Tuesday, 01 July 2025

Beban Berat Anggaran, ICWI Dorong KPK Selidiki Penambahan Jumlah Reses DPD

Beban Berat Anggaran, ICWI Dorong KPK Selidiki Penambahan Jumlah Reses DPD


Indonesian Corrupt Workflow Investigation (ICWI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti penambahan jumlah reses Dewan Perwakilan Daerah (DPR) periode 2024-2029, melampaui jumlah reses DPR. Keputusan ini menambah berat beban anggaran.

Pendiri ICWI, Tommy Diansyah mengatakan, penambahan reses DPD-RI berimplikasi kepada ttambahan beban dana APBN yang bersumber dari pajak rakyat.

“Apalagi di tengah kondisi fiskal negara yang defisit, seharusnya semua lembaga dan pejabat negara memiliki empati dan memberi teladan dalam membuat kebijakan anggaran,” papar Tommy di Jakarta, Senin (13/1/2025).

“Awalnya saya membaca berita yang disampaikan mantan anggota DPD asal Aceh, Fachrul Razy yang mengungkapkan, sekaligus mengingatkan pimpinan DPD baru, yang menambahkan jumlah reses melampaui jumlah reses DPR. Di mana menurut Fachrul Razy ada beberapa Undang-undang yang patut diduga dilanggar,” terang Tommy.

Penambahan jumlah reses ini, kata Tommy, patut diduga dilanggar sejumlah Undang-undang yakni UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD disingkat MD3 yang mengatur masa reses DPD harus mengikuti masa reses DPR. Selain itu, UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, pasal 3 ayat (3), menyebutkan, setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat kepada pengeluaran atas beban APBN/APBD, jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia, atau tidak cukup tersedia.

Tommy menyinggung UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, pasal 3 ayat 1 menegaskan, keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

“Dan perlu diingat bahwa korupsi itu kaidahnya luas, termasuk perilaku tidak mematuhi prinsip. Karena itu di dalam pemberantasan korupsi, selain menyangkut delik-delik, juga menyangkut kaidah-kaidah dalam penyelenggaraan keuangan negara,” imbuhnya.

Dia berharap, apa yang sudah disampaikan secara publik oleh mantan anggota DPD, Fachrul Razy bisa ditindaklanjuti KPK dengan melakukan pengumpulan bahan dan keterangan untuk kepentingan penyelidikan adanya kemungkinan pelanggaran hukum terhadap penyelenggaran keuangan negara yang ujungnya merugikan masyarakat.

“Kerugian saya sebagai pembayar pajak tentu karena APBN patut diduga terpakai lebih banyak akibat penambahan jumlah reses di DPD. Karena kita tahu uang reses
yang diberikan secara lumsum kepada anggota DPR dan DPD, cukup besar. Kalau tidak salah, setiap orang menerima sekitarRp350 juta sekali reses. Sedangkan jumlah anggota DPD saat ini mencapai 152 orang,” papar Tommy.

Sebelumnya, eks DPD asal Aceh, Fachrul Razy mengaku heran dengan penambahan jumlah reses di masa persidangan terakhir dari periode keanggotaan DPD. Dia mengingatkan pimpinan DPD periode 2024-2029, penambahan reses ini berpotensi menjadi masalah hukum.

Fachrul yang menjadi anggota DPD dua periode (2014-2024), mengaku tidak pernah terjadi masa reses yang ditambah di masa persidangan terakhir dari periode keanggotaan. Karena, sesuai aturan perundangan, masa reses DPD harus mengikuti masa reses DPR RI. Sehingga khusus di masa persidangan terakhir, reses hanya 4 kali, bukan 5 kali. 

Iwan Purwantono