Market

Demokrat: Jokowi tak Hanya Wariskan Jalan Tol Panjang, Utangnya Juga Segunung

Dua tahun lagi, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berakhir. Warisannya tak hanya 1.900 kilometer jalan tol saja, berikut utang yang terus menggunung.

Untuk warisan yang terakhir ini, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan memberikan atensi khusus. Dia menyayangkan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang tidak solutif karena acapkali bilang utang Indonesia masih aman.

Sekedar mengingatkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang Indonesia menembus Rp7.014 triliun per Februari 2022. Dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) naik menjadi 40,17 persen, mendekati ambang batas normal utang.

Selanjutnya Syarief Hasan menuding Sri Mulyani tidak peka dengan kondisi keuangan Indonesia. “Indonesia kini diterpa berbagai isu kenaikan harga bahan pokok, hingga kesulitan ekonomi akibat Pandemi Covid-19 ditambah utang. Tetapi, Menteri Keuangan hanya memberikan pernyataan aman tanpa mengambil langkah solutif untuk menekan utang,” ungkap mantan Menteri Koperasi dan UKM era Presiden SBY ini.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini, menyebut beberapa kali Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memberikan peringatan akan potensi gagal bayar utang dari pemerintah Indonesia.

“Dalam Hasil Review atas Kesinambungan Fiskal, BPK RI menyebutkan terjadi tren penambahan utang Indonesia dan biaya bunga yang melampaui Produk Domestik Bruto (PDB) sehingga berbahaya bagi kondisi fiskal nasional. Ini bertentangan dengan penyataan Menkeu yang tidak solutif,” tuturnya.

Dari berbagai kajian akademis, lanjutnya, menunjukkan bahwa rasio debt service terhadap penerimaan Indonesia, mencapai 46,77 persen. Sedangkan rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan mencapai 19,06 persen. Capaian ini melampaui ambang batas IMF. “Ini tentu hal yang berbahaya bagi keuangan negara,” ungkap politisi senior Partai Demokrat ini.

Ia mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan kondisi keuangan negara dan melakukan langkah untuk menekan utang. “Indikator kerentanan utang Indonesia berasal dari hasil kajian BPK yang menyebutkan bahwa utang Indonesia melampaui batas rekomendasi International Monetary Fund (IMF) dan International Debt Relief (IDR),” ucapnya.

Syarief Hasan menegaskan, kenaikan utang di era Jokowi tentunya merugikan rakyat. Dan memberikan warisan berat bagi pemimpin yang akan datang. “Pemasukan yang diperoleh dari rakyat digunakan sebagian besar untuk membayar utang dan bunga utang. Padahal, harusnya lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button