Market

Bapanas-Bulog Berulah, Rakyat yang Kena Getahnya


Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai tidak sinkronnya kebijakan yang diterapkan oleh Bapanas dan Bulog terkait impor beras, tentu memberi dampak negatif pada masyarakat.

“Insinkronisasi kebijakan ini mendatangkan efek negatif ke masyarakat, terutama soal harga beras ‘memerah’ dalam beberapa hari terakhir. Stok beras di Bulog itu memang penting untuk dijadikan rujukan harga bagi produsen beras,” ujar Nailul kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Minggu (16/6/2024).

Ia menjelaskan, bukan mustahil harga eceran beras (HET) akan naik dalam waktu dekat, mengingat sifatnya yang fluktuatif dan tren menurunnya harga beras beberapa waktu belakangan ini. “Harga beras jika dilihat bulanan sudah menurun, namun memang harus waspada terhadap harga beras karena bisa sangat fluktuatif,” ucapnya.

Sekadar informasi, sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Situasi ini memungkinkan munculnya biaya demurrage (denda) yang harus dibayar Bulog sekitar Rp350 miliar.

Timbulnya potensi demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang mengharuskan impor menggunakan kontainer, padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar.

Informasi yang didapat menyebut, sebagian beras impor di Tanjung Priok sudah bisa keluar berkat bantuan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat kunjungan kerja ke pelabuhan. Kini barang sudah berada di gudang Bulog.

Persoalannya, denda yang harus dibayarkan Bulog tersebut bisa berdampak pada harga eceran beras, demi menutupi kelebihan pengeluaran. Artinya pemerintah harus memberi subsidi lagi ke Bulog. Sampai Rabu (12/6/2024), masih ada sekitar 200 kontainer beras tertahan di Tanjung Priok. Sementara di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya tercatat 1.000 kontainer.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi buang badan dan mengarahkan untuk menanyakannya ke Perum Bulog. “Silakan dikonfirmasi dengan Direksi Bulog biar pas karena kewenangannya ada di Bulog,” kata Arief saat dihubungi, Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Sementara Dirut Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengakui, ada aktivitas impor beras sebanyak 490 ribu ton sejak awal tahun hingga Mei, yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.  “Dari awal tahun hingga Bulan Mei 2024 terdapat puluhan kapal yang sudah berhasil dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok dengan total kurang lebih sebanyak 490.000 ton beras,” kata Bayu dalam keterangan tertulis yang diterima Inilah.com di Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Ia menyebut proses pembongkaran memang sempat tersendat pada periode Januari-Maret. Namun Bayu tidak menjelaskan berapa besaran biaya demurrage yang dikeluarkan selama proses tersebut. Ia hanya menjamin demurrage yang dikeluarkan tidak akan berdampak pada harga eceran tertinggi (HET).

“Biaya demurrage tidak ada kaitannya dengan penetapan HET dan beberapa kasus masalah keterlambatan juga sudah diatasi. Sehingga saat ini sudah tidak ada antrean kapal beras di Pelabuhan Tanjung Priok maupun antrean truk-truk beras di gudang Jakarta,” tutur dia lagi.

Klaim ini dipatahkan oleh anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina. Ia menegaskan, sangat memungkinkan HET bakal terimbas akibat demurrage yang dikeluarkan saat mengimpor 490 ribu ton beras membengkak. Nevi mengingatkan, pentingnya untuk tetap menahan harga beras saat ini terlebih di momen hari raya Idul Adha 2024.

“Sangat mungkin berdampak ke harga, tapi kita harus menahan kenaikan harga beras, apalagi ini di saat Hari Raya Idul Adha. Jangan dibebankan ke masyarakat dengan naiknya harga beras. Pengawasan teknis di lapangan ditingkatkan,” kata Nevi di Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Back to top button