Market

BPK Bongkar Perjalanan Dinas Fiktif di Lembaga Negara, Bapanas Juaranya


Di tengah seretnya keuangan negara, banyak pejabat di kementerian atau lembaga negara, justru boros melakukan perjalanan dinas. Lebih miris lagi, banyak penyelewengannya.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2023 yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada awal Juni 2024, terkuak banyaknya penyimpangan biaya perjalanan dinas senilai Rp39,26 miliar.

Bentuk penyimpangan yang dimaksud BPK, karena menyalahi aturan, termasuk perjalanan dinas fiktif. Pemeriksaan dilakukan terhadap 10 kementerian/lembaga (K/L) pada 2023.

Laporan itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2023 yang diterbitkan BPK pada awal Juni 2024.

“Atas permasalahan belanja perjalanan dinas sebesar Rp39,26 miliar tersebut ditindaklanjuti melalui pertanggungjawaban dan/atau penyetoran ke kas negara sebesar Rp12,79 miliar,” demikian tertulis dalam laporan LKPP BPK.

Secara rinci, BPK menbuet sembilan K/L yang melakukan belanja terbesar menurut kategori perjalanan dinas bermasalah.

Pertama, Badan Pangan Nasional (Bapanas) melakukan belanja perjalanan dinas sebesar Rp5,03 miliar.

Angka ini merupakan penggunaan daftar pengeluaran riil sebagai pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas dalam negeri yang tidak dapat diyakini kebenarannya.

Kedua, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan belanja Rp211 juta. Ini merupakan pengadaan tiket transportasi dan penginapan melalui Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang tidak seluruhnya didukung dengan bukti yang memadai dan sesuai ketentuan.

Ketiga, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebesar Rp7,4 miliar merupakan pembayaran biaya transportasi kepada peserta kegiatan sosialisasi yang tidak dapat diyakini keterjadiannya.

Keempat, Kementerian Dalam Negeri melakukan perjalanan dinas fiktif sebesar Rp2,48 juta, merupakan perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan.

Kelima, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggunakan dana Rp6,8 juta untuk pembayaran atas akomodasi yang fiktif. Tak hanya itu, BRIN juga menggunakan dana Rp1,5 miliar untuk belanja perjalanan dinas pada satuan kerja Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) yang tidak akuntabel dan tidak dapat diyakini kewajarannya.

Keenam, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp10,5 miliar yang merupakan sisa kelebihan pembayaran perjalanan dinas yang belum dikembalikan ke kas negara.

Ketujuh, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebesar Rp1,3 miliar, merupakan perjalanan dinas yang melebihi kelas yang diperkenankan untuk jabatan, serta bukti akomodasi dan transportasi yang dipertanggungjawabkan pelaksana lebih besar dibandingkan dengan bukti yang pengeluarannya.

Kedelapan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp1,1 miliar merupakan perjalanan dinas oleh pelaksana yang tidak seharusnya, serta pertanggungjawaban tanpa didukung bukti pengeluaran secara at cost.

Kesembilan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) sebesar Rp792,17 juga merupakan kegiatan perjalanan dinas tanpa didukung bukti pengeluaran yang sah serta pemborosan biaya perjalanan dinas berupa travel charge yang timbul karena kesalahan pegawai dalam pemesanan tiket.

Kesepuluh, Kementerian Pertanian (Kementan) sebesar Rp571,73 juta merupakan penggunaan daftar pengeluaran riil untuk pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas dalam negeri yang tidak sesuai ketentuan.

 

Back to top button