Market

Ambil Alih Freeport Bukannya Dapat Emas Malah Utang Menggunung

Ekonom senior dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, mempertanyakan keputusan pemerintahan Joko Widodo membeli Freeport bukannya menghasilkan penerimaan negara (emas), malah menumpuk utang.

Dia bilang, pengambil-alihan PT Freeport Indonesia (PTFI/Freeport)senilai Rp53 triliun, yang selalu digemborkan sebagai sukses pemerintahan Jokowi, ternyata tak ada buktinya. Harusnya, Freeport bisa memperkuat keuangan negara bukan malah merongrong keuangan negara seperti yang terjadi saat ini.

Ketika diambil-alih, kata Salamuddin, pemerintah gelontorkan dana Rp53 triliun yang berasal dari utang bank. Di mana, Freeport yang habis masa kontrak pada 2022 dibeli dan sahamnya 51,24 persen dikuasai PT Inalum atau Mind Id. Sisanya masih dalam genggaman penguasa lama, yakni Freeport-McMoRan Inc (FCX).

Dulu, sebelum perpanjangan kontrak, Freeport telah berjanji akan melakukan investasi dan membangun pengolahan yang mereka danai. Namun faktanya, setelah kontrak diperpanjang Freeport malah mencetak utang baru guna menunaikan kewajiban pembangunan smelter sesuai UU Minerba.

Pada April 2022, Freeport ancang-ancang mengeluarkan surat utang berdenominasi dolar AS (senior notes) senilai US$3 miliar, atau setara Rp45 triliun (kurs Rp15ribu/US$). Ada tiga seri senior notes dengan tenor berbeda. Pertama, senior notes senilai US$750 juta yang akan jatuh tempo 14 April 2027 dengan bunga 4,763 persen.

Kedua, senior notes senilai US$1,5 miliar yang akan jatuh tempo pada 14 April 2032 dengan bunga 5,315 persen. Ketiga, senior notes senilai US$750 juta yang akan jatuh tempo 14 April 2052 dengan bunga 6,2 persen.

“Konon katanya utang tersebut diharapkan selesai pada tanggal 14 April 2022, tergantung pada kondisi penutupan yang biasa dilakukan,” papar Salamuddin kepada Inilah.com, Sabtu (7/5/2022).

Dia bilang, PTFI atau Freeport bermaksud untuk menggunakan hasil bersih dari penawaran senior notes itu untuk membiayai proyek peleburan, pembiayaan kembali dan untuk tujuan umum perusahaan.

Selanjutnya, kata Salamuddin, beban bunga atas setiap seri obligasi itu, menjadi utang setiap enam bulan mulai 14 April hingga 14 Oktober per tahun. Yang dimulai pada 14 Oktober 2022. Obligasi akan jatuh tempo pada tanggal jatuh tempo masing-masing, kecuali sebelumnya dibeli kembali atau ditebus sesuai dengan persyaratan mereka sebelum tanggal tersebut.

“Adapun Citigroup Global Markets Inc. dan J.P. Morgan Securities plc adalah koordinator global bersama untuk penawaran utang tersebut,” bebernya.

Sedangkan HSBC, Mandiri Sekuritas, Mizuho Securities Asia Limited dan SMBC Nikko Securities (Hong Kong) Limited, kata dia, merupakan pembukuan bersama untuk penawaran tersebut.

Adapun CIMB Bank Berhad, Cabang Labuan Offshore, IMI-Intesa Sanpaolo, Malayan Banking Berhad, Standard Chartered Bank dan United Overseas Bank Limited adalah co-manager untuk penawaran obligasi itu.

Artinya, kata Salamuddin, pembelian saham Freeport oleh PT Inalum atau Mind ID, bukannya menghasilkan emas untuk negara, namun justru meminbun utang super jumbo yang belum pasti bisa dibayar di masa mendatang.

“Jadi bagaimana ini Pak Presiden? Apakah sudah ada satu gram emas Freeport sudah diberikan kepada pemerintah? Sekedar cindera mata, gak apa-apalah, barang satu atau dua gram emas. Sekedar menunjukkan bahwa pembelian saham dengan utang besar bisalah menyumbangkan sedikit kepada negara. Kalau sudah dapat pak, jangan lupa emasnya disedekahkan kepada kaum duafa fakir miskin dan anak yatim. Mudah mudahan emasnya tambah menggunung,” pungkas Salamuddin. [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button