Market

Agar Ekonomi Terbang, Pemerintahan Prabowo Perlu Prioritaskan Industrialisasi Khususnya Dirgantara


Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mulyanto menilai, Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS), kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Bisa jadi, tim ekonomi Presiden Jokowi sedang tidak fokus karena sebentar lagi pensiun.

“Saya melihat dukungan pemerintah terhadap BUMNIS ini, sangat lemah dan tidak menjadi prioritas.  Beda sekali dengan program strategis nasional (PSN) yang ada sekarang,” ujar Mulyanto saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

Dirinya pun menyebut penting bagi pemerintahan selanjutnya yang dipimpin Prabowo Subianto untuk merumuskan pilihan prioritas dan strategi industrialisasi.

“Agar industri menjadi prime mover (penggerak utama) bagi pertumbuhan ekonomi. Misalnya, harus direalisasikan pendalaman pohon industri secara vertikal. Sehingga kita semakin mampu menguasai teknologi industri yang berdaya saing,” terang Mulyanto.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini, mengakui, semuanya tidak semudah membalik tangan. Perlu kemauan politik dan konsistensi. Untuk berbagai bidang khususnya industri dirgantara.

“Ini soal political will. Apalagi terkait industri dirgantara kita, sudah sekian lama tidak terawat. Sehingga semakin lemah dari sisi keuangan, sumber daya manusia (SDM). Selain itu, daya saing industri kita semakin lemah,” ucap dia.

“Sementara investasi dengan teknologi yang tidak terlalu canggih, dari asing sekalipun ramai masuk ke Indonesia. Salah satu contohnya industri smelter nikel,” sambungnya.

Tak hanya itu, Mulyanto menegaskan, negara menjadi faktor penentu dalam mengawal industri strategis. Ia pun mewanti-wanti bila pemerintah selanjutnya mengabaikan sektor industri, maka pembangunan ke depan bakalan sulit.

“Sekarang ini kontribusi sektor industri terhadap PDB terus turun, kalau ini tidak dijaga, maka semakin sulit bagi kita menjadikan industri sebagai garda terdepan pembangunan,” tandasnya.

Perekonomian Harus di Atas 6 Persen

Sebelumnya, Ekonom Senior Prof Didik J Rachbini mengemukakan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memegang peran sentral bagi pemerintahan mendatang, sekaligus menentukan apakah pertumbuhan ekonomi bisa di atas 6 persen atau sebaliknya.

Menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi dan peneliti INDEF ini, kegagalan dua dekade mendorong ekonomi tumbuh di atas 6 persen, karena sektor industrinya tidak jalan. Kalaupun bergerak sangat lambat.  “Ini terjadi karena absen dan kekosongan kebijakan industri dan Kementerian Perindustrian yang dorman,” kata Prof. Didik, Selasa (18/6/2024).

Selama ini, menurut dia, Kemenperin berperan sangat terbatas dengan kebijakan yang lemah dan tidak bernilai signifikan untuk memajukan sektor industri.

Secara terus-menerus, kata Prof Didik, sektor ini hanya tumbuh di bawah 5 persen, sehingga tidak punya daya dorong dan gagal menjunjung ekonomi setinggi-tingginya.

Bahkan, sektor ini justru mandek dengan pertumbuhan hanya 3-4 persen saja. Hal ini, menurut Prof Didik, menandakan ketiadaan kebijakan industri. Industri dimatikan karena kebijakan yang surut, dan tidak beri kesempatan, ruang, dan dorongan bagi industri nasional.

Jika kebijakan industri masih seperti 2 dekade terakhir ini, maka lupakan janji presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto akan mendorong ekonomi melompat tinggi hingga 8 persen.

“Yang terjadi kemungkinan malah sebaliknya, pertumbuhan ekonomi akan selalu di bawah 5 persen karena terseret pertumbuhan industri yang sangat rendah,” kata Rektor Universitas Paramadina, Jakarta itu.

“Mengapa Indonesia selama dua dekade ini gagal mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi?Jawabnya sama, yakni karena gagal menempatkan sektor industri sebagai lokomotif pertumbuhan dan sekaligus karena Kemenperin mandek dan mandul dalam menjalankan kebijakan industrinya,” kata Prof Didik.

Dia lantas menjelaskan kenapa pertumbuhan ekonomi dalam 20 tahun terakhir mengalami stagnasi di level 5 persen. Karena hanya bertumpu kepada konsumsi dan sektor jasa, yang bercampur dengan sektor informal.

Harus diakui, sektor jasa yang tidak modern dan hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga, membuat perekonomian seperti kehilangan lokomotif. Pada gilirannya akan muncul ekonomi jongkok atau moderat saja.

“Jika ingin berbeda dari pemerintahan sebelumnya, kunci sukses (Prabowo) terletak pada sukses atau tidaknya membenahi kemenperin dan kebijakan industrinya. Tanpa itu Indonesia akan menjadi underdog ASEAN,” kata Prof Didik.
    
 

Back to top button