Market

BPDP-KS Dorong Riset Minyak Sawit untuk Industri Pangan

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mendukung pengembangan riset sawit termasuk untuk industri pangan.

Kepala Divisi Pelayanan BPDKS Arfie Thahar mengatakan, hal itu sesuai amanat Perpres 66/2018 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

“Kegiatan penelitian dan pengembangan sawit bertujuan meningkatkan produktivitas, sustainability, penciptaan produk atau pasar baru dan meningkatkan kesejahteran petani,” bebernya dalam sebuah seminar online, yang dikutip di Jakarta, Jumat (27/5/2022).

Dana riset BPDPKS, kata Arfie, angkanya mencapai Rp389,3 miliar kepada 235 bidang penelitian sepanjang 2015-2021. Riset ini meliputi 48 bidang bioenergi, sembilan bidang pasca panen, 26 riset budidaya, 17 bidang pangan dan kesehatan, 37 bidang olekimia dan biomaterial, 61 bidang sosial ekonomi, dan 37 bidang lingkungan.

Ia menuturkan, program riset BPDPKS menjalin kerja sama dengan 70 Lembaga Penelitian dan Pengembangan termasuk perguruan tinggi dan BRIN. Selain itu, ada 840 peneliti, 346 mahasiswa, 201 publikasi yang terlibat dalam riset BPDPKS.”Dari program riset ini dihasilkan 42 paten dan enam buku,” ujar Arfie.

Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan M Edy Yusuf menjelaskan perlu adanya aksi bersama untuk membangun keberlanjutan hulu hingga hilir sawit, sehingga terjadi harmonisasi people, planet dan profit.

“Sawit menjadi komoditas penting bagi masyarakat global karena dapat menjadi olahan produk pangan, kosmetik, sabun, hand sanitizer sampai renewable energy. Selama 24 jam kita hidup berdampingan dengan produk-produk sawit,” ujarnya.

Dikatakan Edy, kebutuhan minyak goreng nasional sebanyak 5,7 juta kiloliter terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebanyak 3,9 juta kiloliter.

Sementara, kebutuhan industri sebesar 1,8 juta kiloliter.”Adanya kebutuhan minyak goreng perlu dibarengi edukasi penggunaan produk berbasis sawit aman dan kegiatan ini perlu ditingkatkan,” jelasnya.

Sedangkan Plt Ketum Dewan Sawit Indonesia Sahat Sinaga menjelaskan, kampanye negatif sawit berlangsung sejak 1980-an. Harga sawit yang kompetitif selalu dikaitkan dengan kualitas.

Tuduhan rendahnya kualitas minyak sawit selalu digaungkan negara produsen minyak nabati lain. Sebab, harga minyak nabati lain lebih tinggi US$200/ton daripada sawit. “Kalau ada tuduhan harga sawit murah lalu kualitasnya rendah, itu tidak benar,” jelasnya.

Sahat menjelaskan, banyak pihak tidak tahu bahwa kandungan gizi minyak sawit setara dengan Air Susu Ibu (ASI). Maka itu dalam industri susu digunakan juga sawit ini.

Dalam upaya meningkatkan kualitas minyak sawit telah ada inovasi seperti Pabrik Minyak Sawit Tanpa Uap (PMTU). Sahat menjelaskan pengolahan dengan teknologi tanpa uap akan membuat kandungan klorin yang mengandung senyawa karsinogenik dari proses pemurnian CPO yang menghasilkan Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Olien dapat memenuhi standar pasar internasional. Manfaat lain pengoperasian PMTU lebih efisien dan ramah lingkungan.

Dijelaskan Sahat pengoperasian teknologi PMTU dapat dijalankan melalui skema korporasi petani di 26 provinsi. Alhasil posisi tawar petani akan meningkat terutama dari aspek harga TBS sawit.

Guru Besar IPB University Prof Nuri Andarwulan menyampaikan, minyak sawit sebagai ingredien pangan olahan yang sulit digantikan oleh minyak atau lemak lainnya. “Minyak sawit sebagai ingredien minyak pangan olahan. Minyak sawit sangat sulit untuk disubstitusi oleh minyak nabati lain yang ada di pasaran. Ini berhubungan dengan keekonomian dan teknologi yang diterapkan,” ucapnya.

Dijelaskan, salah satu produk berbahan minyak sawit yang digunakan untuk olahan pangan yaitu margarin untuk oles. Dulu, margarin lebih banyak dari minyak biji-bijian yang dihidrogenasi. Saat ini margarin dari minyak sawit dapat berkompetisi dengan produk lain di pasaran.

“Berikutnya minyak sawit untuk masak yaitu vegetable ghee atau margarin cair adalah teksturisasi campuran dari fraksi minyak sawit dan masih banyak lain produk lain dari sawit yang digunakan untuk makanan misalnya margarin for cream yang sulit gantikan oleh minyak nabati lainnya. Dan, untuk bahan non-dairy creamer dan chocolate coating,” jelasnya.

Prof Nuri menegaskan, minyak sawit sebagain ingedrien produk susu formula (infant, follow on, growing-up formula). Minyak sawit digunakan untuk growing-up formula supaya mirip dengan Air Susu Ibu (ASI). Hasil dari sampling susu formula yang ada di pasaran 90 persen mengandung minyak sawit.

Senior Manager Commercial Biofuel Apical Indonesia Jummy Bismar Sinaga menuturkan, pihaknya terus mengembangkan riset dan inovasi untuk menghasilkan produk hilir kelapa sawit. Dari sektor hulu, Apical mendapatkan dukungan dari Asian Agri yang memiliki luas 100 ribu hektare kebun inti dan 60 ribu hektare kebun plasma serta 41 ribu hektare kebun swadaya. Didukung 22 pabrik kelapa sawit dan 10 unit kernel crushing plant.

“Keberadaan kebun, pabrik sawit, dan refineri kami saling terjangkau sehingga mengoptimalkan efektivitas dan efisiensi rantai suplai APICAL. Keunggulan ini menjadikan nilai jual kepada konsumen sehingga delivery bisa on time,” ujarnya.

Jummy menjelaskan, fasilitas Apical yang berlokasi strategis di Indonesia, Cina dan Spanyol, sehingga menjadikan Apical dekat dengan pemasok dan konsumen, meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam operasional perdagangan secara global.

Apical merupakan pemasok terkemuka di Indonesia dalam pasar minyak curah dan kemasan, margarin, Shortening dan melayani hingga ke end customer. Selain itu, Apical meluncurkan Apical 2030, sebuah inisiatif keberlanjutan yang strategis. [ikh]

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button