Market

Asia Tenggara Mendapat Keuntungan dari Rivalitas AS dan China


Di tengah perubahan penting dalam dinamika perdagangan global, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengalami peningkatan ekspor ke Amerika Serikat (AS), melampaui pengiriman ke China untuk pertama kalinya dalam enam kuartal. 

Tren ini, yang mencerminkan perubahan dalam rantai pasokan global, menyoroti semakin pentingnya pasar AS bagi negara-negara ASEAN di tengah ketegangan perdagangan dan pergeseran ekonomi yang sedang berlangsung. Menurut data yang dikumpulkan oleh Nikkei Asia dari Sekretariat ASEAN, masing-masing pemerintah, dan media lokal, ekspor ASEAN ke AS berjumlah US$67,2 miliar pada kuartal Januari-Maret 2024. 

Angka ini melampaui ekspor ke China senilai US$57 miliar pada periode yang sama. Para ahli mengaitkan tren ini dengan meningkatnya permintaan AS terhadap semikonduktor dan suku cadang listrik dari ASEAN, dibandingkan dengan perlambatan ekonomi China.

Malaysia mencontohkan tren ini, dengan ekspor ke AS meningkat sebesar 8% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara ekspor ke China menurun sebesar 3,3%. Seorang ekonom yang dikutip dalam laporan Nikkei menunjukkan bahwa pergeseran ini didorong oleh faktor struktural dan siklus. 

Meningkatnya biaya dan ketegangan politik, khususnya perselisihan dagang antara AS dan China, mendorong perusahaan-perusahaan Amerika untuk merelokasi pengadaan mereka ke wilayah lain, termasuk Malaysia.

Vietnam mengalami peningkatan paling signifikan di antara negara-negara anggota ASEAN, dengan ekspor ke AS meningkat sebesar 24% menjadi $25,7 miliar pada kuartal pertama. Lonjakan ini penting dibandingkan dengan ekspor Thailand sebesar $12,6 miliar dan ekspor ke AS sebesar $12,0 miliar dari Singapura. Pada tahun 2023, Amerika menyumbang 28% ekspor Vietnam, sedangkan China menerima 17%.

Thailand juga mengalami perubahan yang signifikan, dengan ekspor ke China pada kuartal pertama turun sebesar 5,1% dibandingkan tahun lalu. Penurunan tersebut terjadi pada berbagai produk, antara lain karet alam, tapioka, dan buah-buahan. Sebaliknya, ekspor ke AS meningkat sebesar 9,8%, didorong oleh produk pertanian dan agroindustri. Faktor utama kinerja ekspor Thailand adalah penurunan ekspor otomotif, dengan jumlah kendaraan yang diproduksi untuk ekspor turun sebesar 5% menjadi 273.680 unit.

Mengutip laporan Eurasian Times, meskipun gabungan ekspor ASEAN ke China dan Hong Kong berjumlah $69,4 miliar pada kuartal pertama tahun 2024, melebihi ekspor ke AS, kesenjangan tersebut telah menyempit secara signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

Pada kuartal pertama tahun 2021, ekspor ASEAN ke China dan Hong Kong sebesar $86,4 miliar, sedangkan ekspor ke AS sebesar $59 miliar. Pergeseran ini menunjukkan tren yang lebih luas di mana negara-negara ASEAN mendiversifikasi pasar ekspor mereka dan mengurangi ketergantungan pada China. 

Keuntungan dari Rivalitas AS-China

Asia Tenggara mengalami lonjakan investasi yang pesat karena dunia usaha dari Amerika Serikat dan China tertarik pada stabilitas politik dan pasar yang luas di kawasan ini. Peran penting kawasan ini sebagai jalan tengah dalam meningkatnya persaingan antara Amerika Serikat dan China terus menarik investor global. 

Antara tahun 2017 dan 2022, investasi di 11 negara Asia Tenggara tumbuh sebesar 40%, melampaui peningkatan investasi di China, Amerika Latin, dan Afrika. Periode pertumbuhan ini bertepatan dengan meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China. 

Amerika Serikat adalah investor utama dalam proyek-proyek modal di Asia Tenggara, menghabiskan $74,3 miliar untuk pembangunan pabrik dan usaha lainnya antara tahun 2018 dan 2022. China menyusul dengan investasi sebesar $68,5 miliar pada periode yang sama. 

Beberapa perusahaan Amerika memandang Asia Tenggara sebagai lokasi yang sangat baik untuk membangun kembali rantai pasokan karena kedekatannya dengan China, pusat manufaktur utama, dan lingkungan politik dan sosial yang stabil.

Perusahaan-perusahaan AS terutama menargetkan investasi terkait semikonduktor di negara-negara seperti Singapura dan Malaysia. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan China mengarahkan investasi mereka pada proyek-proyek seperti pembangunan pabrik kendaraan listrik di Thailand dan pengembangan pertambangan di Indonesia. 

Pada bulan September 2023, setelah Presiden Joe Biden mengunjungi Vietnam, Departemen Luar Negeri AS menekankan potensi Vietnam sebagai mitra untuk memastikan rantai pasokan semikonduktor yang beragam dan tangguh. 

Amkor Technology yang berbasis di AS membuka pabrik semikonduktor senilai US$1,6 miliar di Bac Ninh pada Oktober 2023. Pabrik tersebut diharapkan menjadi basis manufaktur terbesar perusahaan dan menciptakan sekitar 10.000 lapangan kerja.

Di sisi lain, pada Juli 2023, Malaysia mengumumkan bahwa produsen mobil besar Tiongkok Zhejiang Geely Holding Group akan menginvestasikan $10 miliar di Perak untuk membangun basis produksi mobil. Rencana pembangunan pabrik kendaraan listrik di Thailand juga sedang dipertimbangkan.

Perusahaan-perusahaan AS dan Tiongkok juga mengakuisisi bisnis di Asia Tenggara. Misalnya, pada tahun 2020, perusahaan Amerika Kimberly-Clark mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi Softex Indonesia senilai US$1,2 miliar. Demikian pula, Grup Alibaba Tiongkok telah menginvestasikan miliaran dolar di Lazada, sebuah perusahaan e-commerce besar yang berbasis di Singapura.

Back to top button