Kanal

Aroma Sorga di Taman Kota

Oleh: Akmal Nasery Basral

Akhir pekan lalu (Sabtu, 23/4/2022), taman publik Tebet Eco Park, Jakarta Selatan,  diresmikan Gubernur Anies Rasyid Baswedan. Lahan seluas 7 hektare itu terdiri dari dua kawasan hijau berseberangan yang disambungkan sebuah jembatan yang membentang di atas jalan raya.

Mungkin anda suka

Dilihat dari udara, jembatan berwarna jingga cerah tersebut mirip huruf “S” dalam posisi horisontal bak simbol infinity link dan karena itu disebut Infinity Link Bridge.  “Tanggung jawab kita menjadi warga urban yang mengembalikan alam menjadi sehat dan membuat hubungan manusia dengan alam juga menjadi sehat,” ujar cucu Pahlawan Nasional Abdur Rahman (A.R). Baswedan tersebut dalam sambutan peresmian.

TEP memang bukan taman biasa. Selain rimbun pohonan dan tanaman pemasok oksigen dan pengisap polusi udara yang menjadi ciri taman pada umumnya, fungsinya juga dioptimalkan sebagai kolam retensi penampungan air yang akan melimpah di musim hujan–sebagai pengalih banjir–dan surut di musim kemarau. Tanggul alami juga dirancang dengan teknik soil bioengineering yang menggunakan saluran-saluran air di dalam tanah. Ini peran  bagi konservasi lingkungan.

Dari sisi estetika, TEP menggabungkan panorama hutan kota yang instagenik (instragrammable) dengan aneka wahana permainan unik, serta outdoor gym  bagi keluarga yang menarik. Tak heran ketika pasangan pesohor Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto mengajak putri mereka Salma Jihane, 4 tahun, ke lokasi ini sebelum masuk Ramadhan dan memampangkan keseruan quality time di akun IG @atiqahhasiholan, tak sedikit warganet menyangka mereka sedang liburan di luar negeri. (Lihat akun YouTube Tribun Travel. “Atikah Hasiholan Ajak Sang Putri Main ke Tebet Eco Park, Suasana Asri dan Banyak Wahana Seru”, 1 April 2022).

Kompas mencatat kehadiran TEP menambah jumlah revitalisasi taman di Jakarta yang kini memiliki lebih dari 90 taman dengan konsep taman bermain. Beberapa di antaranya adalah Taman Tribeca (kawasan Mall Central Park), Taman Kalijodo Penjaringan (dengan fasilitas skatepark dan BMX park yang disukai anak muda), Taman Tabebuya Ciganjur, Taman Ria Rio Kayu Putih (sebelumnya lahan terbengkalai penuh eceng gondok), Taman Cattleya Palmerah, Taman Menteng yang bertaburan rumah kaca yang funky, atau Taman Stadion GBK yang sudah semakin mirip Central Park, New York.

Ini di luar taman yang lebih dulu jadi ikon Jakarta seperti Taman Situlembang (sering dipakai lokasi film Warkop) dan Taman Suropati yang berdekatan. Salah satu keunikan Taman Suropati adalah adanya bookhive (rak buku tertutup) di mana pengunjung bisa membaca buku yang ada secara cuma-cuma, atau mendonasikan buku mereka untuk dibaca pengunjung lain. Ini tradisi literasi kreatif yang bisa dibangun dari sebuah taman publik dengan spirit positif.

Momen peresmian TEP yang hanya berselisih satu hari dengan Hari Bumi (22/4) dan masih berada di bulan Ramadhan memberikan pesan kuat bahwa kelestarian lingkungan harus menjadi komitmen serius umat beragama, terutama umat Islam yang merupakan mayoritas populasi di negara ini.

Sementara bagi saya, ada alasan lain yang lebih subyektif dan sentimental tersebab saya menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja di Tebet. Dari TK Aisyiyah, SD Muhammadiyah VI, SMPN 73, dan SMAN 8 Taman Bukit Duri. Benar-benar #AnakJaksel tulen. (Baru setelah kuliah saya keluar dari Tebet).

Bertambahnya taman cantik, kreatif, dan eksentrik, bukan hanya di Jakarta. Di Bandung ada Taman Film dengan rumput sintetik yang berada di bawah Jembatan Layang Pasupati (Jalan Layang Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja) yang melewati lembah Cikapundung. Sebuah layar besar dengan konsep bioskop terbuka menjadi daya tarik taman ini. Di Batu, Malang, ada Taman Alun-Alun yang memiliki wahana Bianglala. Ruang informasi dibangun dengan bentuk buah stroberi dan toilet dalam bentuk apel. Sangat ramah keluarga.

Keluar dari pulau Jawa di Singkawang yang berjarak 145 km di sebelah utara Pontianak, Kalimantan Barat, ada Taman Bougenville. Di kota yang dalam bahasa Hakka disebut San Khew Jong itu mayoritas ornamen taman bercirikan Tiongkok Kuno seperti patung naga raksasa dengan tubuh meliuk-liuk di atas permukaan kolam buatan. Berjenis-jenis spesies kembang kertas ( bougenville) ada di taman supersejuk yang syahdan disebut-sebut sebagai salah satu taman terindah di Indonesia ini.

Taman Lumbini di kota Brastagi bukan saja sangat hijau dan asri, juga terdapat replika pagoda Shwedagon yang aslinya ada di Myanmar. Di Bali ada Taman Pecangakan yang sangat nyaman dan indah dengan patung Dewa Ruci berdiri megah di tengah hamparan. Pada malam hari, patung ini disiram cahaya warna-warni dengan semburan air mancur yang membuatnya terasa surealistik.

