempata pada penguji ketiga, sekaligus penguji terakhir:

Z: “Saya sering dianggap dosen kontroversial disebabkan sering mengangkat tema-tema sensitif bahkan masuk kategori tabu, baik di ruang kelas, seminar, maupun saat menulis artikel ilmiah. Tapi saya berkeyakinan, forum ilmiah seperti ini, apalagi di perguruan tinggi, harus disampaikan apa adanya, agar mahasiswa termasuk insan akademiknya mendapatkan kebenaran yang hakiki, sehingga bisa dijadikan rujukan bagi masyarakat luas, termasuk pengambil keputusan di pemerintahan.

Saudara pasti mengenal tokoh penting penakluk Andalusia Tariq bin Ziyad, bagaimana ceritanya sampai Ia memliki ide menyebrang dari Tanjir yang menjadi wilayah kekuasaannya ke Iberia ?”.

A: “Ceritanya berawal dari wilayah Ceuta di Afrika Utara yang waktu itu diperintah oleh penguasa Kristen, walaupun wilayah sekitarnya sudah dikuasai oleh Islam. Saat itu wilayah yang dikenal dengan Magribi ini diperintah oleh seorang  Gubernur  bernama Musa bin Nusair, yang mengendalikan kekuasaannya dari Khairawan yang kini masuk wilayah Tunisia.

Raja Ceuta saat itu bernama Julian yang mengirimkan seorang putrinya bernama Florinda untuk belajar ke Toledo, yang waktu itu menjadi Ibukota Kerajaan Kristen Visigoth. Florinda yang jelita dititipkan kepada Raja Roderick sehingga mendapatkan perlakuan istimewa di Istana.

Mungkin karena tidak kuasa melihat kecantikan Florinda, Sang Raja kehilangan kendali diri, kemudian memperkosa anak gadis yang malang ini. Raja Julian yang mendengar berita anak yang disayanginya mengalami musibah marah besar, akan tetapi menyadari dirinya hanya sebagai penguasa wilayah kecil yang lemah tidak mungkin melawan Visigoth dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas dan memiliki tentara yang banyak dan kuat. Julian lalu membujuk Tariq bin Ziyad yang menjadi penguasa wilayah tetangganya.

Julian mengetahui waktu itu Tentara Islam sangat kuat dan menguasai seluruh wilayah Afrika bagian Utara”.

“Tentara Islam memang tangguh di wilayah Padang Pasir sehingga dapat dengan mudah menguasai Afrika Utara, sementara Iberia merupakan wilayah yang berada di benua lain, dengan alam yang tidak dikenal, dan harus menyebrang lautan dimana Tentara Islam saat itu tidak terlatih bertempur di laut ?”.

A: “Saat Tariq menghadap atasannya Musa bin Nusair, sang Gubernur ragu. Hanya karena keyakinan Tariq kemudian ia merestui dengan setengah hati. Tariq kemudian memanfaatkan dukungan Julian, baik dalam masalah kapal dan penyebrangan, pemetaan wilayah Iberia, informasi intelijen, sampai pada pasukan penunjuk jalan.

Dan ternyata kenekatan Tariq berbuah luar biasa. Ia bukan saja berhasil mengalahkan pasukan Visigoth yang jumlahnya berlipat ganda, akan tetapi juga berhasil membunuh Raja Roderick di pertempuran yang sangat terkenal di Guadalate”.

Z: “Bagaimana reaksi Musa ?”.

A: “Musa kemudian tidak hanya mengirimkan pasukan yang sangat besar dengan dukungan logistik secara penuh, tetapi Ia sendiri yang memimpinnya. Karena itu kemenangan Pasukan Tariq di Guadalate kemudian diikuti oleh jatuhnya kota-kota lain secara cepat”.

Z: “Saudara tentu tahu kalau Tariq adalah orang Berber bukan Arab, sementara Musa adalah orang Arab. Adakah perbedaan etnis ini mempengaruhi hubungan keduanya ?”.

A: “Sejumlah buku yang saya baca menyebutkan turunnya segera Musa dan pasukannya menyusul pasukan Tariq karena tidak ingin Tariq menikmati sendiri kemenangannya, karena bisa mempengaruhi wibawanya sebagai seorang pemimpin tertinggi di wilayah yang dipercayakan oleh Khalifah di Damaskus.

