Sekolah Rakyat Sentra Handayani di kawasan Bambu Apus, Jaktim. (Foto: Antara)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul menyebutkan Sekolah Rakyat difokuskan untuk mereka yang tidak memiliki akses pendidikan sama sekali atau yang sempat bersekolah namun kemudian terhenti.
“Jadi ini kita fokusnya ya kepada bukan mereka yang sudah sekolah. Tapi fokusnya kepada mereka yang tidak sekolah atau putus sekolah,” kata Gus Ipul saat dihubungi inilah.com, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Gus Ipul menjelaskan, program ini akan mengacu pada Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang selama ini menjadi pedoman pemerintah dalam berbagai kebijakan bantuan sosial.
Selain itu, ia memastikan bahwa pemerintah juga akan mengakomodasi anak-anak yang hidup di pinggir jalan untuk bersekolah di Sekolah Rakyat.
“Basisnya DTSEN, ya di mana aja selama ada di DTSEN dan sudah dilakukan semacam survei, ya bisa. Tapi setiap anak di pinggir jalan terus disambil. Tapi basisnya adalah DTSEN,” ujar Gus Ipul.
“Ya, itu aja, selama mereka masuk di DTSEN ya pelan-pelan nanti sesuai alokasinya akan dicoba. Kita harapkan ini nanti memotivasi banyak kalangan untuk juga memberikan semacam kesempatan pada anak-anak itu bisa sekolah,” ujar Gus Ipul.
Sebelumnya, Menteri Sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), melaporkan, program Sekolah Rakyat akan resmi dimulai pada 14 Juli 2025. Dia mengatakan, 63 titik lokasi Sekolah Rakyat sudah rampung direnovasi sehingga dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar yang akan datang.
Proses belajar mengajar, lanjut dia, akan diawali dengan pemeriksaan kesehatan bagi seluruh siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Kemudian, dilanjutkan dengan masa orientasi selama satu hingga tiga bulan, sebelum masuk ke pembelajaran formal.
Program ini menargetkan 100 titik sekolah rampung pada akhir Juli 2025. Tahap awal mencakup 395 rombongan belajar dari jenjang SD, SMP, dan SMA. Pulau Jawa menjadi wilayah dengan titik terbanyak (48 titik), disusul Sumatra (22), Sulawesi (15), Bali-Nusra (4), Kalimantan (4), Maluku (4), dan Papua (3).
“Untuk yang 100 titik pertama 9.700 lebih siswa, untuk 100 titik kedua potensinya itu sekitar 10.000 siswa. Dari 100 titik pertama itu 40-an persen itu ada di Jawa. Tapi di Papua ada, di Aceh ada, di Maluku juga ada, di Kalimantan ada, semua,” ujarnya.