Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar tiba-tiba membetot perhatian publik usai cuitannya ramai jadi perbincangan. Dalam Twitter pribadinya, @SitiNurbayaLHK menulis bahwa
Pembangunan pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus terus berjalan meski ada yang mengaitkannya dengan kerusakan hutan.
“Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi,” kata Siti lewat akun Twitter, @SitiNurbayaLHK, Kamis (4/11/2021). Status tersebut sontak menuai kecamatan warganet.
Penggalan tweet Siti di atas-lah yang ramai jadi gunjingan warganet. Sebab dianggap bertentangan dengan pidato Presiden Joko Widodo yang gencar berbicara soal penyelamatan alam di tengah-tengah pertemuan internasional.
Tak hanya warganet, politisi Gerindra, Fadli Zon juga mengungkapkan rasa kecewanya atas tulisan Menteri Siti Nurbaya tersebut.”Narasi ini kontradiktif dan kontraproduktif,” tulis Fadli Zon di akun Twitternya.
Di tengah ramainya kritik dan hujatan, beberapa warganet turut meluruskan pernyataan Menteri LHK. Beberapa di antaranya meminta kepada publik untuk membaca secara utuh pernyataan Menteri Siti Nurbaya.
Setelah ramai dibahas warganet, sang menteri kembali menuliskan pernyataannya terkait dengan pembangunan infrastruktur dan deforestasi.”Membaca pesan saya tentang deforestasi harus secara utuh,” demikian keterangan Siti Nurbaya Bakar.
Menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi. pic.twitter.com/gPCP8OnkCJ
— Siti Nurbaya Bakar (@SitiNurbayaLHK) November 3, 2021
Menurut Siti, pembangunan tidak bisa berhenti jika dikaitkan dengan isu kerusakan hutan. Hal itu lantaran pembangunan merupakan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.”Menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi,” ujar politikus Partai Nasdem tersebut.
Siti menjelaskan, kekayaan alam Indonesia termasuk hutan harus dikelola untuk pemanfaatannya menurut kaidah-kaidah berkelanjutan, di samping tentu saja harus berkeadilan. “Kita juga menolak penggunaan terminologi deforestasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia,” ucapnya.
Dia mencontohkan negara-negara Eropa, di mana sebatang pohon ditebang di belakang rumah. Siti menyebut, hal itu itu mungkin masuk dalam kategori dan dinilai sebagai deforestasi. “Ini tentu beda dengan Indonesia. Memaksa Indonesia untuk zero deforestation di 2030, jelas tidak tepat dan tidak adil. Karena setiap negara memiliki masalah-masalah kunci sendiri dan dinaungi Undang-Undang Dasar untuk melindungi rakyatnya,” kata Siti.
Misalnya di Pulau Kalimantan dan Sumatra, Siti menambahkan, banyak jalan yang terputus karena harus melewati kawasan hutan. Sementara ada lebih dari 34 ribu desa berada di kawasan hutan dan sekitarnya.”Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,” ucap Siti.