Market

Belum Merasakan Hasil, Petani Minta Pengapusan Tarif Ekspor Sawit Diperpanjang

Senin, 22 Agu 2022 – 18:50 WIB

Belum Merasakan Hasil, Petani Minta Pengapusan Tarif Pungutan Ekspor Sawit Diperpanjang

Kelapa Sawit/Foto:ist

Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung meminta pemerintah memperpanjang penghapusan tarif pungutan ekspor sawit.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghapus tarif ekspor produk kelapa sawit mulai 15 Juli-31 Agustus 2022 untuk mendorong percepatan ekspor terutama peningkatan harga tandan buah segar (TBS) di level petani sekaligus berkontribusi terhadap penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) global.

“Sudah sewajarnya pemerintah tidak memberlakukan dulu pungutan ekspor sawit dalam waktu dekat, atau setidaknya memperpanjang periode relaksasi ini. Saya berpendapat supaya PE (pungutan ekspor) ini sementara dikesampingkan dulu sampai harga TBS Petani di atas Rp3.000/kg,” kata Gulat dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (22/8/2022).

Menurut Gulat, relaksasi yang pemerintah lakukan ini bertujuan untuk mendorong pabrik-pabrik pengolahan dengan leluasa melakukan ekspor. Hal ini bisa mendorong pabrik-pabrik kembali menyerap tandan buah segar atau TBS sawit petani dengan harga yang lebih baik.

Namun, menurutnya relaksasi yang sudah berlaku selama dua minggu ini masih belum memberikan dampak karena masa pemberlakuannya terlalu singkat.

Menurut Gulat, butuh waktu lebih panjang agar satu kebijakan bisa memberikan dampak agar masyarakat dan pelaku usaha bisa merasakannya.

“Pemulihan ini membutuhkan waktu dan pemerintah harus hadir,” imbuhnya.

Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai pemerinta perlu mengevaluasi kebijakan pungutan sawit.

Penghapusan Tarif Ekspor Sawit Belum Tepat Sasaran

Pasalnya, salah satu akar masalah terkait pungutan sawit adalah pemanfaatannya yang tidak tepat sasaran.

“Sama sekali tidak tepat sasaran dengan kita melihat dana pengelolaan dari kelapa sawit banyak yang kembali pada produsen pengolah dana sawit sekaligus eksportir kelapa sawit. Bahkan ada perusahaan yang untung dari subsidi biodiesel kelapa sawit,” kata Nailul.

Berdasarkan Kepmen ESDM No. 258K/10/DJE/thn 2016 Tentang Penetapan Badan Usaha BBN dan alokasi besaran volumenya untuk pengadaan BBN jenis biodiesel di PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo, alokasi dana sawit untuk kepentingan biodiesel hanya dirasakan oleh segelintir perusahaan saja.

Di sisi lain, pemanfaatan dana sawit untuk pengadaan biodiesel juga tak sejalan dengan semangat pengembangan industri sawit sebagai tujuan awal penerapan kebijakan ini.

“Pemanfaatan saat ini lebih banyak digunakan untuk subsidi program biodiesel. Padahal ada sasaran lainnya seperti peningkatan SDM petani, peremajaan sawit, dan lainnya, yang porsinya sangat kecil sekali. Belum lagi untuk porsi lainnya. Jadi alokasi saat ini sangat timpang sekali. Kacau balau,” katanya.

Pemerintah menghapus tarif pungutan ekspor kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya mulai 18 Juli-31 Agustus 2022.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2022 di mana tarif pajak pungutan ekspor pada seluruh produk dari tandan buah segar (TBS), kelapa sawit, produk sawit, bungkil, palm oil, used cooking oil, dan crude palm oil menjadi Rp0 per metrik ton.

Setelah tanggal 31 Agustus 2022, pemerintah akan memberlakukan tarif pajak ekspor CPO dan produk turunannya bersifat progresif atau menyesuaikan dengan harga di pasar global.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button