Market

Atasi Krisis, Perusahaan di Jepang Akan Naikkan Gaji dan Tunda Masa Pensiun Pekerja

Perusahaan di Jepang memilih untuk menaikkan upah atau gaji karyawan. Hal ini perusahaan lakukan untuk menarik minat para calon pekerja baru karena saat ini banyak perusahaan mengalami krisis pekerja.

Hasil jajak pendapat yang Reuters lakukan pada Kamis (18/8), selain menaikkan gaji, perusahaan juga memilih untuk melakukan digitalisasi untuk mengatasi krisis pekerja ini.

Padahal sebelumnya banyak perusahaan memilih untuk tidak akan menaikkan gaji karena khawatir akan ancaman deflasi yang ada dalam beberapa dekade ini. Namun karena harga komoditas semakin mahal dan nilai tukar yen terus melemah, membuat perusahaan berubah pikiran.

Perdana menteri Jepang, Fumio Kishida juga sebelumnya sudah meminta para perusahaan di negera matahari terbit itu untuk menaikkan upah.

Jajak pendapan ini Reuter lakukan terhadap 495 perusahaan non-keuangan besar selama periode 2 – 12 Agustus 2022. Jajak pendapat ini untuk mengetahui cara perusahaan dalam mengatasi krisis tenaga kerja.

Hasilnya, perusahaan yang memilih menaikkan gaji atau upah sebanyak 44 persen persepon. Padahal jajak pedapat ini juga pernah dilakukan pada tahun 2017 lalu, namun hasilnya hanya 25 persen responden perusahaan saja yang setuju soal ini.

Sisanya sebanyak 59 persen responden perusahaan memilih langkah digitalisasi dan lainnya untuk menghemat biaya operasional mereka saat ini. Sedangkan 19 persen responden lain memilih untuk mengamankan pekerja asing untuk mengatasi krisis tenaga kerja ini.

Sebanyak 59 persen responden yang milih langkah lain dalam mengatasi masalah ini karena tak mau menaikkan upah. Sebab saat ini khususnya saat pandemi COVID-19, mereka mengaku kesulitan untuk membayar upah pekerjanya.

Para perusahaan tersebut juga akan memperbaiki sistem perekrutan mereka. Bahkan mereka akan menunda masa pensiun pekerjanya sehingga memaksa para orang tua untuk bekerja lebih lama lagi.

Dalam survei ini, mayoritas perusahaan Jepang melihat risiko kebangkitan COVID-19 bisa menimbulkan penurunan ekonomi pada paruh kedua tahun fiskal ini hingga Maret 2023.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button