Monday, 07 July 2025

Dalami Yayasan Terafiliasi Satori-Hergun, Tersangka CSR BI Diumumkan KPK Sebentar Lagi

Dalami Yayasan Terafiliasi Satori-Hergun, Tersangka CSR BI Diumumkan KPK Sebentar Lagi


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) atau CSR BI ke sejumlah yayasan yang terafiliasi dengan anggota DPR RI Komisi XI periode 2019–2024.

Fokus pendalaman diarahkan pada yayasan yang disebut terafiliasi dengan anggota DPR Fraksi NasDem, Satori (ST), dan anggota Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (HG) atau Hergun, sebagaimana dilaporkan masyarakat pada awal proses penindakan.

“Semua kami dalami. Sementara ini kami fokus pada penggunaan dana CSR oleh ST dan HG, sesuai laporan awal masyarakat kepada kami,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat dihubungi wartawan, Minggu (6/7/2025).

Asep menambahkan, dari hasil penelusuran terhadap aliran dana CSR tersebut, KPK akan segera mengumumkan tersangka dalam waktu dekat. Termasuk membuka peluang penetapan tersangka terhadap Satori dan Hergun serta pihak yayasan terafiliasi. Ia meminta publik bersabar menunggu informasi resmi selanjutnya.

“Dalam waktu dekat akan kami tetapkan tersangkanya. Ditunggu saja,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, KPK menduga adanya praktik suap dalam penyaluran dana CSR Bank Indonesia yang mengalir ke kantong pribadi anggota Komisi XI DPR RI, termasuk Satori dan Hergun.

Asep sempat menjelaskan, dana CSR dari Bank Indonesia disalurkan ke sejumlah yayasan yang terafiliasi dengan oknum anggota DPR, termasuk kerabat dan keluarga Satori maupun Hergun. Dana tersebut tidak langsung masuk ke rekening pribadi.

“Jadi begini, BI memiliki CSR. Tapi, CSR itu tidak langsung kepada orang, kepada person. CSR itu harus melalui yayasan. Harus melalui yayasan,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (21/2/2025).

Karena dana CSR disalurkan melalui Komisi XI, lanjut Asep, Satori dan Hergun mendirikan yayasan sebagai perantara untuk menampung aliran dana tersebut.

“Jadi setiap orang, karena ini juga memang diberikan kepada Komisi XI, di mana Saudara S ini ada di situ, ini masih termasuk juga Saudara HG ya, itu yayasannya, jadi membuat yayasan. Kemudian melalui yayasan tersebutlah uang-uang tersebut dialirkan,” jelasnya.

Setelah dana dicairkan ke yayasan milik orang-orang terdekat Satori dan Hergun, uang tersebut kemudian dialirkan kembali ke rekening pribadi mereka melalui modus nominee.

“Yang kami temukan, yang penyidik temukan selama ini adalah, ketika uang tersebut masuk ke yayasan, ke rekening yayasan, kemudian uang tersebut ditransfer balik ke rekening pribadinya. Ada yang masuk ke rekening saudaranya, ada ke rekening orang yang memang nomineenya mewakili dia,” tutur Asep.

Dana itu kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset properti.

“Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tersebut, dan dibelikan properti, kepada yang lain-lain, menjadi milik pribadi, tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial,” lanjutnya.

Untuk menutupi aliran dana tersebut, pihak yayasan membuat laporan fiktif seolah-olah dana digunakan sepenuhnya untuk kegiatan sosial sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Bank Indonesia.

“Tidak keseluruhannya, tapi tetap ada kegiatan sosialnya. Ada, tapi itu hanya digunakan untuk kamuflase untuk laporan. Jadi dari 10 misalkan, 10 bikin rumah, dikerjakan misalkan 3. Nah itu digunakan untuk laporan. Jadi tetap, karena BI juga menerima, meminta laporan,” pungkas Asep.

Selain Satori dan Hergun, sejumlah anggota DPR RI Komisi XI periode 2019–2024 juga pernah dipanggil KPK. Mereka antara lain Wakil Ketua Komisi XI dari Fraksi PDIP Dolfie Othniel Frederic Palit, Fauzi Amro (FA) fraksi Nasdem, Charles Meikyansah (CM) fraksi NasDem, dan Ecky Awal Mucharam dari Fraksi PKS. Namun, mereka diketahui absen dalam pemanggilan. KPK belum menginformasikan jadwal pemanggilan berikutnya.

Sebagai bagian dari penyidikan, penyidik KPK juga telah menggeledah Kantor Pusat Bank Indonesia di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada Senin malam (16/12/2024). Dalam penggeledahan tersebut, penyidik turut memeriksa ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo serta menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik.

“(Dari ruangan Pak Perry) ada beberapa dokumen dan barang-barang yang kita ambil,” ujar eks Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Rudi Setiawan, Selasa (17/12/2024).

Menurut Rudi, barang bukti yang disita akan diklasifikasikan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemanggilan terhadap para pejabat terkait di Bank Indonesia.

“Nanti saya belum mendetailkan ini barang ada temukan di ruangan siapa, milik siapa, segala macam. Nanti itu akan kita klasifikasi, kita verifikasi kepada orang yang bersangkutan (saksi yang bakal dipanggil),” jelasnya.
 

Rizki Aslendra