News

Airlangga: Partai Golkar Konsisten Perjuangkan Sistem Proporsional Terbuka

Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto dalam sambutan di acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di DPP Partai Golkar, menegaskan bahwa dirinya masih akan terus mendorong agar Pemilu 2024 menerapkan sistem proporsional terbuka.

“Partai Golkar masih berjuang bahwa pemilu di tahun 2024 adalah pemilihan yang terbuka. Sususan bacaleg Partai Golkar mencerminkan pemain-pemain yang disiapkan untuk bermain terbuka,” terang Airlangga di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Minggu (4/6/2023).

Oleh karena itu, tambah dia, Partai Golkar terus berjuang untuk sistem pemilihan proporsional terbuka. “Dan kemarin (saya) berterima kasih kepada fraksi Partai Golkar yang terus mengkonsolidasikan delapan partai yang telah berjuang untuk terbuka,” jelasnya.

“Saya juga sudah berkomunikasi dengan keseluruhan partai, PDI Perjuangan, dan kalau saya lihat bacaleg yang diajukan juga siap terbuka,” tutup Airlangga.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Kahar Muzakir memimpin konferensi pers (konpers) mengenai delapan parpol parlemen, yakni Golkar, Gerindra, NasDem, PAN, PPP, PKS, PKB, dan Demokrat yang kembali mendorong Mahkamah Konstitusi (MK) agar menerapkan sistem proporsional terbuka.

“Sistem terbuka itu sudah berlalu sejak lama dan kemudian kalau itu mau dirubah itu sekarang proses pemilu sudah berjalan. Kita sudah menyampaikan DCS (Daftar calon sementara) kepada KPU,” terang Kahar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (30/5/2023).

“Setiap partai politik calegnya itu dari DPRD kabupaten/kota DPR RI jumlahnya kurang lebih 20 ribu orang. Jadi kalau ada 15 partai politik itu ada 300 ribu,” sambungnya.

Jika MK memutuskan sistem proporsional tertutup, maka para caleg ini akan kehilangan hak konstitusionalnya. “Nah kalau mereka (MK) memaksakan mungkin orang-orang (caleg) itu akan meminta ganti rugi. Paling tidak mereka urus SKCK segala macam itu ada biayanya,” ujarnya.

“Kepada siapa ganti ruginya yang mereka minta? Ya bagi yang memutuskan sistem tertutup. Bayangkan kalau 300 ribu orang itu minta ganti rugi dan dia berbondong-bondong datang ke MK agak gawat juga MK itu,” lanjutnya.

Perihal pilihan ke delapan parpol yang berbeda dengan PDIP sebagai satu-satunya partai yang menginginkan sistem proporsional tertutup, Kahar menyebut bahwa perbedaan adalah hal yang biasa saja.

“Soal di DPR ini beda-beda itu biasa, politik kan begitu. Tidak selalu, hari ini berteman, besok berteman sampai mati berteman, itu kalau orang nikah. Jadi tidak ada musuh-musuhan kita, berbeda pendapat itu dijamin oleh konstitusi,” jelasnya.

Tak hanya itu, ia juga menegaskan bahwa domain Undang-Undang (UU) Pemilu adalah di pembuat UU, yakni DPR. “Normanya adalah DPR itu dipilih oleh rakyat, tidak dipilih oleh partai. Jadi sebetulnya domain UU pemilu itu bukan di MK, pembuat UU, karena dia bukan norma,” imbuh dia.

“Dia adalah sistem bisa berubah tergantung kesepakatan pemerintah dengan DPR selaku pembuat UU,” pungkas Kahar.

Back to top button