Market

Bayar BPJS Sudah Berat, Serikat Pekerja Keberatan Potong Gaji 3 Persen untuk Tapera


Pemotongan 3 persen gaji untuk tabungan perumahan (Tapera) bagi pekerja swasta, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 tentang Tapera, bikin resah. Semakin berat beban hidup pekerja yang penghasilannya pas-pasan.

Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar mengatakan, DPR akan memanggil pemerintah untuk memberikan penjelasan secara utuh terkait PP Tapera yang diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024 itu. Karena itu tadi, beleid itu hanya bikin masyarakat resah.

“Kita akan memanggil semua pihak yang terkait, untuk menjelaskan kepada publik. Ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dan memberatkan,” kata Cak Imin, sapaan akrabnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/5/2024).

Ketua Umum PKB ini, benar. Klausul tentang pemotongan penghasilan pekerja sebesar 3 persen untuk iuran Tapera, tidak masuk akal dan memberatkan.

“Misalnya, upah minimum sebesar Rp3,5 juta, maka iurannya sekitar 105.000 per bulan. Harga rumah minimalis misalnya Rp250 juta, maka butuh 2.000 bulan atau 166 tahun. Kira-kira reliable, tidak,” kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi.  

Dari formulasi tersebut, Ristadi khawatir program Tapera gagal mendorong kepemilikan rumah layak huni bagi pekerja. Karena itu tadi, programnya tidak rasional.

“Penambahan iuran Tapera dikhawatirkan menambah beban pekerja yang penghasilannya pas-pasan semakin berat. Saat ini, beban pekerja sudah berat karena harus bayar BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan,” paparnya.

Dalam PP 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020, menegaskan bahwa besarnya iuran Tapera adalah 3 persen dari penghasilan (UMR). Di mana, pekerja menanggung 2,5 persen, sisanya ditanggung perusahaan atau pemberi kerja.  Khusus pekerja mandiri atau freelancer, iuran Tapera sebesar 3 persen ditanggung sendiri.

Kewajiban iuran Tapera untuk pekerja diberlakukan 7 tahun setelah PP 25/2020 resmi diteken. Atau pada 2027. 

Back to top button