Sunday, 30 June 2024

Bos BI Sering Bilang Rupiah Bakal Menguat, Ternyata Hanya ‘Omon-omon’

Bos BI Sering Bilang Rupiah Bakal Menguat, Ternyata Hanya ‘Omon-omon’


Usai bertemu Presiden Jokowi, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyampaikan keyakinan bahwa nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS, bakal menguat. Lagi-lagi pernyataan orang nomor satu di BI itu, meleset.  

Pada penutupan perdagangan Jumat (21/6/2024), kurs rupiah di pasar spot anjlok hingga Rp16.450/US$. Ini level paling rendah sejak Maret 2020.  Terjadi pelemahan 0,12 persen dibandingkan penutupan hari sebelumnya senilai Rp16.430/US$.

Padahal, usai pertemuan dengan Jokowi pada Kamis sore (20/6/2026) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Perry menyatakan keyakinan akan menguatnya rupiah. Alasannya, faktor fundamental perekonomian Indonesia terpantau membaik.

Adapun faktor fundamental yang dimaksud Perry, meliputi inflasi yang terjaga di level 2,84 persen secara tahunan (year on year/yoy), pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencapai 5,1 persen, dan pertumbuhan kredit sebesar 12 persen.

“Demikian juga kondisi-kondisi ekonomi kita, termasuk juga imbal hasil investasi Indonesia yang baik. Kalau dilihat dari faktor fundamental, nilai tukar rupiah kita itu seharusnya akan menguat,” kata Perry.

Perry menuturkan, pelemahan nilai tukar saat ini, lebih dipengaruhi oleh sentimen jangka pendek. Pada Mei lalu, terjadi ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Begitu pula dengan kebijakan bank sentral AS, The Fed, yang diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan sebanyak 1 kali, dari semula diprediksi 3 kali sepanjang tahun ini.

Oleh karenanya, Bank Indonesia merespons dengan cara menaikkan suku bunga acuan dan intervensi di pasar untuk menstabilkan mata uang rupiah.

“Dan karenanya puji syukur rupiah kita pada waktu itu menguat dari Rp 16.600 (per dollar AS) menjadi Rp 15.900 (per dollar AS). Itu menunjukkan bahwa rupiah kemudian menguat begitu sentimen-sentimen pendek itu berakhir,” tutur Perry.

Pada 3 Mei 2024, Perry menyatakan hal senada. Bahwa nilai tukar mata uang Garuda kembali berotot di hadapan mata uang negeri Paman Sam. tak tanggung-tanggung, dia menyebut kurs rupiah berada di kisaran Rp15.800-Rp16.000 per dolar AS.

Ada 4 alasan yang dikemukakan Perry. Pertama, suku bunga atau BI Rate dikerek hingga 6,25 persen. Kedua, derasnya duit asing yang masuk lewat Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Ketiga, prospek serta daya tahan ekonomi yang kuat. Terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5 persen, inflasi terkendali serta bertumbuhkan kredit. Tapi ya itu tadi, semuanya meleset.