Market

Capai Rp1.200 Triliun, Hardjuno: Saatnya Hapus Pembayaran Bunga Obligasi Rekap BLBI

Selama 20 tahun terakhir jika dirata-rata, terdapat Rp60 triliun per tahun dibayarkan untuk pos pembayaran subsidi bunga obligasi Rekapitalisasi eks-Bantuan Likuiditas Bank Indonesia alias BLBI. Nilainya tak tanggung-tanggung mencapai Rp1.200 triliun yang terbuang sia-sia.

Pemerintah pun diminta fokus pada upaya penghapusan semua mata anggaran yang sama sekali tidak berkontribusi pada pengurangan beban pengeluaran masyarakat.

“Langkah ini penting demi menyelamatkan keuangan negara atau APBN di tengah kondisi ekonomi yang saat ini sangat sulit,” kata Staf Ahli Pansus BLBI DPD, Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Sabtu (1/10/2022).

“Sejak 20 tahun terakhir, saya turun ke jalan meneriakan agar pemerintah menghapus pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks-BLBI ini. Ini anggaran yang tidak produktif dan membebani APBN kita,” tegasnya.

Sayangnya, sambung dia, desakan menghapus pembayaran bunga Obligasi Rekap BLBI tidak digubris.

Padahal, pembayaran bunga obligasi ini membuat APBN tidak sehat. “Saya tegaskan lagi, ini peringatan bagi anggaran kita. Kalau uang rakyat ini terus dipakai untuk hal-hal yang tidak penting maka APBN kita jebol dan ini menjadi ancaman bagi masa depan anak cucu bangsa ini,” terangnya.

Hardjuno mengaku tidak iklas jika uang pajak rakyat terus dibiarkan membayar beban subsidi bunga obligasi rekap sampai 2043. Kebijakan ini jelas sangat tidak adil dan melukai rasa keadilan rakyat.

Apalagi, angkanya bernilai total Rp4.000 triliun. “Karena itu, alangkah baiknya, dana yang sangat besar itu dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ini jauh lebih bermanfaat ketimbang dihambur-hamburkan untuk hal yang tidak penting,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hardjuno menegaskan dalam kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini, efisiensi anggaran adalah salah satu cara yang harus dilakukan pemerintah. Termasuk menghapus alokasi pembayaran bunga obligasi rekap yang selama ini digelontorkan pemerintah dalam APBN.

Hardjuno menyakini, pembayaran bunga obligasi rekap ini akan terus menjadi beban APBN ke depan. “Khususnya jika pemerintah tidak mengambil kebijakan menghapus pembayaran bunga obligasi rekap BLBI,” timpal dia.

Situasi ini, dia menegaskan, menjadi ancaman serius bagi APBN di masa yang akan datang.

“Saya ingatkan pemerintah agar peduli dengan kondisi APBN kita saat ini. Bahwa ada mata anggaran yang nilainya besar sekali tapi pura-pura tidak tahu semua. Ya, anggaran subsidi pembayaran bunga obligasi rekap yang setahun masih ada Rp 50-an triliun itu, itu yang perlu dipersoalkan,” kata Hardjuno.

Dalam situasi dunia yang sedang sulit, tidak bisa lagi negara menutup mata pada kerugian rakyat atas pembayaran bunga obligasi rekap BLBI. Bahkan, itu hanya menguntungkan para konglomerat yang kemudian menguasai ekonomi hajat hidup orang banyak.

“Cek saja itu importir gandum siapa? Penerima BLBI dan obligasi rekap juga. Saya gemas kalau nanti isunya soal efisiensi rapat lagi. Dilarang rapat di hotel lagi, sudah basi isu itu,” tandas Hardjuno.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button