Tentu harus disebut dalam deretan taman tercantik adalah Taman Bungkul di Surabaya yang pernah menyabet predikat “The 2013 Asian Townscape Sector Award” atau taman terbaik se-Asia versi PBB. Taman yang sangat bersih ini bukan hanya kental dengan nuansa natural melainkan juga sangat modern karena ada wi-fi gratis yang bisa dimanfaatkan pengunjung.

Tentu masih banyak lagi taman-taman indah di berbagai kota yang tak bisa semuanya ditulis dalam kolom singkat ini. Taman-taman itu bukan hanya menjadi penambah paru-paru kota melainkan juga sebagai pengencang ikatan sosial warga.

Dari perspektif sosiologi perkotaan, ruang publik dalam bentuk taman adalah salah satu simpul interaksi warga beragam etnis dan keyakinan. Begitu banyak aktivitas sosial bisa dilakukan di dalam taman yang bisa memperkuat kohesi sosial dan mengurangi stereotipe dan prasangka.

Berbagai acara kesenian dan kebudayaan dalam skala ringan bisa dibuat. Dari ajang baca puisi, panggung spontan komika (stand-up comedy) sampai “lab biologi terbuka” bagi para murid sekolah dan madrasah. Pemberdayaan UMKM dalam bentuk warung-warung yang menyediakan kebutuhan kuliner pengunjung bisa diintegrasikan dengan tetap mengutamakan kebersihan dan kenyamanan lingkungan.

Namun seperti apapun sebuah taman kota dirancang dan dikelola, fasilitas yang memudahkan kebutuhan spiritual dan intelektual harus ada. Contohnya adalah musala yang bersih dan representatif (atau rumah ibadah umat non-muslim sesuai dengan demografi penduduk setempat) dan koneksi internet gratis yang kencang dan stabil. Ini akan membuat nilai tambah sebuah taman kota akan melejit.

Bayangkan jika di 34 ibu kota provinsi se-Indonesia terdapat taman dengan Wi-Fi kecepatan tinggi, maka ruang publik itu juga akan semakin nyaman sebagai ‘sekolah terbuka’ bagi generasi muda. Belum lagi jika taman di kota-kota non-ibu kota juga melengkapi diri dengan fasilitas berselancar internet gratis bagi warga, maka akselerasi peningkatan Indeks Pembangunan  Manusia (HDI/Human Development Index) juga akan lebih cepat.

Mengapa ada kata “aroma surga” dalam judul tulisan ini? Dalam terminologi Islam, surga adalah jannah yang memiliki makna “kebun atau taman rindang yang sejuk, nyaman dan menyenangkan” dengan aneka tanaman buah yang bermanfaat. Salah satu deskripsi surga yang dijelaskan dalam Al Qur’an adalah, “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa adalah seperti taman yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, buahnya (dari pepohonan) tak henti-henti sedangkan naungan (rindang dan teduh) demikian pula. Itulah tempat akhir bagi mereka yang bertakwa.” (QS 13: 35).

Dalam khazanah Kristen, surga yang memiliki padanan kata ‘firdaus’ masih berkerabat secara semantik dengan “ paradeisos” dalam bahasa Yunani Kuno. Syahdan kata ini pertama kali digunakan oleh Xenofon dari Athena untuk merujuk pada ‘taman raja-raja’. Maka begitulah konsep Taman Eden muncul  yang berasal dari bahasa Ibrani “ Gan Eden  (גן עדן)” yang memiliki padanan dalam bahasa Arab “ Jannat Adn (جَنَّاتِ عَدْنٍ)”.

“Paradeisos” dalam diksi Yunani Kuno memiliki padanan bahasa Ibrani “ Pardes” yang bermakna “taman” atau “kebun” dan termaktub dalam tiga ayat Perjanjian Lama (Neh 2:8, Pkh 2:5 dan Kid 4:13). Sementara dalam Perjanjian Baru, ayat-ayat yang menggunakan kata “ paradeisos” bisa ditemukan pada Luk 23:43, 2 Kor 12:4 dan Why 2:7.

Tinjauan singkat ini menunjukkan pentingnya “taman” dalam keyakinan agama-agama Abrahamik bukan hanya merujuk sebuah locus fisik melainkan sebuah tempat yang berkaitan dengan (ganjaran) iman.

Dalam masyarakat multikultural dan multiiman seperti di Indonesia, kebutuhan taman kota yang signifikan seharusnya berada di atas ukuran-ukuran kepentingan politik jangka pendek yang belakangan ini membuat riuh dan pengap interaksi sosial sebagai sesama masyarakat sipil. Seharusnya tidak penting di era gubernur siapa dari parpol apa sebuah taman dibangun, karena pertanyaan yang lebih substansial adalah apakah jumlah taman di sebuah kota sudah ideal berdasarkan rasio dengan jumlah penduduk kota itu?

Kalau belum ideal, Pemprov harus memprioritaskan pembangunan taman-taman publik agar tidak tertinggal dari infrastruktur lain seperti jalan atau jembatan. Jika rasio taman sudah ideal dengan jumlah warga, pertanyaan selanjutnya adalah apakah kualitas taman kota itu sudah layak dan memadai?

Dengan semaraknya taman kota yang nyaman, sejatinya wangi ‘aroma surga’ semakin kentara terhidu oleh warga, apa pun latar belakang etnis dan keyakinan. Ini menjadi ‘surga kedua’ pada tingkat komunitas setelah hadirnya ‘surga pertama’ di rumah tangga (“bayti jannati”, rumahku adalah surgaku). [ ]

*Sosiolog, penulis penerima penghargaan National Writer’s Award 2021 dari Perkumpulan Penulis Nasional Satupena.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button