News

China Hilangkan Identitas Islam dan Budaya Uyghur, Penutupan Masjid Kian Meluas


Pemerintah China secara sistematis telah mengubah nama ratusan desa yang memiliki makna agama, sejarah, atau budaya bagi warga Uighur menjadi nama yang selaras dengan ideologi Partai Komunis China. Aksi penutupan mesjid kini dilakukan lebih meluas hingga ke luar wilayah Xinjiang.

Dalam laporan yang dirilis Human Rights Watch Rabu (19/6/2024), sekitar 630 desa di Xinjiang telah diubah namanya untuk menghilangkan referensi ke Islam atau budaya dan sejarah Uyghur, menurut laporan kelompok tersebut, yang dilakukan bekerja sama dengan organisasi Uyghur Hjelp berbasis di Norwegia.

Laporan tersebut membandingkan nama 25.000 desa di Xinjiang seperti yang terdaftar oleh Biro Statistik Nasional China antara tahun 2009 dan 2023. Kata-kata seperti “dutar”, alat musik gesek tradisional Uyghur, atau “mazar”, sebuah kuil, telah dihapus dari nama desa, dan diganti dengan kata-kata seperti “kebahagiaan”, “persatuan”, dan “harmoni” – istilah umum sering ditemukan dalam dokumen kebijakan Partai Komunis.

Mereka juga menghilangkan penyebutan agama, termasuk istilah seperti “Hoja”, sebutan untuk guru agama sufi, dan “haniqa”, sejenis bangunan keagamaan sufi, atau istilah seperti “baxshi”, seorang dukun. Referensi mengenai sejarah Uighur atau pemimpin regional sebelum berdirinya Republik Rakyat China pada tahun 1949 juga telah dihapus, menurut laporan tersebut.

Pemerintah China ingin “menghapus ingatan sejarah masyarakat, karena nama-nama tersebut mengingatkan orang akan siapa diri mereka,” kata Abduweli Ayup, ahli bahasa Uighur yang tinggal di Norwegia dan pendiri Uyghur Hjelp. Sebagian besar perubahan nama desa terjadi antara 2017 dan 2019, pada puncak tindakan keras pemerintah di Xinjiang, menurut laporan tersebut.

Masih menurut laporan itu, pihak berwenang China juga telah menonaktifkan, menutup, menghancurkan, atau mengubah masjid untuk keperluan sekuler di wilayah di luar Xinjiang sebagai bagian dari kampanye yang bertujuan untuk menindak ekspresi keagamaan.

Pihak berwenang telah menutup masjid-masjid di wilayah utara Ningxia serta provinsi Gansu, yang merupakan rumah bagi populasi besar Muslim Hui, sebagai bagian dari proses yang dikenal secara resmi sebagai “konsolidasi”. Laporan tersebut mengacu pada dokumen publik, citra satelit dan keterangan saksi.

Pemerintah setempat juga telah menghapus fitur arsitektur masjid agar terlihat lebih “Tionghoa”, sebagai bagian dari kampanye Partai Komunis yang berkuasa untuk memperketat kontrol atas agama dan mengurangi risiko kemungkinan tantangan terhadap pemerintahannya.

Rumah bagi 11 Juta Warga Uighur

Xinjiang adalah wilayah luas yang berbatasan dengan Kazakhstan dan merupakan rumah bagi sekitar 11 juta warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Presiden Xi Jinping pada 2016 menyerukan “Sinisisasi” agama, memulai tindakan keras yang sebagian besar terkonsentrasi di wilayah barat Xinjiang.

Sebuah laporan PBB tahun lalu menemukan bahwa China mungkin telah melakukan “kejahatan terhadap kemanusiaan” di Xinjiang, termasuk melalui pembangunan jaringan kamp interniran di luar hukum yang diyakini telah menampung setidaknya satu juta warga Uighur, Hui, Kazakh, dan Kyrgyzstan.

post-cover
Muslim Uighur di Xinjiang. (Foto: Getty Images/Kevin Lee)

Pihak berwenang China dikabarkan juga telah menonaktifkan, menutup, menghancurkan, atau mengubah masjid untuk keperluan sekuler di wilayah di luar Xinjiang sebagai bagian dari kampanye yang bertujuan untuk menindak ekspresi keagamaan, masih menurut Human Rights Watch.

Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa Beijing sangat mementingkan perlindungan dan perbaikan masjid, dan menjaga kebutuhan normal umat beragama. 

“Organisasi-organisasi terkait harus meninggalkan bias ideologis mereka terhadap China dan berhenti menggunakan isu-isu agama untuk terlibat dalam manipulasi politik dan mencoreng citra Tiongkok,” kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, mengutip AFP.

Salah satu referensi pertama yang diketahui mengenai “konsolidasi masjid” muncul dalam dokumen internal partai pada April 2018 yang dibocorkan ke media Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari kumpulan dokumen yang dikenal sebagai “Xinjiang Papers”.

Dokumen tersebut menginstruksikan lembaga-lembaga negara di seluruh negeri untuk memperkuat standar manajemen pembangunan, renovasi, dan perluasan tempat-tempat keagamaan Islam. Juga menekankan bahwa tidak boleh ada tempat-tempat Islam baru yang dibangun untuk menekan jumlah keseluruhan [dari masjid].

“Pemerintah China tidak ‘mengkonsolidasikan’ masjid-masjid seperti yang mereka klaim, namun menutup banyak masjid yang melanggar kebebasan beragama,” kata Maya Wang, penjabat direktur China di Human Rights Watch. “Penutupan, penghancuran, dan penggunaan kembali masjid oleh pemerintah China adalah bagian dari upaya sistematis untuk mengekang praktik Islam di Tiongkok.”

Di Desa Liaoqiao dan Chuankou di Ningxia, pihak berwenang membongkar kubah dan menara ketujuh masjid dan merobohkan bangunan utama dari tiga masjid antara tahun 2019 dan 2021. Ini terlihat dari video dan gambar yang diposting online dan dikuatkan dengan citra satelit oleh para peneliti kelompok tersebut. Selain itu, ruang wudhu di salah satu masjid di bagian dalamnya rusak, menurut video yang diperoleh kelompok tersebut. 

Kebijakan “konsolidasi masjid” juga dirujuk dalam dokumen Maret 2018 yang dikeluarkan oleh pemerintah Yinchuan, ibu kota Ningxia. Di Provinsi Gansu, beberapa pemerintah daerah telah melakukan upaya rinci untuk “mengkonsolidasikan” masjid. 

Di Kabupaten Guanghe, yang mayoritas penduduknya adalah suku Hui, pihak berwenang pada tahun 2020 membatalkan pendaftaran 12 masjid, menutup lima masjid, dan memperbaiki serta mengkonsolidasikan lima masjid lainnya, menurut buku tahunan pemerintah, yang dirujuk dalam laporan Human Rights Watch.

Laporan berita juga menunjukkan bahwa pemerintah China telah menutup atau mengubah masjid di tempat lain di negara tersebut, dan terkadang mendapat reaksi keras dari masyarakat. Pada bulan Mei, pengunjuk rasa di kota Nagu di provinsi selatan Yunnan bentrok dengan polisi terkait rencana pembongkaran kubah masjid.

Back to top button