Selain itu, mayoritas tentara yang dibawa Tariq berasal dari sukunya Berber, hanya sedikit tentara Arab dan tentara Julian yang berasal dari Ceuta. Akan tetapi saya tidak ingin berspekulasi, karena untuk menjawab pertanyaan ini perlu penelitian tersendiri, dan ini di luar wilayah penelitian saya”.

Z: “Apakah saudara mengetahui bahwa ada perebutan diantara keduanya untuk menggantikan kedudukan Raja Roderick di Toledo yang menjadi pusat pemerintahannya ?”.

A: “Tariq memang mengajukan diri untuk itu. Karena Musa ragu, dan merasa itu di luar kewenangannya, maka masalah ini kemudian dibawa ke Damaskus untuk meminta keputusan Khalifah secara langsung. Khalifah menolak keinginan Tariq dan sukunya.”

Z: “Apakah Tariq menerima keputusan ini ?”.

A: “Menerima walau dengan berat hati. Akan tetapi pemuka-pemuka suku Berber yang dibawanya menolak dan pulang dengan kecewa”.

Z: “Adakah masalah ini menjadi bibit dendam orang-orang Berber, yang seringkali kemudian muncul ke permukaan  baik dalam bentuk pemberontakan maupun perebutan kekuasaan di wilayah Andalusia di kemudian hari ?”.

A: “Saya tidak berani menjawabnya, karena pertanyaan ini di luar penelitian saya. Untuk menjawabnya perlu penelitian tersendiri”.

Z: “Saya melihat Anda sebagai orang Indonesia yang berada jauh dari wilayah ini,  tentu bisa melihat lebih objektif dan lebih rasional, sejarah konflik di masa lalu antara Spanyol dan Arab, atau kalau diperluas antara Kristen dan Islam. Apa pendapat Saudara atau mungkin Saudara memiliki saran bagaimana seharusnya Kita memandangnya, sehingga hubungan kedepan antara bangsa berjalan baik, dan perbedaan agama tidak lagi menjadi penghalang”.

A: “Sebagai ilmuwan politik saya memandang: Pertama, konflik di masa lalu terjadi karena perebutan kekuasaan, ambisi perluasan wilayah kekuasaan, serta perebutan harta atau sumber-sumber ekonomi, walaupun tidak bisa diabaikan ada pengaruh nilai-nilai agama pada kedua belah pihak.

Kedua, harus dikatakan, di kalangan penguasa-penguasa Muslim di Andalusia ada yang baik dan ada juga yang buruk. Yang baik menanamkan kebaikan dan akan membuahkan kebaikan, yang kemudian dinikmati oleh rakyatnya, begitu juga sebaliknya yang menanamkan keburukan akan menghasilkan keburukan, yang akan diderita oleh bukan saja oleh raja dan keluarganya, akan tetapi juga oleh rakyatnya.

Ini merupakan hukum sosial sejarah yang berlaku bagi semua manusia, di semua tempat, dan di semua zaman, tidak pandang apa agamanya, apa suku atau bangsanya, yang dalam Bahasa Arab disebut Sunnatullah.

Ketiga, dulu berlaku fenomena win-loose, yang menang akan hidup dan yang kalah harus mati. Fenomena ini bukan saja terjadi antara raja-raja Islam versus raja-raja Kristen di Andalusia, tetapi juga terjadi antara raja-raja Muslim sendiri, bahkan diantara keluarga istana saat memperebutkan kekuasaan.

Kini peradaban manusia dalam perebutan kekuasaan sudah semakin meningkat, terjadi fenomena win-win, dimana yang menang berkuasa dan yang kalah menjadi oposisi. Kekuasaan diperebutkan bukan dengan pedang, tetapi lewat bilik suara di pemilu.

Karena itu, antara Spanyol dengan negara-negara Arab atau antara negara-negara dengan penduduk Muslim dan negara dengan penduduk Kristen dapat bekerjasama dalam masalah ekonomi, politik, kebudayaan, dan sebagainya, dengan prinsip win-win akan membuahkan kemajuan bersama dan kemakmuran bersama”.

“Bueno !”, katanya puas dalam Bahasa Spanyol sambil menepuk-nepukkan kedua tangannya dengan pelan.

Dewan Penguji kemudian melakukan sidang yang berlangsung tidak lebih dari sepuluh menit, kemudian memutuskan dan menyatakan Aku lulus dengan Cumlaude.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Dr. Muhammad Najib

Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO. Penulis Buku "Mengapa Umat Islam Tertinggal?" info pemesanan buku
Back to top button