NewsKanal

Dari Istri Gus Dur hingga Khofifah, Perdana PBNU Dapuk Perempuan Jadi Pengurus

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengumumkan struktur kepengurusan PBNU masa khidmah 2022-2027 di Gedung PBNU, kemarin Rabu (12/01/2022) pagi. Gus Yahya mengatakan, perempuan untuk pertama kalinya masuk ke dalam komposisi kepengurusan NU periode 2022-2027.

Istri mendiang Presiden Gus Dur, Sinta Nuriyah, aktivis perempuan Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, hingga Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, adalah sebagian tokoh perempuan yang masuk dalam kepengurusan PBNU kali ini. Selain itu ada pula nama Nafisah Sahal Mahfud, Maryati Solihah dan Mahfudoh.

Gus Yahya menegaskan tidak pernah ada larangan bagi NU menempatkan perempuan dalam jajaran kepengurusannya. Meski harus diakui, dalam seratus tahun kiprah organisasi tersebut, ini adalah yang pertama.

“Ini hanya soal waktu sebenarnya, karena sejak awal, sejak pertama, memang tidak pernah ada pembatasan bahwa PBNU tidak boleh ada perempuan,” ujar Yahya dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu mengutip NUonline (12/1).

Dia juga mengatakan, keputusan memasukkan perempuan dalam struktur baru adalah karena NU melihat kebutuhan untuk itu cukup mendesak.

“Bahwa harus ada perempuan-perempuan yang ikut serta mengelola PBNU ini, karena ada masalah-masalah besar terkait dengan perempuan,” tegasnya.

Yahya menyebut, tokoh perempuan yang tergabung dalam PBNU adalah mereka yang paling tangguh dalam kiprahnya selama ini. Khofifah Indar Parawansa misalnya, akan diandalkan NU untuk mengelola berbagai agenda pemberdayaan perempuan. Sementara Alissa Qotrunnada Wahid, yang kiprahnya luas hingga ke luar negeri, akan mendapat kepercayaan untuk menangani kerja sama internasional. Selain itu, Alissa juga dinilai aktif berkiprah dalam isu-isu kemanusiaan dan pemberdayaan perempuan.

Tingkatkan Kiprah Perempuan di PBNU

Alissa Wahid, yang turut dalam pengumuman kepengurusan PBNU baru ini, menyebut penyertaan perempuan dalam kepengurusan adalah terobosan sangat penting dalam perjalanan NU.

“Saya yakin bagi kami ini amanah, bukan hanya untuk diri kami pribadi, tetapi karena ini adalah gerbang untuk para perempuan NU memperbesar khidmatnya bagi NU, bagi umat Islam, dan juga bagi bangsa dan negara, dan tentu saja bagi perdaban dunia,” kata Alissa.

Dia juga menegaskan, sejak awal NU berdiri, ruang kiprah bagi perempuan sudah sangat besar. Di lingkungan pondok pesantren NU misalnya, peran Bu Nyai tidak saja sebagai pendamping bagi seorang Kyai. Bu Nyai juga bertugas mengurus pondok putri, mengelola pengajian sendiri, dan juga mengurus berbagai kegiatan keagamaan di ruang publik.

Khofifah Indar Parawansa juga menegaskan kiprah perempuan di NU ke depan semakin penting, terkait dengan pemberdayaan perempuan itu sendiri. Untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia, kata Khofifah, ada tiga sektor yang harus menyoroti dalam isu perempuan, yaitu pendidikan, kesehatan, dan pendapatan.

Gubernur Jawa Timur ini memberi gambaran sederhana mengenai bagaimana kondisi perempuan NU yang harus kuat.

“Jadi, kalau misalnya ada sepuluh ibu di Jawa Timur naik mobil, mungkin di antaranya tujuh adalah warga muslimat NU. Dan dari tujuh warga yang berorganisasi langsung atau yang tidak, sangat mungkin lima di antaranya itu masuk kategori kurang mampu,” tegas Khofifah.

Karena itulah, kiprah perempuan dalam kepengurusan PBNU ke depan penting dalam kondisi semacam itu. Proses kemampuan di sektor ekonomi misalnya, harus memberi ruang lebih luas bagi perempuan, terutama di pedesaan.

Pendidikan, baik formal maupun non-formal dan vokasi, kata Khofifah, juga menjadi persoalan sangat penting. Sektor ini harus berjalan beriringan dengan penguatan ekonomi perempuan.

Dalam bidang kesehatan, persoalan stunting misalnya, juga sangat bergantung pada peran perempuan.

“Stunting ini dekatnya sama ibu-ibu, mereka dari remaja putri, menikah, hamil sampai melahirkan, artinya ini adalah isu kesehatan reproduksi perempuan,” tambah Khofifah.

Soroti Radikalisme

Dalam kesempatan yang sama, Gus Yahya juga menekankan pentingnya agenda NU ke depan dalam melawan radikalisme. Yahya mengatakan, selama ini menyoal radikalisme lebih banyak berada di ruang dalil atau dasar hukum keagamaan saja, sehingga menjadi perdebatan teologis. Namun, ada dimensi sangat penting di dalam soal radikalisme yang terlupa, yaitu bahwa gerakan ini adalah pilihan politik

“Orang memang memilih untuk menjadi radikal sebagai pilihan politik. Maka kita harus diskusikan masalah ini, juga di dalam perpektif pilihan politik,dan dengan mengedepankan pertimbangan mengenai konsekuensi realistis dari pilihan politik ini,” ujarnya.

Dalam kepengurusan kali ini, Gus Yahya masih menempatkan para kyai sepuh, khususnya di Mustasyar. Beberapa di antaranya adalah Ahmad Mustofa Bisri, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Watimpres Lutfi bin Yahya, dan mantan ketua umum periode sebelumnya, Said Aqil Siradj.

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button