Coretan ‘Adili Jokowi’ kian menjamur, terlihat di sudut-sudut Kota Jakarta. Sejatinya coretan ini sudah terlihat pada Maret 2024, jelang penetapan hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pernah terlihat di sebuah dinding pembatas beton di sekitaran Menteng, Jakarta Pusat pada 19 Maret 2024.
“Tangkap dan adili Jokowi,” bunyi narasi dalam coretan tersebut. Kini coretan senada, makin banyak terlihat. Aksi grafiti ini nampak di sebuah tiang penyeberangan jalan, daerah Blok A, Jakarta Selatan. Coretan serupa juga terlihat di tembok tangga JPO Halte TransJakarta Kota Bambu, Palmerah, Jakarta Barat.
Demikian juga di tembok sisi dalam Fly Over Tomang, Jakarta Barat. Di Duren Sawit, Jakarta Timur, juga tak ketinggalan, tulisan ini terpampang dengan tinta hitam di sebuah tembok agen gas LPG 3kg. Desakan untuk mengadili Jokowi memang terus menggelinding. Terlebih, lembaga nonpemerintah internasional, Organized Crime dan Corruption Reporting Project (OCCRP) mengeluarkan rilis yang menominasikan nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu tokoh terkorup.
“Finalis-finalis yang menerima paling banyak dukungan tahun ini adalah Presiden Kenya William Ruto; mantan Presiden Indonesia Joko Widodo; Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu; mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina; dan pebisnis India Gautam Adani,” demikian pernyataan di laman resmi OCCRP yang dikutip di Jakarta, Selasa (31/12/2024).
Melalui siaran pers di situs resminya, OCCRP mengakui bahwa pihaknya tak memiliki bukti atas tuduhannya ke Jokowi dan tokoh dunia lainnya sebagai pemimpin terkorup. Dalam keterangan itu, disebut bahwa nominasi berdasar dari usulan publik yang diterima melalui email dan sejumlah platform media sosial, salah satunya X (Twitter).
Selain itu, dugaan serta asumsi para aktivis yang menghiasi pemberitaan juga turut menjadi salah satu indikator OCCPR dalam menominasi Jokowi dan tokoh lainnya.
“Ada persepsi yang kuat di antara warga negara tentang korupsi dan ini seharusnya menjadi peringatan bagi mereka yang dinominasikan bahwa masyarakat sedang memperhatikan, dan mereka peduli. Kami juga akan terus memperhatikan,” tulis keterangan itu, dikutip Sabtu (4/1/2025).
Secara terpisah, Ketua Umum YLBHI Muhamad Isnur mengatakan, situasi hukum dan HAM yang terjadi di Indonesia dalam satu dekade terakhir menunjukkan kemunduran. Tercatat ada 122 kebijakan yang melanggar prinsip negara hukum dan HAM.
“Salah satunya UU Cipta Kerja dan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen sebagaimana mandat UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan,” ujar Isnur dalam siaran persnya yang dilansir Sabtu (4/1/2025).
YLBHI melihat setidaknya ada 10 faktor Jokowi layak disebut sebagai koruptor.
1. Pelemahan KPK Secara Sistematis
2. Revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (2020).
3. Omnibus Law dan Pengabaian Check and Balances.
4. Rezim Nihil Meritokrasi.
5. Menghidupkan Kembali Dwifungsi Militer.
6. Badan Usaha Milik Negara menjadi Badan Usaha Milik Relawan.
7. Intelijen untuk Kepentingan Politik.
8. Represi dan Kriminalisasi.
9. Proyek Strategis Nasional Merampas ruang hidup rakyat.
10. Nepotisme Kekuasaan.