Sunday, 30 June 2024

Cerita Djarot Ketika Soeharto Coba Pisahkan Soekarno dari Rakyatnya

Cerita Djarot Ketika Soeharto Coba Pisahkan Soekarno dari Rakyatnya


Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Syaiful Hidayat membongkar cerita tentang kepemimpinan Soeharto di era Orde Baru (Orba) yang berusaha keras menjauhkan Proklamator RI Soekarno dari rakyat.

Mulanya, Djarot menceritakan dirinya memiliki tugas dari PDIP ketika menjabat Wali Kota Blitar periode 2000-2010 untuk merapikan makam Bung Karno. Ia mengungkapkan bahwa Bung Karno memiliki wasiat untuk dimakamkan di Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat.

Namun keinginan tersebut tidak diindahkan oleh Soeharto, sebagai Presiden RI ke-2 karena diduga pihaknya khawatir keberadaan makam Bung Karno dekat dari Jakarta bisa membangkitkan semangat rakyat melawan neokolonialisme. Neokolonialisme sendiri menurutnya dibawa rezim era Soeharto itu.

“Kalau sampai Bung Karno dimakamkan di Bogor, Batutulis, dekat dengan kekuasaan. Ini cerita dari para senior, para orang-orang PNI (Partai Nasional Indonesia), mbah-mbah PNI di Blitar ketakutan, karena Bogor sangat dekat dengan Jakarta. Ketakutan akan aura Soekarno, ajaran Soekarno, pemikiran Soekarno menjadi daya pendorong yang hebat untuk bisa mengalahkan neokolonialisme dan neo-imperialisme yang dibawa oleh pemerintah Orde Baru pada saat itu,” kata Djarot dalam diskusi memperingati Hari Lahir Bung Karno di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (6/6/2024).

Djarot mengatakan di era Orba, pemerintah memaksa Bung Karno dimakamkan jauh dari pusat kekuasaan. Lalu terpilih Blitar dengan alasan dekat dengan malam ibunya.

“Makam ibundanya di Kota Blitar. Makam di Kota Belitar itu, makam itu dulu makam pahlawan. Maka begitu dimakamkan di situ, maka makam pahlawan itu dipindah, makam-makam di situ, jadi kompleks, jadi makam Bung Karno di situ,” ujarnya.

Mantan Gubernur Jakarta ini mengatakan pemerintah Orba tidak merasa puas memakamkan Bung Karno di Blitar untuk menjauhkan rakyat. Akibat ketidakpuasan tersebut, mereka pun sampai memasang pagar kaca dan meletakkan batu besar yang beratnya sekitar setengah ton dekat makam demi menjauhkan Bung Karno dari rakyat.

“Makam Bung Karno itu harus ditutup dengan kaca yang tebal dan tidak tembus, tebal sekali. Jauhkan dari rakyat, maka ditaruh di Blitar itu kota kecil. Kota paling selatan di Jawa Timur,” ucapnya.

Hal ini dilihat Djarot sebagai bentuk ketakutan Soeharto dan rezim Orba terhadap Soekarno. Tindakan ini pun disebut sebagi desoekarnoisasi.

“Ajaran Bung Karno, bukan hanya tidak boleh dibaca oleh kita semua pada saat itu. Tapi justru sumbernya, karena mereka tahu, salah satu kelemahan utama Bung Karno adalah kalau dia dijauhkan dari rakyat,” tuturnya.

Acara ini turut dihadiri oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning, Sejarawan sekaligus Dekan FIB Universitas Indonesia (UI), Dr. Bondan Kanumoyoso, dan dipandu oleh Sejarawan yang juga kader PDIP Bonnie Triyana. Adapun, puluhan anggota DPP, Badan, dan Sayap PDI Perjuangan turut menjadi peserta dalam diskusi tersebut.